ASUHAN KEPERAWATAN
OTOSKLEROSIS
DISUSUN OLEH :
1.
Nur
Rahmat R ( 201202039 )
2.
Andriani
Norrita S ( 201202004 )
3.
Riske
Dwi H. ( 201202048
)
4.
Febriansyah
M. P. ( 201202018 )
5.
Beuty
Joanita P. ( 201202010 )
6.
Yoga
Ridho F. ( 201202059
)
7. Renzy Avionita ( 201202044 )
PRODI SI
KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI
HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN AJARAN 2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Proses
pendengaran ialah salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan. Saat ini
banyak gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendengar, salah satunya
adalah otosklerosis. Dalam penelitian, kelainan ini terdapat pada masyarakat
dalam jumlah yang signifikan.
Otosklerosis merupakan salah satu
penyebab umum tuli konduktif pada orang dewasa. Kelainan disebabkan karena
gangguan autosomal dominan yang terjadi pada wanita maupun pria. Pasien
mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau awal dua puluhan. Kelainan
ini merupakan penyakit labirin tulang, dimana terbentuk suatu daerah otospongiosis
{tulang lunak} terutama di depan dan didekat kaki stapes menjadi terfiksasi.
Otosklerosis cukup lazim terjadi
yaitu pada hampir dari 10% populasi. Namun hanya presentase kecil yang kemudian
bermanifestasi secara klinis sebagai gangguan pendengaran. Pasien perlu dinilai
secara cermat, baik melalui pemeriksaan audiologik maupun dengan pemeriksaan
otologik
Pendengaran
normal ialah suatu keadaan dimana orang tidak hanya dapat mendengar tetapi juga
dapat mengerti apa yang didengarnya, sedangkan kekurangan pendengaran yaitu
keadaan dimana orang kurang dapat mendengar dan mengerti perkataan yang
didengarnya.
Implantasi
kokhlear telah menjadi pilihan dalam terapi tuli total, sedangkan untuk
gangguan pada telinga tengah seperi otosklerosis terapi pilihannya adalah
pembedahan dan belum ada pengobatan selain bedah bagi mereka yang mengalami
gangguan pendengaran sensorineural.
Pengetahuan
akan genetik dalam ketulian memberi harapan bagi berkembangnya pengobatan baru,
ada anggapan bahwa sebagian kasus tuli pada anak disebabkan oleh mutasi gen
tunggal, sedangkan sisanya oleh lingkungannya.(Brunner & Suddart, 2001)
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi
sari otosklerosisi?
2.
Bagaimana etiologinya?
3.
Bagaimana epidemiologinya?
4.
Bagaimana patofisiologi dari
otosklerosis?
5.
Bagaimana manifestasi klinis dari
otosklerosis?
6.
Bagaimana penegakan diagnosis?
7.
Bagaimana diagnosis bandingnya?
8.
Bagaimana penatalaksanaan dari
otosklerosis?
9.
Bagaimana prognosisnya?
1.3 TUJUAN
1.
Mengetahui dan paham dari pengertian
otosklerosis
2.
Mengetahui dan memahami etiologinya
3.
Memahami dan mengetahui dari
epidemiologinya otosklerosis
4.
Memahami dan mengetahui
patofisiologinya otosklerosis
5.
Memahami dan mengetahui manisfestasi
klinis otosklerosis
6.
Memahami penegakaan hukum
otosklerosis
7.
Memahami diagnosis banding
8.
Memahami dan mengetahui
penatalaksanan otosklerosis
9.
Mengetahui prognosis otosklerosis.
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
2.1 DEFINISI
Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah
khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan
sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibakan fiksasi pada stapes.
(Brunner & Sudart, 2001)

2.2 ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya otosklerosis :
1. Idiopatik
2. Pendapat umumnya diturunkan secara autosom dominan
3. Bukti ilmiah yang menyatakan adanya virus measles yang mempengaruhi
otosklerosis
4. Beberapa pendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan
presipitasi pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan di
osteoblas pada lesi sklerotik.
2.3
EPIDEMIOLOGI
1.Ras
Beberapa studi menunjukan bahwa
otosklerosis umumnya terjadi pada ras Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi
pada populasi oriental. Dan sangat jarang pada orang negro dan suku Indian
Amerika. Populasi multiras yang termasuk Kaukasian memiliki resiko peningkatan
insiden terhadap otosklerosis.
