ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO
RETINA
DISUSUN OLEH :
1. Nur Rahmat R ( 201202039 )
2.
Andriani
Norrita S ( 201202004 )
3.
Riske
Dwi H. ( 201202048
)
4.
Febriansyah
M. P. ( 201202018 )
5.
Beuty
Joanita P. ( 201202010 )
6.
Yoga
Ridho F. ( 201202059
)
7. Renzy Avionita ( 201202044 )
PRODI SI
KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI
HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN
AJARAN 2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ablasio
Retina terjadi apabila retina terlepas dari tempat perlekatannya. Kejadian ini
serupa dengan walpaper yang terkelupas dari dinding. Hal ini diawali oleh
robeknya retina yang diikuti menyusupnya cairan pada robekan tersebut. Cairan
tersebut akan menyusup terus diantara retina dan dinding bola mata yang
berakibat terlepasnya retina. Retina yang terlepas ini dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan secara permanen.
Ablasio
retina adalah terlepasnya retina dari perlekatan dengan lapisan dibawahnya,
sebagian atau seluruhnya, sehingga mengakibatkan terputusnya proses
penglihatan. Keadaan ini dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan.
Kejadian
ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada berbagai usia.
Kejadian ini lebih besar kemungkinannnya pada penderita yang memakai kaca mata
minus (miopia) tinggi. Juga dapat terjadi akibat pukulan yang keras.
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui tentang
Ablasio Retina baik dari segi materi, cara pembuatan askep, dan melakukan
tindakan keperawatan kepada pasien yang menderita Ablasio Retina
1.3 Manfaat
·
Mahasiswa dapat
menjelaskan tentang pengertian ablasio retina
·
Mahasiswa dapat
menjelaskan tentang anatomi fisiologi
·
Mahasiswa dapat
menjelaskan tentang Etiologi
·
Mahasiswa dapat
menjelaskan tentang Patofisiologi
·
Mahasiswa dapat
menjelaskan tentang Manisfestasi Klinis
·
Mahasiswa dapat
menjelaskan tentang Penatalaksanaan
·
Mahasiswa dapat
menjelaskan tentang Dampak Masalah
·
Mahasiswa dapat
menjelaskan tentang Komplikasi
·
Mahasiswa dapat
menjelaskan tentang Prognosis
·
Mahasiswa dapat
menjelaskan tentang WOC dan Askep Ablasio Retina
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Ablasio berasal dari
bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau terlepasnya salah satu bagian
badan. Menurut Vera H. Darling dan Margaret R. Thorpe (1996) menjelaskan bahwa
ablasio retina lebih tepat disebut dengan separasi retina. Disebutkan demikian
karena terdapat robekan retina sehingga terjadi pengumpulan cairan retina
antara lapisan basilus (sel batang) dan komus (sel kerucut) dengan sel-sel
epitelium pigmen retina. Keadaan ini dapat terjadi karena lapisan luar retina
(sel epitel pigmen) dan lapisan dalam (pars optika) terletak dalam aposisi
tanpa membentuk perlekatan kecuali di sekitar diskus optikus dan pada tepinya
yang bergelombang yang disebut ora serata.
Ablasia retina adalah
suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian
sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan
atau lubang didalam retina , sedangkan menurut Barbara L.
Christensen Ablasio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di
daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga
mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan
cairan.
Ablasio retina lebih besar kemunkinanya pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina. Merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia tinggi.
Ablasio retina lebih besar kemunkinanya pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina. Merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia tinggi.
Penyakit ini harus dioperasi, penderita tidak boleh terlalu
banyak bergerak dan goyang supaya bagian retina yang sudah lepas tidak
bertambah lepas lagi.
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI
Mata adalah suatu organ komplek yang berkembang sangat
fotosensitif yang memungkinkan analisa dengan tepat bentuk, intensitas cahaya,
dan warna yang dipantulkan dari obyek (Loise Junquend, MD dan Jose Larneiro,
1997 :195).
Indera penglihatan terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1. Bola mata (bulbus okuli) dengan saraf optik (nervus
optikus)
Bola mata,
terdiri dari 3 lapisan:
·
Sklera.
