Kamis, 14 Mei 2015

ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO RETINA



ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO RETINA

 

DISUSUN OLEH :
1.      Nur Rahmat R                     ( 201202039 )
2.      Andriani Norrita S              ( 201202004 )
3.      Riske Dwi H.                        ( 201202048 )
4.      Febriansyah M. P.               ( 201202018 )
5.      Beuty Joanita P.                   ( 201202010 )
6.      Yoga Ridho F.                      ( 201202059 )
7.      Renzy Avionita                    ( 201202044 )


PRODI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN AJARAN 2014/2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Ablasio Retina terjadi apabila retina terlepas dari tempat perlekatannya. Kejadian ini serupa dengan walpaper yang terkelupas dari dinding. Hal ini diawali oleh robeknya retina yang diikuti menyusupnya cairan pada robekan tersebut. Cairan tersebut akan menyusup terus diantara retina dan dinding bola mata yang berakibat terlepasnya retina. Retina yang terlepas ini dapat menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen.
Ablasio retina adalah terlepasnya retina dari perlekatan dengan lapisan dibawahnya, sebagian atau seluruhnya, sehingga mengakibatkan terputusnya proses penglihatan. Keadaan ini dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan.
Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada berbagai usia. Kejadian ini lebih besar kemungkinannnya pada penderita yang memakai kaca mata minus (miopia) tinggi. Juga dapat terjadi akibat pukulan yang keras.

1.2  Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui tentang Ablasio Retina baik dari segi materi, cara pembuatan askep, dan melakukan tindakan keperawatan kepada pasien yang menderita Ablasio Retina

1.3  Manfaat
·         Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian ablasio retina
·         Mahasiswa dapat menjelaskan tentang anatomi fisiologi
·         Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Etiologi
·         Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Patofisiologi
·         Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Manisfestasi Klinis
·         Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Penatalaksanaan
·         Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Dampak Masalah
·         Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Komplikasi
·         Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Prognosis
·         Mahasiswa dapat menjelaskan tentang WOC dan Askep Ablasio Retina
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN  
Ablasio berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau terlepasnya salah satu bagian badan. Menurut Vera H. Darling dan Margaret R. Thorpe (1996) menjelaskan bahwa ablasio retina lebih tepat disebut dengan separasi retina. Disebutkan demikian karena terdapat robekan retina sehingga terjadi pengumpulan cairan retina antara lapisan basilus (sel batang) dan komus (sel kerucut) dengan sel-sel epitelium pigmen retina. Keadaan ini dapat terjadi karena lapisan luar retina (sel epitel pigmen) dan lapisan dalam (pars optika) terletak dalam aposisi tanpa membentuk perlekatan kecuali di sekitar diskus optikus dan pada tepinya yang bergelombang yang disebut ora serata.
Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina , sedangkan menurut Barbara L. Christensen Ablasio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan.
Ablasio retina lebih besar kemunkinanya pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina. Merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia tinggi.
Penyakit ini harus dioperasi, penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak dan goyang supaya bagian retina yang sudah lepas tidak bertambah lepas lagi.
 


2.2  ANATOMI DAN FISIOLOGI
Mata adalah suatu organ komplek yang berkembang sangat fotosensitif yang memungkinkan analisa dengan tepat bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan dari obyek (Loise Junquend, MD dan Jose Larneiro, 1997 :195).
Indera penglihatan terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1.      Bola mata (bulbus okuli) dengan saraf optik (nervus optikus)
Bola mata, terdiri dari 3 lapisan:
·         Sklera.
Merupakan lapisan fibrous yang elastis yang merupakan bagian dinding luar bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva (Syaifuddin, 1997 :147).
·         Khoroid
Suatu membran berpigmen yang berada dibawah sklera yang membantu perpendaran cahaya. Tepat dibawah kornea, khoroid berubah menjadi iris (Elizabeth J. Corwin, 2000 :201).
·         Retina.
Retina mencakup duapertiga bagian dalam dinding belakang bola mata. Retina merupakan lembaran jaringan neural berlapis banyak yang melekat erat pada satu lapis sel epitel berpigmen yang kemudian menempel pada membran Brunch. Bagian anterior retina melekat erat pada epitel pigmen. Di bagian belakang, saraf optik melekatkan retina ke dinding bola mata. Di lain tempat retina mudah dipisahkan dari epitel pigmen. Pada orang dewasa, ora serata di bagian temporal bola mata letaknya kurang lebih 6,5 mm dibelakang garis Schwalbe, sedangkan di bagian nasalnya kurang lebih 5,7 mm di belakang garis yang sama. Di ora serata tebal retina 0,1 mm, sedangkan di polus posterior 0,23 mm. Yang paling tipis adalah fovea sentral yaitu bagian tengah makula. Retina normal bersifat bening dan sebagian cahaya di pantulkan di batas vitreoretina. Pada pemeriksaan oftalmoskopis direk, permukaan fovea yang cekung menghasilkan bayangan lampu terbalik dan nyata. Fovea sentral yang terletak kira-kira 3,5 mm di sebelah lateral papil optik khusus untuk membedakan penglihatan yang halus. Di fovea, semua reseptor adalah sel kerucut, lapisan nuklear luar tipis, lapisan parenkim lainnya bergeser sentrifulgar, dan membran limitans dalam tipis. Hampir di seluruh retina akson sel-sel reseptor melintas langsung ke bagian dalam lapisan pleksiform luar berhubungan dengan dendrit sel-sel lapisan horisontal dan sel-sel bipolar yang menuju keluar dari lapisan nuklear dalam, tetapi di makula akson sel-sel reseptor miring arahnya dan dinamakan lapisan serabut Henle.
Akson sel-sel bipolar berhubungan dengan sel amakrin dan sel ganglion di lapisan pleksiform dalam yang teranyam dengan rapat. Akson panjang sel-sel ganglion berjalan melalui lapisan serabut saraf menuju saraf optik.
Retina di pasok darah dari 2 sumber. Lapisan koriokapiler adalah lapisan tunggal yang terdiri atas kapiler-kapiler dengan rongga-rongga yang tersusun rapat dan melekat erat pada permukaan luar membran Brunch. Koriokapiler memasok darah pada sepertiga bagian luar retina, termasuk lapisan-lapisan pleksiform luar dan nuklear luar, fotoreseptor dan epitel pigmen. Duapertiga bagian dalam retina menerima cabang-cabang arteri retina sentral. Karena koriokapiler adalah satu-satunya pemasok darah ke fovea sentral, sedangkan fovea sentral adalah bagian terpenting dari retina, maka apabila retina di daerah ini terlepas dari dasarnya, maka akan terjadi kerusakan  fovea untuk selama-lamanya (Daniel Vaughan dan Tailor Asbury, 1995 : 191).
2.      Alat penunjang (adnexa)
·         Kelopak mata (palpebra)
Merupakan lipatan jaringan yang mudah digerakkan dan berfungsi melindungi mata. merupakan kulit tubuh tertipis, longgar dan lentur, sehingga mudah mengalami pembengkakan hebat dan kemudian bisa normal kembali ke ukuran semula (Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 69).
·         Kelenjar air mata (Aparatus lakrimalis)
Aparatus lakrimalis menghasilkan airmata yang terdiri atas : kelenjar lakrimalis, duktus lakrimalis atas dan bawah, kantung lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis (John Gibson, MD, 1995 : 250).
·         Otot-otot penggerak rongga mata (Muskulus okuli)
Merupakan otot ekstrinsik mata yang terdiri dari 7 buah otot, 6 buah otot diantaranya melekat dengan os kavum orbitalis, 1 buah mengangkat kelopak mata ke atas. Muskulus rektus okuli berorigo pada anulus tendineus komunis, yang merupakan sarung fibrosus yang menyelubungi nervus optikus (Syaifuddin, 1997 : 146).
3.      Rongga orbita (cavum orbitae)
Secara skematik rongga orbita digambarkan sebagai piramid dengan 4 dinding yang puncaknya di belakang. Dinding lateral dan dinding medial orbita membentuk sudut 45 derajat, sehingga terbentuk sudut tegak lurus antara kedua dinding lateral tersebut. Bentuk orbita seperti buah pear, dengan saraf optik sebagai batangnya (Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 265).

2.3  ETIOLOGI
Sebagian besar ablasio retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan atau lubang-lubang di retina, dikenal sebagai ablasio retina regmatogen (Rhegmatogenous Retinal Detachment). Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah bola mata. Korpus vitreum melekat erat pada beberapa lokasi. Bila korpus vitreum menyusut, ia dapat menarik sebagian retina ditempatnya melekat, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina. Beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan hal yang normal terjadi pada lanjut usia dan biasanya tidak menimbulkan kerusakan pada retina. Korpus vitreum dapat pula menyusut pada bola mata yang tumbuh menjadi besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari rabun jauh), oleh peradangan, atau karena trauma.
 Pada sebagian besar kasus retina baru lepas setelah terjadi perubahan besar struktur korpus vitreum. Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan dari korpus vitreum dapat masuk ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara lapisan sensoris retina dan epitel pigmen retina. Cairan ini akan mengisi celah potensial antara dua lapisan tersebut di atas sehingga mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta.
Bentuk ablasio retina yang lain yaitu ablasio retina traksi ( Traction Retinal Detachment ) dan ablasio retina eksudatif (Exudative Retinal Detachment) umumnya terjadi sekunder dari penyakit lain. Ablasio retina traksi disebabkan adanya jaringan parut ( fibrosis ) yang melekat pada retina. Kontraksi jaringan parut tersebut dapat menarik retina sehingga terjadi ablasio retina. Ablasio retina eksudatif dapat terjadi karena adanya kerusakan epitel pigmen retina (pada keadaan normal berfungsi sebagai outer barrier),  karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah oleh berbagai sebab atau penimbunan cairan yang terjadi pada proses peradangan.
Penyakit ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti tumor, peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Ablasio retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat adanya robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen) atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non rhegmatogen), atau tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksudat terjadi akibat penyakit koroid, misalnya skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatif, trauma, infeksi atau pasca bedah.

2.4  PATOFISIOLOGI
Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan retina menyebabkan keduanya bisa terlepas satu terhadap yang lain, sehingga cairan bisa terkumpul diantaranya. Cairan tersebut biasanya berasal dari bagian badan kaca yang cair yang dengan bebas melewati lubang di retina menuju kedalam rongga yang terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut (Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 205).
Penyebab ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat dan refraksi lensanya normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi retina untuk melekat dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang biasanya tidak terdiagnosis  letaknya di pinggiran bawah retina. Kadang-kadang di tempat yang sama terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari perlekatannya maka akan terbentuk suatu lubang seperti yang disebutkan diatas (Robert Youngson, 1985 : 120).
Pada ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya mendapat nutrisi dari pembuluh darah koriokapiler tidak lagi mendapat nutrisi yang baik dari koroid. Akibatnya akan terjadi degenerasi dan atropi sel reseptor retina. Pada saat degenerasi retina terjadi kompensasi sel epitel pigmen yang melakukan serbukan sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi kompensasi akan terlihat sel epitel pigmen di depan retina. Selain itu juga akan terjadi penghancuran sel kerucut dan sel batang retina. Bila degenerasi berlangsung lama, maka sel pigmen akan bermigrasi ke dalam cairan sub retina dan ke dalam sel reseptor kerucut dan batang.
Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke dalam cairan sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan koroid maka akan terjadi degenerasi koroid. Apabila terjadi degenerasi sel reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke dalam jaringan yang lebih dalam, yang kemudian jaringan ini diganti dengan jaringan glia.
Apabila proses diatas belum terjadi dan ablasio retina ditemukan dini dan kemudian kedudukan retina dikembalikan ke tempat asalnya, maka akan terjadi pengembalian penglihatan yang sempurna (Dr Sidarta Illyas, 1984 : 108).


2.5  MANIFESTASI KLINIS
Dikenal ada tiga bentuk umum ablasi retina yaitu :
1.      Ablasi retina regmatogenosa
Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas.
Pada ablasi retina regmatogenosa akan memberikan gejala terdapat gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat seperti tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapanganpenglihatan.Ablasi yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya Karena dapat mengagkat macula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasi retina bila dilepasnya mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarana pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meningkat bila telah terjadi neovaskularisasi glaucoma pada ablasi yang telah lama.
2.      Abrasi retina traksi atau tarikan
Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
3.      Ablasi retina eksudasi
Ablatio eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses peradangan, gabungan dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen.

Ablasi retina eksudai, ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudasi dibawah retina dan mengangkat retina. Pada ablasi tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.
Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun secara bertahap sesuai dengan daerah yang terkena, bila makula yang terkena maka daerah sentral yang terganggu.
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optic embrionik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang matur dapat berpisah.
1.      Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreous yang mengalami likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio retina regmatogenosa)
2.      Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina (misal seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional)).
3.      Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruang subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif).

2.6  PENATALAKSANAAN
A.    Pada pembedahan terdapat dua teknik bedah utama untuk memperbaiki ablasi retina :
1.      Pendekatan konvensional (eksternal). Pada pendekatan eksternal, robekan ditutup dengan menekan sclera menggunakan pita plomb silicon yang diletakkan eksternal. Ini menghilangkan traksi vitreous pada lubang retina dan mendekatkan epitel pigmen retina pada retina. Mungkin sebelumnya diperlukan drainase akumulasi cairan subretina yang sangat banyak dengan membuang lubang kecil pada sclera dan koroid menggunakan jarum (sklerostomi).
2.      Pembedahan Vitreoretina (internal). Pada pendekatan internal, vitreous diangkat dengan pemotong bedah mikro khusus yang dimasukkan ke dalam rongga vitreus melalui pars plana, tindakan ini menghilangkan traksi vitreous pada robekan retina.
Tujuan operasi adalah untuk mengeluarkan cairan sub retina, menutup lubang atau robekan dan untuk melekatkan kembali retina. Hal ini dikarenakan jarang terjadi pertautan kembali secara spontan. Apabila diagnosis ablasio retina telah ditegakkan maka pasien harus MRS dan dipersiapkan untuk menjalani operasi.
Opersi ablasio retina tersebut antara lain :
1.      Elektrodiatermi
Dengan menggunakan jarum elektroda, melalaui sclera untuk memasukkan cairan subretina dan mengeluarkan suatu bentuk eksudat dari pigmen epithelium yang menempel pada retina.
2.      Sclera Buckling
Suatu bentuk tehnik dengan jalan sclera dipendekkan, lengkungan terjadi dimana kekuatan pigmen epithelium lebih menutup retina, mengatasi pelepasan retina dan menempatkan posisi semula, maka sebuah silikon kecil diletakkan pada sclera dan diperkuat dengan membalut melingkar. Peralatan tersebut dapat mempertahankan agar retina tetap berhubungan dengan koroid dan sclera eksudat dari pigmen epithelium lebih menutup sclera.
3.      Photocoagulasi
Suatu sorotan cahaya dengan laser menyebabkan dilatasi pupil. Dilakukan dengan mengarahkan sinar laser pada epithelium yang mengalami pigmentasi. Epithelium menyerap sinar tersebut dan merubahnya dalam bentuk panas. Metode ini digunakan untuk menutup lubang dan sobekan pada bagian posterior bola mata.


4.      Cyro Surgery
Suatu pemeriksaan super cooled yang dilakukan pada sclera, menyebabkan kerusakan minimal seperti suatu jaringan parut, pigmen epithelium melekat pada retina.
5.      Cerclage
Operasi yang dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca. Pada keadaan cairan retina yang cukup banyak dapat dilaksanakan phungsi lewat sclera.

·         Usaha Pre-operatif :
Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk rumah sakit, harus tirah baring sempurna (Bedrest total). Kepala dan mata tidak boleh digerakan, mata harus di tutup segera, segala keperluan pen-derita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti: Atropin tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk salep mata karena akan menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep). Persiapan lainnya sama dengan persiapan operasi katarak, operasi ablasio retina mengguna kan anestesi umum tetapi bila menggunakan anestesi lokal maka 1 jam sebelum operasi diberikan luminal (100 mg) atau largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam sesudahnya diberi pethidine (50 mg) dan phenergan (25 mg) IM.