2. Faktor Keturunan
Otosklerosis biasanya dideskripsikan
sebagai penyakit yang diturunkan secara autosomal dominant dengan penetrasi
yang tidak lengkap (hanya berkisar 40%). Derajat dari penetrasi berhubungan
dengan distribusi dari lesi otosklerotik lesi pada kapsul tulang labirin
3. Gender
Otosklerosis
sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita disbanding pria.
Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati ratio antara pria:wanita
1:1. Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa pengaruh sex- linked, jadi rasio
1:1 dapat terjadi. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa perubahan hormonal
selama kehamilan dapat menstimulasi fase aktif dari otosklerosis, yang
menyebabkan peningkatan gambaran klinis kejadian otosklerosis pada wanita.
Onset klinik selama kehamilan telah dilaporkan sebanyak 10% dan 17%. Risiko
dari peningkatan gangguan pendengaran selama kehamilan atau pemakaian oral
kontrasepsi pada wanita dengan otosklerosis adalah sebesar 25 %. Penjelasan
lain yang mungkin akan peningkatan prevalensi otosklerosis pada wanita adalah
bilateral otosklerosis tampaknya lebih sering pada wanita dibanding pria (89%
dan 65 %). Memiliki dua telinga yang terkena kelihatan akan meningkatkan
kunjungan ke klinik.
4. Sejarah keluarga
Sekitar 60% dari pasien dengan
klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki keluarga dengan riwayat yang sama.
5. Usia
Insiden dari klinikal otosklerosis
meningkat sesuai bertambahnya umur. Evidence mikroskopik terhadap otospongiosis
ditemukan pada autopsi 0,6 % individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada
pertengahan usia, insiden ditemukannya adalah 10 % pada orang kulit putih dan
sekitar 20% pada wanita berkulit putih. Baik aktif atau tidak fase penyakitnya,
terjadi pada semua umur, tetapi aktivitas yang lebih tinggi lebih sering
terjadi pada mereka yang berumur kurang dari 50 tahun. Dan aktivitas yang
paling rendah biasanya setelah umur lebih dari 70 tahun. Onset klinikal
berkisar antara umur 15-35 tahun, tetapi manifestasi penyakit itu sendiri dapat
terjadi paling awal sekitar umur 6 atau 7 tahun, dan paling lambat terjadi pada
pertengahan 50-an.
6. Predileksi
Menurut data yang dikumpulkan dari
studi terhadap tulang temporal, tempat yang paling sering terkena Otosklerosis
adalah fissula ante fenestram yang terletak di anterior jendela oval (80%-90%).
Tahun 1985, Schuknecht dan Barber melaporkan area dari lesi otosklerosis yaitu
:
a. Tepi
dari tempat beradanya fenestra rotundum
b. Dinding medial bagian apeks dari koklea
c. Area posterior dari duktus koklearis
d. Region yang berbatasan dengan kanalis
semisirkularis
e. Kaki dari stapes sendiri.
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari otosklerosis
sangat kompleks. Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal
area sklerosis diantara tulang endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang
dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu :
1. Fase
awal otospongiotic
Gambaran histologis: terdiri dari
histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan grup sel paling aktif. Osteosit
mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan
pelebaran lumen pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat
terlihat sebagai gambaran kemerahan pada membran timpani. Schwartze sign
berhubungan dengan peningkatan vascular dari lesi yang mencapai daerah
permukaan periosteal.
Dengan keterlibatan osteosit yang
semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar amorf dan
kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan pembentukkan spongy
bone. Penemuan histologik ini dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal
dengan nama Blue Mantles of Manasse.
2. Fase
akhir otosklerotik
Fase otosklerotik dimulai ketika
osteoklas secara perlahan diganti oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang
lunak dideposit pada area resorpsi sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada
kaki stapes akan menyebabkan fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga
pergerakan stapes terganggu dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear
terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli konduktif
Jika otosklerosis hanya melibatkan
kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit
footplate. Terjadinya tuli sensorineural pada otosklerosis dihubungkan
dengan kemungkinan dilepaskannya hasil metabolisme yang toksik dari luka
neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat, hubungan langsung dengan lesi
otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu menyebabkan perubahan konsentrasi
elektrolit dan mekanisme dari membran basal.