Merupakan lapisan fibrous yang elastis yang merupakan bagian dinding luar
bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh
kantong konjungtiva (Syaifuddin, 1997 :147).
·
Khoroid
Suatu membran berpigmen yang berada dibawah sklera yang membantu
perpendaran cahaya. Tepat dibawah kornea, khoroid berubah menjadi iris
(Elizabeth J. Corwin, 2000 :201).
·
Retina.
Retina mencakup duapertiga bagian dalam dinding belakang bola mata. Retina
merupakan lembaran jaringan neural berlapis banyak yang melekat erat pada satu
lapis sel epitel berpigmen yang kemudian menempel pada membran Brunch. Bagian
anterior retina melekat erat pada epitel pigmen. Di bagian belakang, saraf
optik melekatkan retina ke dinding bola mata. Di lain tempat retina mudah
dipisahkan dari epitel pigmen. Pada orang dewasa, ora serata di bagian temporal
bola mata letaknya kurang lebih 6,5 mm dibelakang garis Schwalbe, sedangkan di
bagian nasalnya kurang lebih 5,7 mm di belakang garis yang sama. Di ora serata
tebal retina 0,1 mm, sedangkan di polus posterior 0,23 mm. Yang paling tipis
adalah fovea sentral yaitu bagian tengah makula. Retina normal bersifat bening
dan sebagian cahaya di pantulkan di batas vitreoretina. Pada pemeriksaan
oftalmoskopis direk, permukaan fovea yang cekung menghasilkan bayangan lampu
terbalik dan nyata. Fovea sentral yang terletak kira-kira 3,5 mm di sebelah
lateral papil optik khusus untuk membedakan penglihatan yang halus. Di fovea,
semua reseptor adalah sel kerucut, lapisan nuklear luar tipis, lapisan parenkim
lainnya bergeser sentrifulgar, dan membran limitans dalam tipis. Hampir di
seluruh retina akson sel-sel reseptor melintas langsung ke bagian dalam lapisan
pleksiform luar berhubungan dengan dendrit sel-sel lapisan horisontal dan
sel-sel bipolar yang menuju keluar dari lapisan nuklear dalam, tetapi di makula
akson sel-sel reseptor miring arahnya dan dinamakan lapisan serabut Henle.
Akson sel-sel bipolar berhubungan dengan sel amakrin dan sel ganglion di
lapisan pleksiform dalam yang teranyam dengan rapat. Akson panjang sel-sel
ganglion berjalan melalui lapisan serabut saraf menuju saraf optik.
Retina di pasok darah dari 2 sumber. Lapisan koriokapiler adalah lapisan
tunggal yang terdiri atas kapiler-kapiler dengan rongga-rongga yang tersusun
rapat dan melekat erat pada permukaan luar membran Brunch. Koriokapiler memasok
darah pada sepertiga bagian luar retina, termasuk lapisan-lapisan pleksiform
luar dan nuklear luar, fotoreseptor dan epitel pigmen. Duapertiga bagian dalam
retina menerima cabang-cabang arteri retina sentral. Karena koriokapiler adalah
satu-satunya pemasok darah ke fovea sentral, sedangkan fovea sentral adalah bagian
terpenting dari retina, maka apabila retina di daerah ini terlepas dari
dasarnya, maka akan terjadi kerusakan fovea untuk selama-lamanya
(Daniel Vaughan dan Tailor Asbury, 1995 : 191).
2. Alat penunjang (adnexa)
·
Kelopak mata (palpebra)
Merupakan lipatan jaringan yang mudah digerakkan dan berfungsi melindungi
mata. merupakan kulit tubuh tertipis, longgar dan lentur, sehingga mudah
mengalami pembengkakan hebat dan kemudian bisa normal kembali ke ukuran semula
(Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 69).
·
Kelenjar air mata (Aparatus lakrimalis)
Aparatus lakrimalis menghasilkan airmata yang terdiri atas : kelenjar
lakrimalis, duktus lakrimalis atas dan bawah, kantung lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis (John Gibson, MD, 1995 : 250).
·
Otot-otot penggerak rongga mata (Muskulus okuli)
Merupakan otot ekstrinsik mata yang terdiri dari 7 buah otot, 6 buah otot
diantaranya melekat dengan os kavum orbitalis, 1 buah mengangkat kelopak mata
ke atas. Muskulus rektus okuli berorigo pada anulus tendineus komunis, yang merupakan
sarung fibrosus yang menyelubungi nervus optikus (Syaifuddin, 1997 : 146).
3.
Rongga orbita (cavum orbitae)
Secara skematik rongga orbita digambarkan sebagai piramid dengan 4 dinding
yang puncaknya di belakang. Dinding lateral dan dinding medial orbita membentuk
sudut 45 derajat, sehingga terbentuk sudut tegak lurus antara kedua dinding
lateral tersebut. Bentuk orbita seperti buah pear, dengan saraf optik sebagai
batangnya (Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 265).
2.3 ETIOLOGI
Sebagian
besar ablasio retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan atau
lubang-lubang di retina, dikenal sebagai ablasio retina regmatogen
(Rhegmatogenous Retinal Detachment). Kadang-kadang proses penuaan yang normal
pun dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih
sering mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya
korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah bola
mata. Korpus vitreum melekat erat pada beberapa lokasi. Bila korpus vitreum
menyusut, ia dapat menarik sebagian retina ditempatnya melekat, sehingga
menimbulkan robekan atau lubang pada retina. Beberapa jenis penyusutan korpus
vitreum merupakan hal yang normal terjadi pada lanjut usia dan biasanya tidak
menimbulkan kerusakan pada retina. Korpus vitreum dapat pula menyusut pada bola
mata yang tumbuh menjadi besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari
rabun jauh), oleh peradangan, atau karena trauma.
Pada sebagian besar kasus retina baru lepas
setelah terjadi perubahan besar struktur korpus vitreum. Bila sudah ada
robekan-robekan retina, cairan dari korpus vitreum dapat masuk ke lubang di
retina dan dapat mengalir di antara lapisan sensoris retina dan epitel pigmen
retina. Cairan ini akan mengisi celah potensial antara dua lapisan tersebut di
atas sehingga mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak
akan berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur atau
daerah buta.
Bentuk
ablasio retina yang lain yaitu ablasio
retina traksi ( Traction Retinal Detachment ) dan ablasio retina eksudatif (Exudative Retinal Detachment) umumnya
terjadi sekunder dari penyakit lain. Ablasio retina traksi disebabkan adanya
jaringan parut ( fibrosis ) yang melekat pada retina. Kontraksi jaringan parut
tersebut dapat menarik retina sehingga terjadi ablasio retina. Ablasio retina
eksudatif dapat terjadi karena adanya kerusakan epitel pigmen retina (pada
keadaan normal berfungsi sebagai outer barrier), karena peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah oleh berbagai sebab atau penimbunan cairan yang terjadi pada
proses peradangan.
Penyakit
ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti tumor, peradangan
hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Ablasio retina
dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat adanya
robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen)
atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non
rhegmatogen), atau tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan
eksudat terjadi akibat penyakit koroid, misalnya skleritis, koroiditis, tumor
retrobulbar, uveitis dan toksemia gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat
disebabkan DM, proliferatif, trauma, infeksi atau pasca bedah.
2.4 PATOFISIOLOGI
Longgarnya
perlekatan antara epitel pigmen dan retina menyebabkan keduanya bisa terlepas
satu terhadap yang lain, sehingga cairan bisa terkumpul diantaranya. Cairan
tersebut biasanya berasal dari bagian badan kaca yang cair yang dengan bebas
melewati lubang di retina menuju kedalam rongga yang terbentuk karena
terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut (Daniel Vaughan dan Taylor
Asbury, 1995 : 205).
Penyebab
ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat dan refraksi lensanya
normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi retina untuk melekat
dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang biasanya tidak
terdiagnosis letaknya di pinggiran bawah retina. Kadang-kadang di
tempat yang sama terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas
dari perlekatannya maka akan terbentuk suatu lubang seperti yang disebutkan
diatas (Robert Youngson, 1985 : 120).
Pada
ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya mendapat nutrisi dari
pembuluh darah koriokapiler tidak lagi mendapat nutrisi yang baik dari koroid.
Akibatnya akan terjadi degenerasi dan atropi sel reseptor retina. Pada saat
degenerasi retina terjadi kompensasi sel epitel pigmen yang melakukan serbukan
sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi kompensasi akan terlihat sel epitel
pigmen di depan retina. Selain itu juga akan terjadi penghancuran sel kerucut
dan sel batang retina. Bila degenerasi berlangsung lama, maka sel pigmen akan
bermigrasi ke dalam cairan sub retina dan ke dalam sel reseptor kerucut dan
batang.
Bila
pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke dalam cairan
sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan koroid maka
akan terjadi degenerasi koroid. Apabila terjadi degenerasi sel reseptor maka
keadaan ini akan berlanjut ke dalam jaringan yang lebih dalam, yang kemudian
jaringan ini diganti dengan jaringan glia.
Apabila
proses diatas belum terjadi dan ablasio retina ditemukan dini dan kemudian
kedudukan retina dikembalikan ke tempat asalnya, maka akan terjadi pengembalian
penglihatan yang sempurna (Dr Sidarta Illyas, 1984 : 108).
2.5
MANIFESTASI KLINIS
Dikenal
ada tiga bentuk umum ablasi retina yaitu :
1.
Ablasi
retina regmatogenosa
Ablatio
Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang
menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul
sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas.
Pada
ablasi retina regmatogenosa akan memberikan gejala terdapat gangguan
penglihatan yang kadang-kadang terlihat seperti tabir yang menutup. Terdapat
riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapanganpenglihatan.Ablasi yang
berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya Karena dapat mengagkat
macula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasi retina bila dilepasnya
mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi
akan terlihat retina yang terangkat berwarana pucat dengan pembuluh darah di
atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata
bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang-kadang
terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen
pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meningkat
bila telah terjadi neovaskularisasi glaucoma pada ablasi yang telah lama.
2.
Abrasi
retina traksi atau tarikan
Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi
akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi
retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
3.
Ablasi
retina eksudasi
Ablatio eksudatif, terjadi
karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses peradangan, gabungan
dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap
berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen.
Ablasi retina eksudai, ablasi yang terjadi akibat
tertimbunnya eksudasi dibawah retina dan mengangkat retina. Pada ablasi tipe
ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasi ini dapat
hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.
Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti
melihat pijaran api, penglihatan menurun secara bertahap sesuai dengan daerah
yang terkena, bila makula yang terkena maka daerah sentral yang terganggu.
Ruangan potensial antara
neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optic embrionik.
Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang matur dapat berpisah.
1.
Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreous yang mengalami
likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif
(ablasio retina regmatogenosa)
2.
Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan
retina (misal seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus
(ablasio retina traksional)).
3.
Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruang subretina
akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan
(ablasio retina eksudatif).
2.6
PENATALAKSANAAN
A. Pada pembedahan terdapat dua teknik bedah utama untuk
memperbaiki ablasi retina :
1. Pendekatan konvensional (eksternal). Pada pendekatan
eksternal, robekan ditutup dengan menekan sclera menggunakan pita plomb silicon
yang diletakkan eksternal. Ini menghilangkan traksi vitreous pada lubang retina
dan mendekatkan epitel pigmen retina pada retina. Mungkin sebelumnya diperlukan
drainase akumulasi cairan subretina yang sangat banyak dengan membuang lubang
kecil pada sclera dan koroid menggunakan jarum (sklerostomi).
2. Pembedahan Vitreoretina (internal). Pada pendekatan
internal, vitreous diangkat dengan pemotong bedah mikro khusus yang dimasukkan
ke dalam rongga vitreus melalui pars plana, tindakan ini menghilangkan traksi
vitreous pada robekan retina.
Tujuan operasi
adalah untuk mengeluarkan cairan sub retina, menutup lubang atau robekan dan
untuk melekatkan kembali retina. Hal ini dikarenakan jarang terjadi pertautan
kembali secara spontan. Apabila diagnosis ablasio retina telah ditegakkan maka
pasien harus MRS dan dipersiapkan untuk menjalani operasi.
Opersi ablasio
retina tersebut antara lain :
1. Elektrodiatermi
Dengan menggunakan jarum elektroda, melalaui sclera
untuk memasukkan cairan subretina dan mengeluarkan suatu bentuk eksudat dari
pigmen epithelium yang menempel pada retina.
2. Sclera Buckling
Suatu bentuk tehnik dengan jalan sclera dipendekkan,
lengkungan terjadi dimana kekuatan pigmen epithelium lebih menutup retina,
mengatasi pelepasan retina dan menempatkan posisi semula, maka sebuah silikon
kecil diletakkan pada sclera dan diperkuat dengan membalut melingkar. Peralatan
tersebut dapat mempertahankan agar retina tetap berhubungan dengan koroid dan
sclera eksudat dari pigmen epithelium lebih menutup sclera.
3. Photocoagulasi
Suatu sorotan cahaya dengan laser menyebabkan dilatasi
pupil. Dilakukan dengan mengarahkan sinar laser pada epithelium yang mengalami
pigmentasi. Epithelium menyerap sinar tersebut dan merubahnya dalam bentuk
panas. Metode ini digunakan untuk menutup lubang dan sobekan pada bagian
posterior bola mata.
4. Cyro Surgery
Suatu pemeriksaan super cooled yang dilakukan pada
sclera, menyebabkan kerusakan minimal seperti suatu jaringan parut, pigmen
epithelium melekat pada retina.
5. Cerclage
Operasi yang dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan
kaca. Pada keadaan cairan retina yang cukup banyak dapat dilaksanakan phungsi
lewat sclera.
·
Usaha
Pre-operatif :
Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi, penderita sudah
harus masuk rumah sakit, harus tirah baring sempurna (Bedrest total). Kepala
dan mata tidak boleh digerakan, mata harus di tutup segera, segala keperluan
pen-derita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti: Atropin
tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk salep mata karena akan
menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep). Persiapan
lainnya sama dengan persiapan operasi katarak, operasi ablasio retina mengguna
kan anestesi umum tetapi bila menggunakan anestesi lokal maka 1 jam sebelum
operasi diberikan luminal (100 mg) atau largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam
sesudahnya diberi pethidine (50 mg) dan phenergan (25 mg) IM.
·
Usaha
Post-operatif :
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan
adalah posisi kepala, per-gerakan mata, obat-obat, lamanya mobilisasi dan
pemeriksaan lanjutan (follow –up). Posisi kepala dan badan, arah miringnya
kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana punksi
cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat besar, posisi kepala dan
badan dipertahankan sedikitnya 12 hari. Pergerakan mata, bila operasi dilakukan
dengan kombinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant atau
scleral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 – 72 jam sedang badan boleh
bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau
diathermi saja mata ditutup selama 48 jam samapai cairan subretina diabsobsi.
Bila robekan belum semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama 12 – 14
hari, retina menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah
operasi, karena itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai
berikut:
-
Jangan
membaca.
-
Melihat
televisi hanya boleh dari jarak 3 meter.
-
Mata
diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya mata
ditutup.
·
Obat–obat:
Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri
(analgesik) 3 X 500 mg, bila mual muntah berikan obat anti muntah. Sesudah 24
jam tidak perlu diberikan obat-obat, kecuali bila merasa sakit. Penggantian
balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes
steril 1 %. Bila kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai
babat tindih (druk verban) dan kompres dingin.
B. Pada non pembedahan dilakukan pada jenis ablasio
retina eksudasi, dimana terapinya sesuai kausa penyebab ablasio retina.
2.7 DAMPAK MASALAH
Gangguan penglihatan merupakan masalah utama yang
muncul pada pasien dengan ablasio retina. Adanya gangguan ini secara langsung
dapat menimbulkan berbagai masalah pada pola hidup pasien sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang holistik. Berbagai masalah yang muncul, antara lain :
a.
Bagi Individu
1.
Pola aktifitas dan pergerakan tubuh
Pasien ablasio retina post operasi harus banyak beristirahat dan mengurangi
aktifitas yang dapat memperburuk kondisi kesehatannya.
2.
Pola kognitif dan sensori
Adanya gangguan sensori persepsi visual dapat menimbulkan keluhan kesukaran
untuk membaca, melihat, dan lain sebagainya pada diri pasien.
3.
Pola penanggulangan stress
Emosi dan kondisi psikis pasien ablasio retina akan menjadi labil. Pada
pasien akan muncul rasa cemas dan kekhawatiran akan kehilangan penglihatannya.
4.
Pola persepsi diri
Kecemasan dapat timbul pada pasien ablasio retina, juga dapat muncul rasa
khawatir dan takut akibat penurunan tajam penglihatannya.
5.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Dengan keadaannya, maka pada pasien ablasio retina dapat timbul perubahan
tentang penatalaksanaan kesehatannya sehingga dapat menimbulkan masalah dalam
merawat diri sendiri.
6.
Pola hubungan inter personal
Dengan kondisi kesehatannya, maka dapat timbul isolasi sosial pada diri
pasien.
7.
Pola tidur dan istirahat
Dengan kondisi psikis yang labil maka pasien dapat mengalami gangguan pola
tidur dan istirahat.
b.
Bagi keluarga
Dengan sakitnya salah satu anggota keluarga, maka akan
mempengaruhi kondisi psikologis seluruh anggota keluarga.
Biaya pengobatan yang mahal, perilaku pasien yang
sulit untuk bekerjasama, kurangnya pengetahuan anggota keluarga yang lain dalam
merawat pasien juga merupakan masalah tersendiri bagi keluarga.
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi pembedahan pada ablasi retina akan
menimbulkan perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif,
PVR), PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasi retina lebih lanjut.
2.9 PROGNOSIS
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Perbaikan
anatomis kadang tidak sejalan dengan perbaikan fungsi. Jika macula melekat dan
pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan
sangat baik. Jika macula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam
penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.
WOC ABLASIO RETINA
Inflamasi intraokuler
Peningkatan cairan eksudat/serosa
Tarikan retina sel-sel retina berdarah MK: Cemas
Robekan retina retina
terlepas dari epitel pigmen Penglihatan
berkurang
MK: Potensial terjadi
infeksi MK:
gangguan persepsi penglihatan
MK:
Potensial terjadi
kecelakaan
perubahan degenerasi
pada viterus
konsentrasi
as hidrorunat berkurang
vitreus menjadi makin cair
vitreus kolaps dan bengkak kedepan
MK:
Gangguan rasa nyaman nyeri
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
Suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan
keperawatan yang mempunyai empat tahapan yang terdiri dari pengkajian, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi (Lismidar,1990).
A. Pengkajian
Merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan yaitu, pengumpulan data, pengelompokan data, dan
perumusan diagnosis keperawatan (Lismidar, 1990).
a.
Pengumpulan data
1.
Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa,
jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-laki dan
perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering menggunakan
tenaga secara berlebihan atau tidak.
2.
Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan
seperti penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam
yang menutupi area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
3.
Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan
timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada
mata.
4.
Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami
pasien dan miopi tinggi.
5.
Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan
sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa
takut, kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien
menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
6.
Pola-pola fungsi kesehatan
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan post ablasio retina apabila
tidak terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :
a.
Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam
melaksanakan talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain
atau tidak.
b.
Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur
sebelum pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji
bagaimana pola tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit.
c.
Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga
ditanyakan aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah
pelaksanaan operasi.
d.
Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien
dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan
pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
e.
Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien.
Apakah ada perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi
kondisinya setelah palaksanaan operasi.
f.
Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan
pikiran pasien.
g.
Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling
sering muncul pada pasien.
7.
Pemeriksaan
a.
Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
b.
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
Pemeriksaan segmen anterior :
-
Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien post
operasi ablasio retina, palpebraenya akan bengkak.
-
Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya adalah
jernih.
-
Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang telah
masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin.
-
Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
-
Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan
mengalami hiperemi pada konjungtivanya.
Pemeriksaan segmen posterior
-
Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
-
Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.
Pemeriksaan diagnostik
-
Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan
untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan
menggunakan kartu snelen yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf tertentu
yang dibaca dengan pusat optik mata membentuk sudut 500 untuk
jarak tertentu. Pada ablasio retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.
-
Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan
retina, reflek dan gambaran koroid.
B. Analisis data
Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dikelompokkan
dan dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama
adalah data subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh pasien dan data
obyektif, yaitu data yang didasarkan pada pengamatan penulis. Data tersebut
dikelompokkan berdasarkan peranannya dalam menunjang suatu masalah, dimana
masalah tersebut berfokus kepada pasien dan respon yang tampak pada pasien.
C. Diagnosis keperawatan
Dari hasil analisis data diatas, dapat dirumuskan menjadi diagnosis
keperawatan sebagai berikut :
1.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio
retina.
2.
Potensial terjadi infeksi sehubungan adanya luka operasi ablasio retina.
3.
Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest
total.
4.
Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
5.
Gangguan konsep diri (harga diri rendah) sehubungan dengan kerusakan
penglihatan.
6.
Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
D. Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi prioritas diagnosis keperawatan, tujuan
dilakukan asuhan keperawatan, dan kriteria hasil yang diharapkan dari pasien
serta merumuskan rencana tindakan keperawatan yang akan terjadi.
1. Diagnosis Keperawatan Pertama
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
·
Tujuan
Rasa nyeri pasien hilang atau berkurang sehingga dapat meningkatkan rasa
kenyamanan pasien.
·
Kriteria Hasil
-
Secara verbal pasien mengatakan rasa nyaman terpenuhi.
-
Secara verbal pasien mengatakan rasa nyeri hilang atau berkurang.
·
Rencana Tindakan
-
Kolaborasi dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang digunakan
untuk menurunkan intensitas nyeri (relaksasi,distraksi)
-
Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan analgesik pada penurunan rasa
nyeri yang optimal.
-
Pantau tekanan darah setiap 4 jam.
·
Rasional
-
Untuk mengetahui keinginan pasien akan jenis tehnik penurun nyeri yang
diinginkan pasien.
-
Tim dokter dapat menentukan menentukan jenis analgesik yang diperlukan
pasien.
-
Rasa nyeri dapat menaikkan tekanan darah pasien.
2. Diagnosis Keperawatan Kedua
Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan adanya luka operasi
·
Tujuan
Tidak terjadi infeksi pada luka post operasi ablasio retina.
·
Kriteria Hasil
-
Pasien mampu melaporkan adanya tanda-tanda infeksi, seperti rasa nyeri,
bengkak, panas.
-
Tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi.
·
Rencana Tindakan
-
Pantau adanya tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, bengkak, nyeri,
panas.
-
Kaji status nutrisi pasien.
-
Instruksikan pada pasien pada pasien dan keluarga pasien
untuk melakukan tindakan aseptik yang sesuai.
-
Gunakan tehnik aseptik selama mengganti balutan.
Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian antibiotik.
-
Rawat luka setiap hari.
-
Kaji lingkungan pasien yang dapat menimbulkan infeksi.
·
Rasional
-
Infeksi yang lebih dini diketahui akan lebih mudah penanganannya.
-
Pemberian asupan kalori dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat
menunjang proses penyembuhan pasien
-
Untuk mencegah kontaminasi.
-
Tehnik aseptik dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
-
Tim dokter dapat menentukan jenis antibiotik yang sesuai dengan kondisi
pasien.
-
Rawat luka setiap hari dapat mencegah masuknya kuman.
-
Kondisi lingkungan pasien yang jelek dapat menimbulkan infeksi nosokomial.
3. Diagnosis Keperawatan Ketiga
Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
·
Tujuan
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
·
Kriteria Hasil
Secara verbal, pasien mengatakan dapat memenuhi kebutuhan diri yang sesuai
dengan kondisinya.
·
Rencana Tindakan
-
Latih pasien untuk dapat melakukan latihan yang sesuai dengan kondisinya.
-
Orientasikan lingkungan sekitar kepada pasien.
·
Rasional
-
Dengan latihan yang baik, pasien akan mampu memaksimalkan kemampuannya
untuk memenuhi kebutuhannya yang sesuai dengan kondisinya.
-
Pengenalan pada lingkungan akan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.
4. Diagnosis Keperawatan Keempat
Adanya kecemasan sehubungan dengan
ancaman kehilangan penglihatan.
·
Tujuan
Cemas berkurang atau hilang.
·
Kriteria Hasil
-
Pasien mampu menggunakan koping yang efektif.
-
Pasien tidak tampak murung.
-
Pasien dapat tidur dengan tenang.
·
Rencana Tindakan
-
Monitor tingkat kecemasan pasien melalui observasi respon fisiologis.
-
Beri informasi yang jelas sesuai dengan tingkat pengetahuan pasien tentang
penyakit yang dideritanya.
·
Rasional
-
Dengan monitor tingkat kecemasan dapat diketahui berapa besar stressor yang
dihadapi pasien.
-
Pemberian informasi dapat mengurangi kecemasan pasien.
5. Diagnosis Keperawatan Kelima
Gangguan citra diri sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
·
Tujuan
Pasien dapat mencapai kembali citra diri yang optimal.
·
Kriteria Hasil
-
Pasien mampu mengekspresikan tentang perubahan dan perkembangan kearah
penerimaan.
-
Pasien mampu menunjukkan rerspon yang adaptif terhadap perubahan citra
diri.
·
Rencana Tindakan
-
Sediakan waktu bagi pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
-
Tingkatkan hubungan dan dorongan dari orang terdekat.
-
Bantu pasien dalam diskusi dan penerimaan perubahan ketajaman penglihatan.
-
Dorong kemandirian yang ditoleransi.
·
Rasional
-
Hal ini dapat menumbuhkan perasaan pada pasien bahwa masih ada orang yang
menaruh perhatian pada pasien.
-
Orang terdekat mampu mengangkat kepercaayaan diri pasien.
-
Dari diskusi yang dilakukan diharapkan pasien dapat mengungkapkan
perasaannya dan dapat mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
-
Untuk menumbuhkan kepercayaan diri pasien.
6. Diagnosis Keperawatan Keenam
Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
·
Tujuan
Tidak terjadi kecelakaan atau cedera pada pasien.
·
Kriteria Hasil
-
Tidak terjadi perlukaan pada pasien.
-
Pasien dapat mengetahui faktor yang dapat menyebabkan perlukaan.
·
Rencana Tindakan
-
Periksa adanya perlukaan.
-
Orientasikan pada pasien lingkungan sekitarnya.
-
Hindari ketegangan pada pasien.
·
Rasional
-
Dengan mengkaji perlukaan dapat mencegah terjadinya perlukaan yang lebih
parah.
-
Diharapakan pasien dapat dapat mengenal lingkungannya sehingga akan
mengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
-
Ketegangan dapat menyebabkan kecelakaan.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
tindakan yang kontinu dan melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat
dalam penanganan pasien, termasuk pasien itu sendiri. Pada tahap ini akan kita
ketahui sejauh mana keberhasilan asuhan keperawatan yang kita laksanakan.
Sedangkan hasil yang kita harapkan adalah :
a.
Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang sehingga meningkatkan rasa nyaman
b.
Tidak terjadi infeksi.
c.
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
d.
Rasa cemas pasien hilang atau berkurang.
e.
Pasien dapat mencapai harga diri yang optimal.
f.
Tidak terjadi pencederaan diri.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ablasio Retina adalah
terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di bawahnya. Jaringan
saraf yang membentuk bagian peka cahaya pada retina membentuk suatu selaput
tipis yang melekat erat pada jaringan penyokong di bawahnya.
Ablasio retina seringkali
dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada retina, sehingga cairan di
dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan menyebabkan
terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya.
Hal tersebut bisa terjadi akibat:
-
Trauma
-
Proses penuaan
-
Diabetes berat
-
Penyakit
peradangan
4.2 Kritik Dan
Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca khususnya mahasiswa kesehatan serta mahasiswa mampu memahami
dengan baik dan jelas makalah ini dan dapat mengimplementasikan dalam dunia
kesehatan. Mohon maaf jika makalah ini
kurang dari sempurna, mohon kritik dan saran yang mendukung demi tercapai
makalah agar jauh lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar