LAPORAN PENDAHULUAN DAN
ASUHAN KEPERAWATAN
STROKE/CEREBROVASKULAR
ACCIDENT (CVA)

OLEH
:
NUR
RAHMAT ROMADON
201606048
PRODI
PROFESI NERS
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI
HUSADA MULIA MADIUN
2016
LAPORAN
PENDAHULUAN
A.
Pengertian
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun
(Smeltzer et al, 2002).
B.
Anatomi
Fisiologi
1. Otak
Berat otak
manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron.
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum
(otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum
terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area
motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area
sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum
terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian
batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon
(otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air
liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius,
beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf
pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon
di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus.
Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting.
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar
seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia
A. Price, 1995)
2. Sirkulasi
darah otak
Otak
menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total tubuh manusia
untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu
arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat
arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus
Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri
karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior
dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur
seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus
kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis
serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media
mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks
serebri.
Arteria
vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri
basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di
sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini
memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi
sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus
koklearis dan organ-organ vestibular. Darah vena dialirkan dari otak melalui
dua sistem: kelompok vena interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan
sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer
otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis
lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung.
(Harsono, 2000)
Sirkulasi
Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal bersatu.
Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior,
kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan
sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer
yang lain dan dari bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang
memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan.
(Hudak & Gallo, 2005: 254)
C.
Klasifikasi
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke
Haemorhagi
Merupakan
perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya
saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi
neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak
yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh
karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al,
1994).
Perdarahan
otak dibagi dua, yaitu:
a) Perdarahan
Intraserebral
Pecahnya
pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena
hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum.
(Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia,
Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).
b) Perdarahan
Subarachnoid
Perdarahan
ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini
berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan
keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya
arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul
nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme
ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya
vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah
dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia danlain-lain).
Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
Tabel 1.
Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
|
Gejala
|
PIS
|
PSA
|
|
Timbulnya
Nyeri
Kepala
Kesadaran
Kejang
Tanda
rangsangan Meningeal.
Hemiparese
Gangguan
saraf otak
|
Dalam 1
jam
Hebat
Menurun
Umum
+/-
++
+
|
1-2 menit
Sangat
hebat
Menurun
sementara
Sering
fokal
+++
+/-
+++
|
Disadur dari
Laporan Praktik Klinik KMB di Ruang Syaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2.
Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan
thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umummnya baik. Perbedaan
CVA infark dan haemoragie :
|
Gejala (anamnesa)
|
Infark
|
Perdarahan
|
|
Permulaan (awitan)
Waktu (saat “serangan”)
Peringatan
Nyeri Kepala
Kejang
Muntah
Kesadaran menurun
|
Sub akut/kurang mendadak
Bangun pagi/istirahat
+ 50% TIA
+/-
-
-
Kadang sedikit
|
Sangat akut/mendadak
Sedang aktifitas
-
+++
+
+
+++
|
|
Koma/kesadaran menurun
Kaku kuduk
Kernig
pupil edema
Perdarahan Retina
Bradikardia
Penyakit lain
Pemeriksaan:
Darah pada LP
X foto Skedel
Angiografi
CT Scan
Opthalmoscope
Lumbal pungsi :
·
Tekanan
·
Warna
·
Eritrosit
Arteriografi
EEG
|
+/-
-
-
-
-
hari ke-4
Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner,
perifer. Emboli pada ke-lainan katub, fibrilasi, bising karotis
-
+
Oklusi, stenosis
Densitas berkurang
(lesi hypodensi)
Crossing phenomena
Silver wire art
Normal
Jernih
< 250/mm3
oklusi
di tengah
|
+++
++
+
+
+
sejak awal
Hampir selalu hypertensi, aterosklerosis, HHD
+
Kemungkinan pergeseran glandula pineal
Aneurisma. AVM. massa intra hemisfer/ vaso-spasme.
Massa intrakranial densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Perdarahan retina atau corpus vitreum
Meningkat
Merah
>1000/mm3
ada shift
shift midline echo
|
Disadur dari Makalah Simposium
Sehari “Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan” dalam Rangka Dirgahayu PPNI XIX
di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya (Gedung
PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan Perawat Nasional
Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya
Berdasarkan
perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan
TIA berulang
D. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis
Cerebral
Thrombosis
ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan
thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis
merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri
besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka
(Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut:
a) Lumen arteri
menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
b) Oklusi
mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
c) Merupakan
tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
d) Dinding
arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hyperkoagulasi
pada polysitemia
Darah bertambah
kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran
darah serebral.
c. Arteritis(
radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli
serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
a.
Katup-katup
jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
b.
Myokard
infark
c. Fibrilasi.
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga
darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d.
Endokarditis
oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium.
2.
Haemorhagi
Perdarahan
intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid
atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia
Umum
Beberapa
penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a.
Hipertensi
yang parah.
b.
Cardiac Pulmonary
Arrest
c.
Cardiac
output turun akibat aritmia
4.
Hipoksia Setempat
Beberapa
penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a.
Spasme
arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b.
Vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migrain.
E. Patofisiologi
Infark serbral adalah
berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung
pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus
mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan.
Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih
disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia
serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel
bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen
vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 %
pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit
Muttaqin 2008)
F. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam
buku keperawatn Kritis (2000: 258-260),
yaitu:
1. Lobus Frontal
a. Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung,
memberi alasan atau berpikir abstrak.
b. Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c. Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan,
menarik diri, isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal
a. Dominan :
1. Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap
proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
2. Defisit
bahasa/komunikasi
· Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara
yang dapat dipahami)
· Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
· Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
· Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
· Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
b. Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara
lain:
· Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas
yang mengalami paralise)
·
Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
· Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan tepat)
· Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
·
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam
ruangan
·
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial
obyek atau tempat
·
Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital
Deficit
lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan
ganda), buta.
4. Lobus Temporal
Defisit
pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
1.
Angiografi
serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single
Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk
mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
4. MRI
(Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi
dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan
laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan
darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum,
kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
H. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
a.
Mempertahankan
saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi,
kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b.
Mengendalikan
tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
c.
Berusaha
menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d.
Menempatkan
pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus
dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
e.
Mengendalikan
hipertensi dan menurunkan TIK dengan
meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a.
Endosterektomi
karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis
di leher.
b.
Revaskularisasi
terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh
pasien TIA.
c.
Evaluasi bekuan
darah dilakukan pada stroke akut
d.
Ugasi arteri
karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
I. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan
dengan immobilisasi è infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan
thromboflebitis.
2. Berhubungan
dengan paralisis è nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan
dengan kerusakan otak è epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang
menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan atau
kardiovaskuler dapat meninggal.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
2. Keluhan
utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat
penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat
penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat
penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
Pengumpulan
data
A. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
B. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
C. Integritas
Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
D. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
E. Makanan/caitan
:
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia
F. Neuro
Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia,
lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan
dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
G. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
H. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas,
whezing, ronchi.
I. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur
kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
J. Interaksi
sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
2. Diagnosa Keperawaatan
1. Ketidakefektifan
Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak terhambat
2. Kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit
perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
4. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
7. Resiko
Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Resiko
injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
3.
Intervensi
Keperawatan
|
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan (NOC)
|
Intervensi (NIC)
|
|
1.
|
Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak
terhambat.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
suplai aliran darah keotak lancar dengan kriteria hasil:
NOC :
Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
1. mendemonstrasikan
status sirkulasi yang ditandai dengan :
v Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan
v Tidak ada ortostatikhipertensi
v Tidk ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari
15 mmHg)
2. mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
v berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
v menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
v memproses informasi
v membuat keputusan dengan benar
3. menunjukkan
fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak
ada gerakan gerakan involunter
|
NIC :
Intrakranial
Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan intrakranial)
v Berikan
informasi kepada keluarga
v Set alarm
v Monitor
tekanan perfusi serebral
v Catat
respon pasien terhadap stimuli
v Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap
aktivitas
v Monitor
jumlah drainage cairan serebrospinal
v Monitor
intake dan output cairan
v Restrain
pasien jika perlu
v Monitor suhu
dan angka WBC
v Kolaborasi
pemberian antibiotik
v Posisikan
pasien pada posisi semifowler
v Minimalkan
stimuli dari lingkungan
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari
sekret
2. Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai
intruksi
4. Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen dan sistem humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipo-ventilasi
7. Monitor respon klien
terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama aktifitas dan tidur
|
|
2
|
Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan klien mampu untuk berkomunikasi lagi dengan kriteria hasil:
-
dapat menjawab pertanyaan
yang diajukan perawat
-
dapat mengerti dan memahami
pesan-pesan melalui gambar
-
dapat mengekspresikan
perasaannya secara verbal maupun nonverbal
|
1.
Libatkan keluarga untuk
membantu memahami / memahamkan informasi dari / ke klien
2.
Dengarkan setiap ucapan
klien dengan penuh perhatian
3.
Gunakan kata-kata sederhana
dan pendek dalam komunikasi dengan klien
4.
Dorong klien untuk mengulang
kata-kata
5.
Berikan arahan / perintah
yang sederhana setiap interaksi dengan klien
6.
Programkan speech-language
teraphy
7.
Lakukan speech-language
teraphy setiap interaksi dengan klien
|
|
3
|
Defisit perawatan diri;
mandi,berpakaian, makan, toileting b.d kerusakan neurovaskuler
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan
kebutuhan mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria hasil:
NOC :
v Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
v Klien terbebas dari bau
badan
v Menyatakan kenyamanan
terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
v Dapat melakukan ADLS dengan
bantuan
-
|
NIC :
Self Care assistance : ADLs
§ Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
§ Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan.
§ Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan
self-care.
§ Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan
yang dimiliki.
§ Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
§ Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
§ Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
§ Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
|
|
4
|
Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovaskuler
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan klien
dapat melakukan pergerakan fisik dengan kriteria hasil :
v Joint Movement : Active
v Mobility Level
v Self care : ADLs
v Transfer performance
Kriteria Hasil :
v Klien meningkat dalam aktivitas fisik
v Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
v Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
v Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
|
NIC :
Exercise therapy : ambulation
§ Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat
latihan
§ Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
§ Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cedera
§ Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
§ Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
§ Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
§ Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
ps.
§ Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
1
Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
|
|
5
|
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran
|
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pola
nafas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- Menujukkan jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik, irama nafas
normal, frekuensi nafas normal,tidak ada suara nafas tambahan
- NOC :
v Respiratory status : Ventilation
v Respiratory status : Airway patency
v Vital sign Status
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan
|
NIC :
Airway
Management
·
Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
·
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
·
Pasang mayo bila perlu
·
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
·
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
·
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
·
Lakukan suction pada mayo
·
Berikan bronkodilator bila
perlu
·
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
·
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
·
Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
v Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
v Pertahankan jalan nafas yang paten
v Atur peralatan oksigenasi
v Monitor aliran oksigen
v Pertahankan posisi pasien
v Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
v Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
|
|
6
|
Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik
|
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien
mampu mengetahui dan mengontrol resiko dengan kriteria hasil :
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
v Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
v Tidak ada luka/lesi pada kulit
v Perfusi jaringan baik
v Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang
v Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan
alami
|
NIC : Pressure Management
§ Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
§ Hindari kerutan padaa tempat tidur
§ Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
§ Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
§ Monitor kulit akan adanya kemerahan
§ Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
§ Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
§ Monitor status nutrisi pasien
-
Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
|
|
7
|
Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
|
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak
terjadi aspirasi pada pasien dengan kriteria hasil :
NOC :
v Respiratory Status : Ventilation
v Aspiration control
v Swallowing Status
Kriteria Hasil :
v Klien dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan
normal
v Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan
mampumelakukan oral hygiene
Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal
|
NIC:
Aspiration precaution
v Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan
v Monitor status paru
v Pelihara jalan nafas
v Lakukan suction jika diperlukan
v Cek nasogastrik sebelum makan
v Hindari makan kalau residu masih banyak
v Potong makanan kecil kecil
v Haluskan obat sebelumpemberian
v Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
|
|
8
|
Resiko Injury berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
|
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak
terjadi trauma pada pasien dengan kriteria hasil:
NOC : Risk Kontrol
Kriteria Hasil :
v Klien terbebas dari cedera
v Klien mampu menjelaskan
cara/metode untukmencegah injury/cedera
v Klien mampu menjelaskan
factor resiko dari lingkungan/perilaku personal
v Mampumemodifikasi gaya hidup
untukmencegah injury
v Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
-
Mampu mengenali perubahan
status kesehatan
|
NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan)
§ Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
§ Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
§ Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
§ Memasang side rail tempat tidur
§ Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
§ Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
§ Membatasi pengunjung
§ Memberikan penerangan yang cukup
§ Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
§ Mengontrol lingkungan dari kebisingan
§ Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
§ Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
|
4.
Implementasi
Adalah
pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil
yang efektif. Dalam pelaksanaanya pengawasan keterampilan dan pengetahuan harus
dimiliki oleh setiap perawat.
5.
Evaluasi
Adalah suatu
penilaian terhadap pelaksanaan rencana keperawatan dan juga dilakukan guna
mengetahui tingkat kompetensi yang telah dicapai selama proses implementasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku
Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson,
M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification
(NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River
Mansjoer, A
dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey,
C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification
(NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River
Muttaqin,
Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta:
Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan
Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard
Asuhan Keperawatan Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten
Kulonprogo