Kebanyakan kasus dari otosklerosis
menyebabkan tuli konduktif atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni
dari otosklerosis itu sendiri masih kontroversial. Kasus sensorineural
murni karena otosklerosis dikemukakan oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun
1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang
menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis :
1. Tanda
Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua telinga
2. Adanya
keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis
3. Tuli
sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi stapes
pada salah satu telinga
4. Secara tidak
biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli sensorineural murni
5. Onset
kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi stapes dan
berjalan tanpa etiologi lain
yang diketahui
6. CT-scan pada
pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan demineralisasi dari
kapsul koklear
7. Pada
timpanometri ada fenomena on-off.
2.5 WOC
OTOSKLEROSIS
2.6
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala otosklerosis :
1. Pedengaran
menurun secara progresif
2. Tinitus
3. Vertigo
4. Sulit mendengar suara yang
lembut dan nada rendah (tuli 30-40 db)
2.7
PENEGAKAAN DIAGNOSIS
1.
Anamnesa
Kehilangan pendengaran dan tinnitus
adalah gejala yang utama. Penurunan pendengaran berlangsung secara progressif
dengan angka kejadian bervariasi, tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi..
Tinnitus merupakan variasi tersering sebanyak 75 % dan biasanya berlangsung
menjadi lebih parah seiring dengan derajat tingkat penurunan pendengaran.
Umumnya dizziness dapat terjadi. Pasien mungkin mendeskripsikan seperti
vertigo, pusing yang berputar, mual dan muntah. Dizziness yang hanya
diasosiasikan dengan otosklerosis terkadang menunjukan proses otosklerosis pada
telinga dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk dibedakan dengan kausa lain
seperti sindrom Meniere’s. Pada 60% kasus, riwayat keluarga pasien yang terkena
otosklerosis dapat ditemukan.
2.
Pemeriksaan
Fisik
Membran timpani biasanya normal pada
sebagian besar kasus. Hanya sekitar 10% yang menunjukan Schwartze Sign.
Pemeriksaan garputala menunjukan kesan tuli konduktif. ( Rinne negatif ) Pada
fase awal dari penyakit tuli konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya
proses fiksasi stapes akan memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya
pada frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat
daripada hantaran udara. Tes Weber menunjukan lateralisasi ke arah telinga yang
memiliki derajat conduting hearing loss lebih besar. Pasien juga akan merasa
lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis Willisi).
3.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Audiogram
Kunci penelusuran secara objektif
dari otosklerosis didapat dari audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi
dapat juga mixed atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah
pelebaran air-bone gap secara perlahan yang biasanya dimulai dari frekuensi
rendah. Adanya Carhart’s Notch adalah diagnosis secara abstrak dari
otosklerosis , meskipun dapat juga terlihat pada gangguan konduktif lainnya.
Carhart’s notch adalah penurunan dari konduksi tulang sebanyak 10-30 db pada
frekuensi 2000Hz, diinduksi oleh adanya fiksasi stapes. Carhart’s notch akan
menghilang setelah stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah 50 db
untuk otosklerosis, kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas dari tulang
pendengaran. Speech discrimination biasanya tetap normal.
b. Tympanometri
Pada masa pre klinik dari
otosklerosis, tympanometri mungkin menunjukan “on-off” effect, dimana ada
penurunan abnormal dari impedance pada awal dan akhir eliciting signal. Ketika
penyakit berlanjut, adanya on-off ini memberi gambaran dari absennya reflek stapedial.
Gambaran timpanogram biasanya adalah tipe A dengan compliance yang rendah.
Walaupun jarang, gambaran tersebut dapat juga berbentuk kurva yang memendek
yang dirujuk ke pola tipe As.
c.
CT Scan
Fine – cut CT scan dapat
mengidentifikasi pasien dengan vestibular atau koklear otosklerosis, walaupun
keakuratannya masih dipertanyakan. CT dapat memperlihatkan gambaran
tulang-tulang pendengaran, koklea dan vestibular organ. Adanya area radiolusen
didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan pada awal penyakit ini, dan gambaran
diffuse sclerosis pada kasus yang lebih lanjut. Hasil yang negative bukan
berarti non diagnostik karena beberapa pasien yang menderita penyakit ini
mempunyai kemampuan dibawah dari metode CT paling canggih sekali.
2.8 DIAGNOSIS
BANDING
Otosklerosis terkadang sulit untuk
dibedakan dengan penyakit lain yang mengenai rangkaian tulang-tulang
pendengaran atau mobilitas membran timpani. Malahan diagnosis final sering
ditunda sampai saat bedah eksplorasi.
1. Fiksasi
kepala malleus, menyebabkan gangguan konduktif yang serupa dan dapat terjadi
pada konjugasi dari fiksasi stapes. Inspeksi menyeluruh terhadap seluruh tulang
adalah penting dalam operasi stapes untuk menghindari adanya lesi yang
terlewatkan seperti itu
2. Congenital
fixation of stapes, dapat terjadi karena abnormalitas dari telinga tengah dan
harus dipertimbangkan pada kasus gangguan pendengaran yang stabil semenjak
kecil. Congenital stapes fixation dapat pula terjadi pada persambungan dengan
abnormalitas: membran timpani yang kecil, partial meatal atresia atau manubrium
yang memendek
3. Otitis Media
Sekretoria Kronis, dengan otoskop dapat menyerupai otosklerosis, tetapi
timpanometri dapat mengindikasi adanya cairan di telinga tengah pada otitis
media
4. Timpanosklerosis,
dapat menimpa satu atau lebih tulang pendengaran. Gangguan konduktif mungkin
sama dengan yang terlihat pada otosklerosis. Adanya riwayat infeksi, penemuan
yang diasosisasikan dengan myringosklerosis dan penurunan pendengaran yang stabil
dibanding progressif adalah tipikal untuk timpanosklerosis
5. Osteogenesis
imperfecta (van der Hoeve – de Kleyn Syndrome), adalah kondisi autosomal
dominan dimana terdapat defek dari aktivitas osteoblast yang menghasilkan
tulang yang rapuh dan bersklera biru. Sebagai tanbahan, terdapat fraktur tulang
multiple dan sekitar setengah dari pasien ini memiliki fiksasi stapes. Respon
jangka pendek dari operasi stapes pada pasien ini sama dengan yang terlihat
pada otosklerosis. Tetapi progresif sensorineural hearing loss post operasi
lebih sering terjadi.
2.9
PENATALAKSANAAN
90% pasien hanya dengan bukti
histologis dari otosklerosis adalah simptomatik karena lesi barlangsung tanpa
fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada pasien yang asimptomatik ini,
penurunan pendengaran progressif secara konduktif dan sensorineural biasanya
dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih cepat tergantung pada
faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran akan berhenti stabil
maksimal pada 50-60 db.
1. Amplifikasi
Alat Bantu dengar baik secara
unilateral atau bilateral dapat merupakan terapi yang efektif. Beberapa pasien
yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk operasi dapat menggunakan alat
bantu dengar ini.
2. Terapi Medikamentosa
Tahun 1923 Escot adalah orang
pertama yang menemukan kalsium florida untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini
diperkuat oleh Shambough yang memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik
dengan penggunaan sodium florida. Ion florida membuat komplek flourapatit.
Dosis dari sodium florida adalah 20-120 mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan
florida yang dikombinasi dengan 400 U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate
berdasar teori bahwa vit D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis.
Efek samping dapat menimbulakan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan
menguarangi dosis atau menggunakan enteric-coated tablets. Dengan menggunakan
regimen ini, sekitar 50 % menunjukan symptom yang tidak memburuk, sekitar 30 %
menunjukan perbaikan.
3. Terapi Bedah
Pembedahan akan membutuhkan
penggantian seluruh atau sebagian dari fiksasi stapes. Seleksi pasien kandidat
utama stapedectomy adalah yang mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu
secara sosial, yang dikonfirmasi dengan garputala dan audiometric menunjukan
tuli konduktif atau campur. Speech discrimination harus baik. Secara umum,
pasien dengan penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih
baik dari Air Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan
paling maksimal dari operasi. Pasien harus mempunyai resiko anaestesi yang minimal dan tidak memiliki kontraindikasi.
4.
Indikasi bedah
1. Tipe
otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi stapes
2. Otosklerosis
atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis media kronis (sebagai
tahapan prosedur)
3. Osteogenesis imperfekta
4. Beberapa keadaan anomali kongenital
5. Timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes
diindikasikan (sebagai tahapan operasi)
2.10 PROGNOSIS
Pemeriksaan
garpu tala preoperative menentukan keberhasilan dari tindakan bedah, diikuti
dengan alat-alat bedah dan teknik pembedahan yang digunakan ikut menentukan
prognosis.
2.11 KOMPLIKASI
1. Tuli
kondusif
2. Glomus jugulare
(tumor yang tumbuh dari bulbus jugularis)
3. Neuroma nervus
fasialis (tumor yang berada pada nervus VII, nervus fasialis)
4. Granuloma
Kolesterin. Reaksi system imun terhadap produksi samping darah (kristal
kolesterol)
5. Timpanosklerosis.
Timbunan kolagen dan kalsium didalam telinga tengah yang dapat mengeras
disekitar osikulus sebagai akibat infeksi berulang. (Bruer & Suddart, 2001)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, umur(Insiden
dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertumbuhnya umur), jenis kelamin(Otosklerosis
sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita dibanding pria), pekerjaan, alamat, status
keluarga, penanggung jawab pasien.
2.
Riwayat kesehatan
·
Riwayat penyakit sekarang
Pasien
mungkin mendeskripsikan seperti vertigo, pusing yang berputar, mual dan muntah.
Dizziness yang hanya diasosiasikan dengan otosklerosis terkadang menunjukan
proses otosklerosis pada telinga dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk
dibedakan dengan kausa lain seperti sindrom Meniere’s.
·
Riwayat penyakit dahulu
Pasien biasanya sebelum mengalami
otosklerosis mengalami gangguan pendengaran seperti tinnitus,secret pada
telinga dll.
·
Riwayat kesehatan keluarga
Sekitar
60% dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki keluarga
dengan riwayat sama.
3.2
PEMERIKSAAN FISIK
1.
Penggambaran tentang masalah telinga
sebelumya khususya telinga bagian tengah (termasuk adanya infeksi dan
kehilangan pendengaran)
2.
Kaji adanya nyeri pada telinga
(otalgia)
3.
Kaji adanya eritema
4.
Kaji adaya secret pada telinga (otore)
5.
Kaji adanya tinnitus dan vertigo
6.
Pemeriksaan garputala
menunjukan kesan tuli konduktif. (Rinne negative). Pada fase awal dari penyakit
tuli konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan
memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada frekuensi 1024 Hz akan
memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat daripada hantaran udara.
7.
Tes Weber menunjukan
lateralisasi ke arah telinga yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih
besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis
Willis).
3.3
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Audiogram
Kunci penelusuran secara objektif dari
otosklerosis didapat dari audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat
juga mixed atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran
air-bone gap secara perlahanyang biasanya dimulai dari frekuensi rendah. Adanya
Carhart’s Notch adalah diagnosis secara abstrak dari otosklerosis, meskipun
dapat juga terlihat pada gangguan konduktif lainnya. Carhart’s notch adalah
penurunan dari konduksi tulang sebanyak 10-30 db pada frekuensi 2000 Hz,
diinduksi oleh adanya fiksasi stapes. Carhart’s notch akan menghilang setelah
stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah 50 db untuk otosklerosis,
kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas dari tulang pendengaran. Speech
discrimination biasanya tetap normal.
b. Tympanometri
Pada masa pre klinik dari otosklerosis,
tympanometri mungkin menunjukan “on-off” effect, dimana ada penurunan abnormal
dari impedance pada awal dan akhir eliciting signal. Ketika penyakit berlanjut,
adanya on-off ini memberi gambaran dari absennya reflek stapedial. Gambaran
timpanogram biasanya adalah tipe A dengan compliance yang rendah. Walaupun
jarang, gambaran tersebut dapat juga berbentuk kurva yang memendek yang dirujuk
ke pola tipe As.
c. CT Scan
Dapat mengidentifikasi pasien dengan
vestibular atau koklear otosklerosis, walaupun keakuratannya masih
dipertanyakan. CT dapat memperlihatkan gambaran tulang- tulang pendengaran,
koklea dan vestibular organ. Adanya area radiolusen didalam dan sekitar koklea
dapat ditemukan pada awal panyakit ini, dan gambaran diffuse sclerosis pada
kasus yang lebih lanjut. Hasil yang negative bukan berarti non diagnostik
karena beberapa pasien yang menderita penyakit ini mempunyai kemampuan dibawah
dari metode CT paling canggih.
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Perubahan persepsi sensori pendengaran
berhubungan dengan penurunan atau hilang pendengaran
2.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan adanya penekanan massa pada tulang teliga
3.
Gangguan harga diri berhubungan dengan
perubahan fungsi tubuh
4.
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan
adanya vertigo
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan adanya vertigo
6.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah
7.
Kurang pegetahuan berhubungan dengan
keterbatasan kognisi dan tidak mengenal informasi
8.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubunga
dengan pembedahan telinga ekstensif
9.
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder terhadap pembedahan telinga
3.5 INTERVENSI
1.
Perubahan persepsi sensori pendengaran
berhubungan dengan penurunan atau hilang pendengaran
Intervensi :
o Gunakan bahasa non verbal
ketika berkomunikasi dengan pasien
o Bertatap muka ketika
berkomunikasi dengan paien
o Anjurkan untuk periksa telinga
secara teratur
o Berikan penjelasan tentang proses perjalanan penyakit dan prosedur
pengobatan
2.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan adanya penekanan massa pada tulang telinga
Intervensi :
o Observasi tanda-tanda vital
o Ajarkan teknik relaksasi
o Lakukan teknik distraksi
o Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
3.
Gangguan harga diri berhubungan dengan
perubahan fungsi tubuh
Intervensi :
o Kaji kapasitas fisiologi yang bersifat
umum
o Sarankan klien untuk mengekspresikan
perasaanya
o Berikan informasi mengenai penyakitnya
Dekati pasien
dengan ramah dan penuh perhatian
4.
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan
adanya vertigo
Intervensi :
o Bantu klien dalam memenuhi ADL
o Berikan penjelasan pada klien mengenai
kondisinya
5.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan adanya vertigo
Intervensi :
o Ajarkan mobilisasi pasif
o Bantu klien dalam memenuhi ADL
6.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah
Intervensi :
o Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering
o Sajikan makann dalam keadaan hangat dan
menarik
o Kolaborasi medis untuk pemberian anti
emesis
7.
Kurang pegetahuan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif dan tidak mengenal informasi
Intervensi :
o Kaji tingkat pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya
o Beri penjelasan pada klien dan keluarga
tentang tentang penyakit dan kondisinya
o Diskusikan mengenai penyebab dari
penyakitnya
o Minta klien dan keluarga untuk
menjelaskan kembali tentang materi yang sudah dijelaskan
8.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan adanya luka post operasi
Intervensi :
o Observasi tanda-tanda vital
o Ajarkan teknik relaksasi
o Lakukan teknik distraksi
o Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
9.
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder terhadap pembedahan telinga
Intervensi :
o Lakukan perawatan luka dengan teknik
aseptik anti septik
o Observasi tanda-tanda infeksi
1.4
IMPLEMENTASI
Komponen
implementasi dalam proses mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan umtuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan.Ketrampilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada :
a) Melakukan
aktivitas untuk klien atau membantu klien.
b) Melakukan
pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status
masalah yang telah ada.
c) Memberi
pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru
tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
d) Membantu
klien membuat keputusan tentang layanan kesehatannya sendiri’
e) Berkonsultasi
dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan
yang tepat.
f) Memberi
tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan
masalah kesehatan.
g) Membantu
klien melakukan aktivitasnya sendiri.
h) Membantu
klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia.
(Susi,2007)
1.5
EVALUASI
Evaluasi
merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diaknosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. (Nursalam,2001, di kutip dari ignatavicius
dan bayne,1994)
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Proses
pendengaran ialah salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan. Saat ini
banyak gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendengar, salah satunya
adalah otosklerosis. Dalam penelitian, kelainan ini terdapat pada masyarakat
dalam jumlah yang signifikan.
Otosklerosis merupakan salah satu
penyebab umum tuli konduktif pada orang dewasa. Kelainan disebabkan karena
gangguan autosomal dominan yang terjadi pada wanita maupun pria. Pasien
mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau awal dua puluhan. Kelainan
ini merupakan penyakit labirin tulang, dimana terbentuk suatu daerah
otospongiosis {tulang lunak} terutama di depan dan didekat kaki stapes menjadi
terfiksasi.
Otosklerosis cukup lazim terjadi
yaitu pada hampir dari 10% populasi. Namun hanya presentase kecil yang kemudian
bermanifestasi secara klinis sebagai gangguan pendengaran. Pasien perlu dinilai
secara cermat, baik melalui pemeriksaan audiologik maupun dengan pemeriksaan
otologik
4.2
SARAN
Demikianlah penulisan makalah ini
saya buat.penulis sadar bahwa isi dalam makalah ini belum bisa menjawab
tuntutan kurikulum tetapi kiranya bermanfaat bagi para pembaca. Penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC,
2002.
2. Dongoes, Marilyan Eet all. Rencana
Asuhan Keperawatan. Edisi III.
Jakarta : EGC, 1999.
Jakarta : EGC, 1999.
3. Boies, L.R. Buku Ajar Penyakit
THT. Edisi 6. Cetakan ke III. Jakarta : EGC, 1997.
4. Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok Kepala Leher. Edisi ke 5 Cetakan ke2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002.