·         Usaha Post-operatif :
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi kepala, per-gerakan mata, obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan lanjutan (follow –up). Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana punksi cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat besar, posisi kepala dan badan dipertahankan sedikitnya 12 hari. Pergerakan mata, bila operasi dilakukan dengan kombinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scleral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 – 72 jam sedang badan boleh bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata ditutup selama 48 jam samapai cairan subretina diabsobsi. Bila robekan belum semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama 12 – 14 hari, retina menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah operasi, karena itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai berikut:
-          Jangan membaca.
-          Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3 meter.
-          Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya mata ditutup.

·         Obat–obat:
Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik) 3 X 500 mg, bila mual muntah berikan obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat, kecuali bila merasa sakit. Penggantian balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes steril 1 %. Bila kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai babat tindih (druk verban) dan kompres dingin.

B.     Pada non pembedahan dilakukan pada jenis ablasio retina eksudasi, dimana terapinya sesuai kausa penyebab ablasio retina.

2.7  DAMPAK MASALAH
Gangguan penglihatan merupakan masalah utama yang muncul pada pasien dengan ablasio retina. Adanya gangguan ini secara langsung dapat menimbulkan berbagai masalah pada pola hidup pasien sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang holistik. Berbagai masalah yang muncul, antara lain :
a.       Bagi Individu
1.      Pola aktifitas dan pergerakan tubuh
Pasien ablasio retina post operasi harus banyak beristirahat dan mengurangi aktifitas yang dapat memperburuk kondisi kesehatannya.

2.      Pola kognitif dan sensori
Adanya gangguan sensori persepsi visual dapat menimbulkan keluhan kesukaran untuk membaca, melihat, dan lain sebagainya pada diri pasien.


3.      Pola penanggulangan stress
Emosi dan kondisi psikis pasien ablasio retina akan menjadi labil. Pada pasien akan muncul rasa cemas dan kekhawatiran akan kehilangan penglihatannya.
4.      Pola persepsi diri
Kecemasan dapat timbul pada pasien ablasio retina, juga dapat muncul rasa khawatir dan takut akibat penurunan tajam penglihatannya.
5.      Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Dengan keadaannya, maka pada pasien ablasio retina dapat timbul perubahan tentang penatalaksanaan kesehatannya sehingga dapat menimbulkan masalah dalam merawat diri sendiri.
6.      Pola hubungan inter personal
Dengan kondisi kesehatannya, maka dapat timbul isolasi sosial pada diri pasien.
7.      Pola tidur dan istirahat
Dengan kondisi psikis yang labil maka pasien dapat mengalami gangguan pola tidur dan istirahat.

b.      Bagi keluarga
Dengan sakitnya salah satu anggota keluarga, maka akan mempengaruhi kondisi psikologis seluruh anggota keluarga.
Biaya pengobatan yang mahal, perilaku pasien yang sulit untuk bekerjasama, kurangnya pengetahuan anggota keluarga yang lain dalam merawat pasien juga merupakan masalah tersendiri bagi keluarga.

2.8  KOMPLIKASI
Komplikasi pembedahan pada ablasi retina akan menimbulkan perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR), PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasi retina lebih lanjut.


2.9  PROGNOSIS
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Perbaikan anatomis kadang tidak sejalan dengan perbaikan fungsi. Jika macula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika macula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.























WOC ABLASIO RETINA

Inflamasi intraokuler

Peningkatan cairan eksudat/serosa

Tarikan retina                                                sel-sel retina berdarah                         MK: Cemas

Robekan retina                                       retina terlepas dari epitel pigmen                 Penglihatan
                                                                                                                                     berkurang
MK: Potensial terjadi infeksi      MK:  gangguan persepsi penglihatan
MK: Potensial terjadi
                                                                                                                                    kecelakaan
                                                                           perubahan degenerasi pada viterus

                                                                       konsentrasi as hidrorunat berkurang
 

                                         vitreus menjadi makin cair

                                            vitreus kolaps dan bengkak kedepan

                                                                           MK: Gangguan rasa nyaman nyeri


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan yang terdiri dari pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Lismidar,1990).
A.    Pengkajian
Merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu, pengumpulan data, pengelompokan data, dan perumusan diagnosis keperawatan (Lismidar, 1990).
a.       Pengumpulan data
1.       Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa, jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.
2.      Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
3.      Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
4.      Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien dan miopi tinggi.
5.      Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
6.      Pola-pola fungsi kesehatan
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan post ablasio retina apabila tidak terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :
a.       Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.
b.      Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur sebelum pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit.
c.       Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
d.      Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
e.       Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya setelah palaksanaan operasi.
f.       Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan pikiran pasien.
g.      Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling sering muncul pada pasien.
7.      Pemeriksaan
a.       Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
b.      Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
Pemeriksaan segmen anterior :
-          Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien post operasi ablasio retina, palpebraenya akan bengkak.
-          Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya adalah jernih.
-          Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang telah masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin.
-          Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
-          Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan mengalami hiperemi pada konjungtivanya.
Pemeriksaan segmen posterior
-          Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
-          Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.
Pemeriksaan diagnostik
-          Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan menggunakan kartu snelen yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat optik mata membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.
-          Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan retina, reflek dan gambaran koroid.

B.     Analisis data
Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dikelompokkan dan dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah data subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh pasien dan data obyektif, yaitu data yang didasarkan pada pengamatan penulis. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan peranannya dalam menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus kepada pasien dan respon yang tampak pada pasien.

C.     Diagnosis keperawatan
Dari hasil analisis data diatas, dapat dirumuskan menjadi diagnosis keperawatan sebagai berikut :
1.              Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
2.              Potensial terjadi infeksi sehubungan adanya luka operasi ablasio retina.
3.              Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
4.              Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
5.              Gangguan konsep diri (harga diri rendah) sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
6.              Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.

D.    Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi prioritas diagnosis keperawatan, tujuan dilakukan asuhan keperawatan, dan kriteria hasil yang diharapkan dari pasien serta merumuskan rencana tindakan keperawatan yang akan terjadi.
1.      Diagnosis Keperawatan Pertama
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
·         Tujuan
Rasa nyeri pasien hilang atau berkurang sehingga dapat meningkatkan rasa kenyamanan pasien.
·         Kriteria Hasil
-          Secara verbal pasien mengatakan rasa nyaman terpenuhi.
-          Secara verbal pasien mengatakan rasa nyeri hilang atau berkurang.
·         Rencana Tindakan
-          Kolaborasi dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri (relaksasi,distraksi)
-          Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan analgesik pada penurunan rasa nyeri yang optimal.
-          Pantau tekanan darah setiap 4 jam.
·         Rasional
-          Untuk mengetahui keinginan pasien akan jenis tehnik penurun nyeri yang diinginkan pasien.
-          Tim dokter dapat menentukan menentukan jenis analgesik yang diperlukan pasien.
-          Rasa nyeri dapat menaikkan tekanan darah pasien.

2.      Diagnosis Keperawatan Kedua
Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan adanya luka operasi
·         Tujuan
Tidak terjadi infeksi pada luka post operasi ablasio retina.
·         Kriteria Hasil
-          Pasien mampu melaporkan adanya tanda-tanda infeksi, seperti rasa nyeri, bengkak, panas.
-          Tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi.
·         Rencana Tindakan
-          Pantau adanya tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, bengkak, nyeri, panas.
-          Kaji status nutrisi pasien.
-          Instruksikan pada pasien pada pasien dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan aseptik yang sesuai.
-          Gunakan tehnik aseptik selama mengganti balutan.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian antibiotik.
-          Rawat luka setiap hari.
-          Kaji lingkungan pasien yang dapat menimbulkan infeksi.
·         Rasional
-          Infeksi yang lebih dini diketahui akan lebih mudah penanganannya.
-          Pemberian asupan kalori dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat menunjang proses penyembuhan pasien
-          Untuk mencegah kontaminasi.
-          Tehnik aseptik dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
-          Tim dokter dapat menentukan jenis antibiotik yang sesuai dengan kondisi pasien.
-          Rawat luka setiap hari dapat mencegah masuknya kuman.
-          Kondisi lingkungan pasien yang jelek dapat menimbulkan infeksi nosokomial.

3.      Diagnosis Keperawatan Ketiga
Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
·         Tujuan
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
·         Kriteria Hasil
Secara verbal, pasien mengatakan dapat memenuhi kebutuhan diri yang sesuai dengan kondisinya.
·         Rencana Tindakan
-          Latih pasien untuk dapat melakukan latihan yang sesuai dengan kondisinya.
-          Orientasikan lingkungan sekitar kepada pasien.
·         Rasional
-          Dengan latihan yang baik, pasien akan mampu memaksimalkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya yang sesuai dengan kondisinya.
-          Pengenalan pada lingkungan akan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.
4.      Diagnosis Keperawatan Keempat
Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
·         Tujuan
Cemas berkurang atau hilang.
·         Kriteria Hasil
-          Pasien mampu menggunakan koping yang efektif.
-          Pasien tidak tampak murung.
-          Pasien dapat tidur dengan tenang.
·         Rencana Tindakan
-          Monitor tingkat kecemasan pasien melalui observasi respon fisiologis.
-          Beri informasi yang jelas sesuai dengan tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya.
·         Rasional
-          Dengan monitor tingkat kecemasan dapat diketahui berapa besar stressor yang dihadapi pasien.
-          Pemberian informasi dapat mengurangi kecemasan pasien.

5.      Diagnosis Keperawatan Kelima
Gangguan citra diri sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
·         Tujuan
Pasien dapat mencapai kembali citra diri yang optimal.
·         Kriteria Hasil
-          Pasien mampu mengekspresikan tentang perubahan dan perkembangan kearah penerimaan.
-          Pasien mampu menunjukkan rerspon yang adaptif terhadap perubahan citra diri.
·         Rencana Tindakan
-          Sediakan waktu bagi pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
-          Tingkatkan hubungan dan dorongan dari orang terdekat.
-          Bantu pasien dalam diskusi dan penerimaan perubahan ketajaman penglihatan.
-          Dorong kemandirian yang ditoleransi.
·         Rasional
-          Hal ini dapat menumbuhkan perasaan pada pasien bahwa masih ada orang yang menaruh perhatian pada pasien.
-          Orang terdekat mampu mengangkat kepercaayaan diri pasien.
-          Dari diskusi yang dilakukan diharapkan pasien dapat mengungkapkan perasaannya dan dapat mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
-          Untuk menumbuhkan kepercayaan diri pasien.

6.      Diagnosis Keperawatan Keenam
Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
·         Tujuan
Tidak terjadi kecelakaan atau cedera pada pasien.
·         Kriteria Hasil
-          Tidak terjadi perlukaan pada pasien.
-          Pasien dapat mengetahui faktor yang dapat menyebabkan perlukaan.
·         Rencana Tindakan
-          Periksa adanya perlukaan.
-          Orientasikan pada pasien lingkungan sekitarnya.
-          Hindari ketegangan pada pasien.
·         Rasional
-          Dengan mengkaji perlukaan dapat mencegah terjadinya perlukaan yang lebih parah.
-          Diharapakan pasien dapat dapat mengenal lingkungannya sehingga akan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
-          Ketegangan dapat menyebabkan kecelakaan.

E.     Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan tindakan yang kontinu dan melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan pasien, termasuk pasien itu sendiri. Pada tahap ini akan kita ketahui sejauh mana keberhasilan asuhan keperawatan yang kita laksanakan.

Sedangkan hasil yang kita harapkan adalah :
a.              Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang sehingga meningkatkan rasa nyaman
b.             Tidak terjadi infeksi.
c.              Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
d.             Rasa cemas pasien hilang atau berkurang.
e.              Pasien dapat mencapai harga diri yang optimal.
f.              Tidak terjadi pencederaan diri.




BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Ablasio Retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di bawahnya. Jaringan saraf yang membentuk bagian peka cahaya pada retina membentuk suatu selaput tipis yang melekat erat pada jaringan penyokong di bawahnya.
Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya.
Hal tersebut bisa terjadi akibat:
-          Trauma
-          Proses penuaan
-          Diabetes berat
-          Penyakit peradangan

4.2  Kritik Dan Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa kesehatan serta mahasiswa mampu memahami dengan baik dan jelas makalah ini dan dapat mengimplementasikan dalam dunia kesehatan.  Mohon maaf jika makalah ini kurang dari sempurna, mohon kritik dan saran yang mendukung demi tercapai makalah agar jauh lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar