ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS
DISUSUN OLEH :
1.
Nur
Rahmat R ( 201202039 )
2.
Andriani
Norrita S (
201202004 )
3.
Riske
Dwi H. ( 201202048
)
4.
Febriansyah
M. P. (
201202018 )
5.
Beuty
Joanita P. (
201202010 )
6.
Yoga
Ridho F. ( 201202059
)
7. Renzy Avionita (
201202044 )
PRODI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN
BAKTI HUSADA MULIA
MADIUN
TAHUN AJARAN
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sistem saraf
tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Jawaban yang
terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (Volunter) dan
jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (Involunter).
Jawaban yang
volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter melibatkan
sistem saraf otonom. Yang berfungsi sebagai efektor dari sisteSistem persarafan
terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang tersusun membentuk sistem saraf pusat
dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula
spinalis sedangkan sistem saraf tepi (perifer) merupakan susunan saraf diluar
SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf pusat.
Stimulus
(Rangsangan) yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan
internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh
untuk mampu mengadaptasinya sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam
mengadaptasi berlangsung melalui kegiatan sistem saraf disebut sebagai kegiatan
refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang
tidak seimbang atau sakit.
Stimulus
diterima oleh reseptor (penerima rangsang) sistem saraf yang selanjutnya akan
dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di sistem saraf pusat
impuls diolah untuk kemudian meneruskan jawaban (Respon) kembali melalum saraf
somatis adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya
adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea.
Secara
garis besar sistem saraf mempunyai empat fungsi yaitu :
☼ Menerima
informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori
(Afferent Sensory Pathway).
☼ Mengkomunikasikan informasi
antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.
☼ Mengolah
informasi yang diterima baik di tingkat medula spinalis maupun di
otak untuk selanjutnya menentukan jawaban (respon).
☼
Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik (Efferent Motorik
Pathway) ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari
tindakan. (Depkes : 1995)
2. TUJUAN
Adapun
tujuan dari makalah ini adalah menjelaskan pengertian sampai pada
penatalaksanaan sistem persyarafan khususnya pada penyakit Meningitis.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Meningitis adalah Peradangan pada susunan saraf, Radang umum pada araknoid dan
piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa, yang dapat
terjadi secara akut dan kronis. (Arief
Mansjoer : 2000)
Meningitis adalah peradangan yang hebat pada selapus otak.Peradangan itu mungkin
terjadi sesudah serangan otitis media,radang mastoid,abses otak ,malahan radang
tonsil. Sesuatu retak pada tengkorak atau suatu luka kepala yang menembus
mungkin mengakibatkan radang selaput otak.
(Clifford R Anderson : 1975)
Meningitis adalah Infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak dan
medula spinalis). Infeksi ini dapat disebabkan oleh :
☼ Bakteri,
seperti pneumococcus, meningecoccus, stapilococcus, streptococcus,
salmonella, dll.
☼
Virus, seperti Hemofilus influenza dan herpes simplex. (Depkes : 1995)
Meningitis / Radang selaput otak adalah Infeksi pada cairan serebrospinal
(CSS) disertai radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid, jaringan
superficial otak dan medulla spinalis, kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian
ruang subaraknoid dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian yang lain,
sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. (Harsono : 1996)
2. PATOFISIOLOGI
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen / langsung
menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan jantung
(endokarditis), selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di
dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis dan
trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman (meningokok, pneumokok, hemofilus
influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang
pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal
yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat
terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang
subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam
beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke –
2 sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian
luar mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan
dalam terdapat makrofag.
Peradangan
menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi obstruksi,
selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme masuk
melalui sel darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan,
atau kelainan sistem saraf pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia
meningens, edema jaringan otak, eksudasi.
Proses
radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.
Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino – purulen
menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI, VII, & VIII).
Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan
absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans.
(Harsono : 1996)
Mikroorganisme
penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan berbagai cara antara lain
:
☼ Hematogen
atau limpatik
☼
Perkontuinitatum
☼ Retograd
melalui saraf perifer
☼ Langsung
masuk cairan serebrospinal
Efek
peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruang-ruang yang berada
diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi ini
disebut meningo-encephalitis. Efek patologis yang terjadi antara lain :
☼ Hyperemia
Meningens
☼ Edema
jaringan otak
☼ Eksudasi
Perubahan-perubahan
tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan tekanan intra kranial dan
hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih
sering terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal
juga eksudat tadi dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses otak. (Depkes : 1995)
3. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan
pertama biasanya Nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk
kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi,
kesadaran menurun. Tanda Kernig&Brudzinsky positif. (Arief Mansjoer : 2000)
Terjadi
secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang,
nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi diare, biasanya
disertai septicemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak
dengan penyebab hemofilus influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh
streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok.
Gangguan
kesadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi
koagulasi intravaskularis diseminata.
Tanda-tanda
iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan fontanela
menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar dan orang
dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang
bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri
punggung.
Biasa
dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi
kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan taki kardi
karena septicemia. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam
dapat dijumpai pada penderita. Nyeri kepala dapat hebat sekali, rasanya seperti
mau pecah dan bertambah hebat bila kepala digerakkan. Nyeri kepala dapat
disebabkan oleh proses radang pembuluh darah. Meningeal, tetapi juga dapat
disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial yang disertai fotofobi dan
hiperestesi, suhu badan makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar (chills).
(Harsono : 1996)
☼ TANDA DAN GEJALA ☼
1. Perubahan
perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema serebral
/ penyumbatan aliran darah
2.
Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi
3.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
4.
Risiko tinggi terhadap trauma / injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
umum.
5. Risiko
infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan, daya tahan tubuh yang
lemah.
Ditandai
dengan gejala menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare,
tonus otot kurang, menangis lemah. Pada anak dan remaja biasanya terdapat tanda
dan gejala demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori, kejang, mudah
terstimulasi, foto fobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku
kuduk, tanda kernig dan brudzinski positif, ptechial (menunjukkan infeksi
meningococal).
☼ PENYEBAB ☼
Penyebab
meningitis adalah bakteri ; pneumococus; meningococus; stapilococus;
streptococus; salmonella; virus; hemofilus influenza; herpes simplek; atau oleh
karena luka / pembedahan atau injuri pada sistem persarafan. (Arief Mansjoer : 2000)
(Marilym E.
Donges : 1999)
4. KLASIFIKASI
Meningitis
dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu meningitis Tuberkulosis Generalisata dan meningitis purulenta.
Meningitis
Tuberkulosis Generalisata adalah
radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terjadinya adalah Mycobacterium Tuberculosa,
Penyebab lain seperti Lues, Virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
Meningitis
Purulenta adalah radang bernanah
araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya
antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia Coli, Klebsiella
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
☼ Meningitis
Tuberkulosis Generalisata ☼
♥ Manifestasi Klinis ♥
Penyakit ini
dimulai akut, subakut atau kronis dengan gejala demam, mudah kesal,
marah-marah, obstipasi, muntah-muntah.
Dapat ditemukan tanda-tanda
perangsangan meningen seperti kaku kuduk. Pada pemeriksaan terdapat kaku kuduk
dan tanda-tanda perangsangan meningen lainnya. Suhu badan naik turun,
kadang-kadang suhu malah merendah, nadi sangat stabil, lebih sering dijumpai nadi
yang lambat, abdomen nampak mencekung.
Gangguan
saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksudat pada saraf-saraf ini. Yang
sering terkena nervus III & VII. Terjadi afasia motoris atau sensoris,
kejang fokal, monoparesis, hemiparesis, dan gangguan sensibilitas.
Tanda-tanda
khas penyakit ini adalah Apatis, refleks pupil yang lambat dan refleks-refleks
tendo yang lemah.
♥ Pemeriksaan Penunjang ♥
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hb,
jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa puasa,
kadar ureum, elektrolit.
Pada meningitis serosa
didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada meningitis
tuberculosis didapatkan juga peningkatan LED.
2. Cairan Otak
Periksa
lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis. Pada meningitis serosa diperoleh
hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan
jumlah protein yang meninggi.
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto data
- Foto
kepala
- Bila
mungkin CT – Scan.
♥ Penatalaksanaan ♥
a. Medis
1. Rejimen terapi : 2 HRZE – 7RH.
2 Bulan
Pertama :
♦
INH
: 1 x 400 mg / hari, oral
♦
Rifampisin : 1 x
600 mg / hari, oral
♦
Pirazinamid : 15-30 mg /
kg / hari, oral
♦ Streptomisin
a/ : 15 mg / kg / hari, oral
♦
Etambutol
: 15-20 mg / kg / hari, oral.
2. Steroid diberikan untuk
- Menghambat reaksi inflamasi
- Mencegah komplikasi infeksi
- Menurunkan edema serebri
- Mencegah perlekatan
- Mencegah arteritis / infark
otak.
3. Indikasi
♠ Kesadaran menurun
♠ Defisit neurologis fokal.
4. Dosis
Deksametason
10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3 minggu,
selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
Disamping
tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason untuk
menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid
dan otak.
☼ Meningitis Purulenta ☼
♥
Manifestasi Klinis ♥
Gejala dan
tanda penting adalah demam tinggi, nyeri kepala, kaku kuduk, dan kesadaran
menurun.
♥ Pemeriksaan Penunjang ♥
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar Hb,
jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa, kadar
ureum, elektrolit, kultur. Pada meningitis purulenta di
dapatkan peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
2. Cairan Serebrospinal :
lengkap & kultur
Pada
meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang
keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup
dan mati, jaringan yang mati dan bakteri.
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto
kepala : periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi
- Foto dada.
♥ Penatalaksanaan ♥
Terapi
bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif, suportif
untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil pemeriksaan
terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut :
♦ Kombinasi
Ampisilin 12-18 gr, Kloramfenikol 4 gr, Intravena dalam dosis terbagi 4 x /
hari.
♦
Dapat ditambahkan campuran Trimetoprim 80 mg, Sulfametoksazol 400 mg Intravena.
♦ Dapat pula
ditambahkan Seftriakson 4-6 gr Intravena. (Arief
Mansjoer : 2000)
5. DIAGNOSIS PENUNJANG
Adanya
gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tidak dapat diterangkan sebabnya,
letargi, muntah, kejang dan lain-lainya harus difikirkan kemungkinan
meningitis. Diagnosis pasti adalah dengan pemeriksaan CSS melalui
fungsi lumbal. Pada setiap penderita dengan iritasi meningeal,apalagi yang
berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala kemungkinan meningitis atau
penderita dengan panas yang tidak diketahui sebabnya, harus dilakukan fungsi
lumbal. Kadang-kadang pada fungsi lumbal pertama tidak didapatkan derita yang
sebelumnya telah mendapat pengobatan antibiotika,tetapi pada pembiakan ternyata
ada bakteri. Walaupun fungsi lumbal merupakan faktor resiko untuk terjadi
meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan.
Bila
terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (koma, kekakuan
descrebrasi, reaksi cahaya negatif) dapat dilakukan fungsi melalui sisterna
makna. Cara ini untuk menghindarkan terjadinya dekompresi dibawah foramen
maknum dan herniasi tonsila cerebellum. Bila tekanan permukaan CSS di atas 200
mmH2O, sebaiknya diberikan manitol 0,25 -0,50 mg/kg BB secara bolus segera
sesudah fungsi lumbal untuk menghindari herniasi otak. Jumlah CSS yang diambil
secukupnya untuk pemeriksaan. Pada umumnya tekanan CSS 200-500 mmH2O dan CSS
tampak kabur, keruh dan purulen.
Pada
meningitis bacterial stadium akut terdapat leukosit polimor fonukleat. Jumlah
sel berkisar antara 1000-10000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai
100000/mm3 , dapat disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel
diatas 50.000/mm3 , maka kemungkinannya adalah abses otak yang pecah
dan masuk ke dalam ventrikulus. (Harsono :
1996)
a. Pemeriksaan cairan serebrospinalis baik secara makroskopis maupun
secara mikroskopis.
- Warna (Infeksi bakteri
= purulent, infeksi virus dan tuberculosis = Xantocrom)
- Tekanan meningkat
- Sel PMN
(Polimorfonukleus) meningkat
- Protein meningkat
- Glukosa menurun
- None (+)
- Pandi (+).
b.
Pemeriksaan Tambahan
- Darah lengkap, LED
- Kultur darah
- Foto kepala, thorax, vertebra
- Kultur
Swab hidung dan tenggorokan
- EEG, CT – Scan Otak. (Depkes : 1995)
6. PENATALAKSANAAN
Infeksi
Intrakranial → Lapisan yang menutupi otak dan medulla spinalis (Meningitis).
Sumber penyebab dapat berupa bakteri, virus atau jamur (fungi) dan hasilnya /
penyembuhannya dapat komplet (sembuh total) sampai pada menimbulkan penurunan
neurologis dan juga sampai terjadi kematian.
☼ MEDIS ☼
1. PEMBERIAN
ANTIBIOTIK
Pemberian antibiotic harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri
penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan
sebaiknya diberikan antibiotic dengan spectrum luas. Antibiotic diberikan
selama 10 – 14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari setelah demam bebas.
Pemberian antibiotic sebaiknya secara parental.
Kadang – kadang pada pemberian antibiotic selama 4 hari, tiba-tiba suhu
meningkat lagi. Keadaan demikian ini dapat disebabkan oleh flebitis di tempat
pemberian cairan parental atau intravena. Sementara itu, suhu yang tetap tinggi
dapat disebabkan oleh pemberian antibiotic yang tidak tepat atau dosis yang
tidak cukup atau telah terjadi efusi subdural,empiema, atau abses otak.
Penisilin G diberikan untuk mengatasi infeksi pneumokok, streptokok dan
meningokok dengan dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam. Terhadap infeksi hemofilus
sebaiknya diberikan kloramfenikol 4 x 1 gram/24 jam atau ampisilin 4 x 3 gram
setiap 24 jam intravena. Untuk meningkok dipakai sulfadiazine sampai 12 x 500
mg dalam 24 jam selama kurang lebih 10 hari. Gentamisin dipergunakan untuk
memberantas Escheria coli, klebsiela, proteus, dan kuman-kuman gram negatif.
2. MANAJEMEN TERAPI
1). Isolasi
2). Terapi anti mikroba sesuai hasil kultur
3).
Mempertahankan dehidrasi,monitor balance cairan (hubungan dengan edema
serebral)
4). Mencegah
dan mengobati komplikasi
5).
Mengontrol kejang
6).
Mempertahankan ventrilasi
7).
Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
8).
Penatalaksanaan syok septik
9).
Mengontrol perubahan suhu lingkungan. (Harsono
: 1996)
☼
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ☼
Analisa CSS dari fungsi lumbal :
Meningitis
bakterial : Tekanan meningkat, cairan
keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat; glukosa
menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
Meningitis virus : tekanan
bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan
protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya hanya
dengan prosedur khusus.
Glukosa serum : Meningkat (meningitis).
LDH serum : Meningkat (pada meningitis bakteri).
Sel darah putih
: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).
Elektrolit darah
: Abnormal.
ESR / LED : Meningkat (pada meningitis).
Kultur darah / hidung / tenggorok / urine : Dapat mengindikasikan daerah
“pusat” infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab
infeksi.
MRI / CT-Scan : Dapat membantu melokalisasi
lesi, melihat ukuran / letak ventrikel; hematom daerah
serebral, hemoragik atau tumor.
EEG : Mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalitis)
atau voltasenya meningkat (abses).
Ronsen dada,
kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi
atau sumber infeksi kranial.
Arteriografi
karotis : Letak abses lobus temporal, abses serebral
posterior.
☼ ASUHAN
KEPERAWATAN ☼
1. PEMERIKSAAN
FISIK
1. Testing Cerebral Function
♦ Status mental
a. Pemeriksaan orientasi
Tanya klien tentang :
·
Nama Negara kita
·
Nama Ibukota Negara kita
·
Tempat tinggal
·
Tempat lahir
·
Alamat sekolah
Tanya klien
tentang :
·
Hari apa
·
Tanggal berapa
·
Jam berapa
·
Bulan berapa
·
Tahun berapa
2.
Pemeriksaan daya ingat
Klien diperlihatkan
sendok, garpu dan bolpoint selama kurang lebih 1 detik
Minta klien untuk menyebutkan nama benda.
3. Perhatian dan perhitungan
Tanya klien tentang perhitungan :
100-7:
93-7 :
86-7 :
79-7 :
72-7 :
4.
Fungsi bahasa
Ø Perlihatkan orang coba
penghapus dan penggaris, Tanya nama benda tersebut
Ø Minta orang coba untuk
mengatakan “jika tidak “ atau “andai tetapi”
Ø Minta orang coba untuk
mengambil penggaris dari baki, diketukkan 3 kali di baki, serahkan ke temannya
Ø Perlihatkan kertas perintah
pada orang coba.
♦ Tingkat kesadaran
1. Alert
● Klien dapat merespon dengan tepat terhadap stimulus audio, tactil,
visual
● Orientasi (orang, tempat,waktu) baik.
2. Lethargi
● Sering tidur/ngantuk
● Klien dapat bangun dengan mudah bila dirangsang denghan suara
● Respon tepat.
3. Obtuned
● Klien akan bangun diranhsang suara lebih keras atau menepuk dadanya
● Klien akan tidur lagi setelah bangun
● Respon tepat.
4.
Stuport
● Ada respon terhadap nyeri
● Klien tidak sadar penuh selama stimulasi
● Withdrawl refleks.
5.
Comatase
● Tidak ada respond an refleks terhadap stimulus
● Flaccid muscle tone pada tangan dan kaki.
Cara
mengkaji kesadaran dengan menggunakan GCS
1. Respon
Buka Mata, lakukanlah dengan cara memeriksa respon buka mata dengan urutan :
♠ Dekati klien → buka mata
♠ Bila tidak buka mata, beri rangsangan suara/taltil
♠ Bila tetap tidak buka mata beri cubitan
♠ Bila dengan nyeri klien tidak buka mata.
2. Respon
Motorik, lakukan dengan cara memerintah orang coba untuk mengangkat
tangan dengan urutan :
♠ Bila langsung mengangkat tangan sesuai perintah
♠ Bila tidak mengerti perintah, cubit salah satu bagian tangan, tangan
tersebut menghindar → mengenali nyeri lokal
♠ Bila dengan cubitan seluruh tangan menghindar → hanya mengenali nyeri
♠ Bila tetap tidak berespon cubit bagian dada → dekortikasai
♠ Dengan cubitan decerebbrasi
♠ Dengan nyeri tidak berespon.
3. Respon
Bicara, Tanya orang coba melalui tahapan :
♠ Beri pertanyaan komprehensif
♠ Dengan pertanyaan sederhana orang coba bingung
♠ Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang tidak sesuai
♠ Hanya mengeluarkan suara erangan, hem,dll
♠ Tidak berespon suara.
♦
Pengkajian bicara
1. Pengkajian bicara – Proses
Resiptive
Kaji
cara pengucapan, kemampuan baca. Beri pertanyaan yang sederhana yang memerlukan
jawaban lebih dari satu kata. Kemudian minta klien untuk membaca.
2. Pengkajian bicara – Proses
Expressive
Kemudian
untuk mengekspresikan sesuatu, perhatikan apakah bicara klien
lancar,spontan,jelas. Sesuaikan dengan usia dan pendidikan klien. (Suradi Efendi : 2005
☼ MASALAH DAN
INTERVENSI KEPERAWATAN ☼
Masalah
keperawatan yang mungkin dijumpai pada klien dengan infeksi susunan saraf pusat
(meningitis, encephalitis, abses otak) serta intervensinya :
1. Potensial penyebaran
infeksi
Kemungkinan
penyebab :
- Proses peradangan
- Cairan tubuh yang statis
- Daya tahan tubuh yang kurang.
Tujuan dan kriteria evaluasi
Sampai
terjadi penyembuhan, infeksi sekunder tidak terjadi.
Intervensi
Keperawatan
1. Isolasi klien
2.
Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan setiap kali kontak dengan klien baik
itu pengunjung maupun petugas
3. Hindarkan
klien dari orang-orang yang mengalami ISPA baik petugas maupun pengunjung
4.
Observasi secara teratur tiap 4-6 jam suhu tubuh klien
5.
Kaji kemungkinan adanya nyeri dada, nadi yang tidak teratur ataupun panas tubuh
yang menetap.
6.
Auskultasi bunyi nafas, pola dan frekuensinya
7.
Lakukan perubahan posisi secara teratur dan anjurkan klien untuk nafas dalam
8.
Observasi urine out put : warna, bau, jumlah.
Tindakan
Kolaboratif
a.
Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian antibiotik baik secara IV maupun
Intra thecal
b.
Kolaborasi terhadap kemungkinan pembedahan.
2.
Gangguan perfusi serebral
Kemungkinan penyebab :
- Hypovolemia
- Udema serebral
- Sirkulasi darah ke otak yang kurang
Tujuan / kriteria hasil
- Kesadaran baik
- Fungsi motorik dan sensorik baik
- Tanda-tanda vital stabil
- Nyeri kepala berkurang atau hilang
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi Keperawatan
- Klien bed rest dengan posisi terlentang atau posisi elevasi 15 – 450 sesuai
indikasi.
- Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam (waspada terhadap terjadinya
peningkatan sistolik, tekanan nadi yang meningkat, nadi, pernapasan yang tidak
teratur
- Monitor status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan data-data
sebelumnya
- Kaji adanya kaku kuduk, Twitching, iritabilitas dan kejang-kejang
- Cegah kemungkinan peningkatan suhu tubuh dengan mengurangi pakaian, selimut
dan bila panas berikan kompres
- Monitor intake dan out put, catat karakteristik urine, turgor kulit dan
kondisi membran mukosa
- Bantu klien menghindari batuk, muntah dan obstipasi. Anjurkan klien untuk
merubah-rubah posisinya
- Ciptakan kenyamanan dengan melakukan massage pada punggung, lingkungan yang
hangat, sentuhan yang lembut dan hindarkan suara-suara yang keras
- Berikan waktu untuk istirahat diantara aktivitas-aktivitas dan hindarkan
prosedur yang terlalu lama.
Tindakan Kolaboratif
a.
Kolaborasi untuk pemberian cairan intravena baik elektrolit atau cairan
hipertonis.
b.
Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah
c.
Kolaborasi pemberian oksigen
d.
Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti steroid, chlorpromazine,
acetaminophen.
3. Potensial
terjadinya trauma
Kemingkinan penyebab :
- Kelelahan, paralise, parasthesia, ataxia, vertigo
- Rangsangan kejang
Tujuan / kriteria hasil : tidak terjadi trauma.
Intervensi
- Beri papan pengaman di sisi tempat tidur
- Siapkan mesin penghisap lendir di sisi tempat tidur
- Awasi klien selama terjadi kejang
- Hindarkan penekanan pada tubuh selama terjadi kejang
- Mempertahankan bed rest selama fase akut
- Bantu klien dalam mobilisasi
Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi
pemberian terapi seperti dilantin dan luminal.
4. Perubahan
rasa nyaman : Nyeri
Kemungkinan penyebab :
- Proses peradangan / infeksi
- Sirkulasi toxin
Tujuan / kriteria hasil
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak relak
- Klien dapat tidur dan istirahat dengan baik.
Intervensi
- Ciptakan lingkungan yang tenang, jauh dari stimulus yang berlebihan
seperti kebisingan, cahaya yang berlebih / silau
- Pertahankan tetap bed rest dan Bantu aktifitas sehari-hari
- Berikan kompres dingin pada kepala dan dahi
- Pertahankan posisi yang nyaman bagi klien
- Lakukan massage pada daerah leher, otot bahu dan punggung
- Gunakan penghangat di daerah leher dan punggung, bisa berupa balsem atau
handuk yang dihangatkan.
Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi
pemberian analgesik seperti codein.
5. Perubahan
/ gangguan mobilitas fisik
Kemungkinan penyebab :
- Kerusakan neuromuskular
- Perubahan kognitif – perceptual
- Nyeri / discomfort
- Bed rest
Tujuan / kriteria
hasil
- Tidak terjadi kontraktur, drop foot
- Integritas kulit baik
- Fungsi eliminasi baik
- Kekuatan dan fungsi otot baik.
Intervensi
- Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
- Rubah posisi klien setiap dua jam
- Letakkan klien dalam posisi prone satu atau dua hari apabila pasien
kooperatif
- Latih pasien untuk melakukan pergerakan (ROM) aktif / pasif untuk semua
aktifitas
- Gunakan penahan / foot board selama terjadi paralise kaki / tungkai
- Jaga agar posisi kepala tetap seimbang dalam posisi terlentang
- Evaluasi penggunaan alat-alat bantu selama paralise misalnya posisi foot
board
- Kaji kemampuan untuk duduk, kekuatan tangan, kaki dan keseimbangan untuk
berdiri serta gunakan alat untuk menahan tekanan pada tulang yang menonjol
- Kaji kemungkinan sirkulasi darah yang tidak adekuat seperti perubahan warna
kulit, edema dan tanda-tanda lainnya
- Observasi keadaan integritas kulit dan lakukan massage untuk melancarkan
sirkulasi darah
- Bila pasien mulai duduk lakukan segera pengukuran tanda-tanda vital
- Gunakan bantal di atas kursi untuk menahan penekanan dan kaji berat badan
secara intensif
- Dorong pasien untuk melakukan aktifitas dan beri pujian bila ia dapat melakukannya
dengan baik.
Tindakan Kolaboratif
a.
Konsultasi dengan Fisioterapi bila pasien menolak untuk melakukan aktifitas
b.
Kaji kemungkinan pemasangan alat elektrik untuk stimulasi sesuai dengan
indikasi
c. Beri
obat-obatan anti spasmodik dan perangsang otot sesuai dengan program
pengobatan. (Depkes : 1995)
☼ DASAR DATA
PENGKAJIAN PASIEN ☼
AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala :
Perasaan tidak enak (malaise).
Keterbatasan
yang ditimbulkan oleh kondisinya.
Tanda :
Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
Kelemahan secara umum,
keterbatasan dalam rentang gerak.
Hipotonia.
SIRKULASI
Gejala :
Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa
Penyakit jantung kongenital
(abses otak).
Tanda
:
Tekanan darah
meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat
(berhubungan dengan
peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat
vasomotor).
Takikardia, disritmia (pada
fase akut), seperti disritmia sinus (pada meningitis).
ELIMINASI
Tanda
:
Adanya
inkontinensia dan / atau retensi.
MAKANAN /
CAIRAN
Gejala :
Kehilangan nafsu makan.
Kesulitan menelan (pada
periode akut).
Tanda
:
Anoreksia, muntah.
Turgor kulit jelek, membran
mukosa kering.
HYGIENE
Tanda
:
Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada
periode akut).
NEUROSENSORI
Gejala :
Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya
berat).
Parestesia, terasa kaku pada
semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf
kranial). Hiperalgesia / meningkatnya sensitivitas pada nyeri (mengitis).
Timbul kejang
(meningitis bakteri atau abses
otak).
Gangguan dalam penglihatan,
seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).
Fotofobia (pada meningitis).
Ketulian (pada meningitis atau
ensefalitis) atau mungkin hipersensitif terhadap kebisingan.
Adanya halusinasi penciuman
atau sentuhan.
Tanda
:
Status mental / tingkat kesadaran: letargi sampai kebingungan yang
berat hingga koma, delusi dan
halusinasi / psikosis organik (ensefalitis).
Kehilangan memori, sulit dalam
mengambil keputusan (dapat merupakan awal gejala berkembangnya hidrosefalus
komunikan yang mengikuti meningitis bakterial).
Afasia / kesulitan dalam
berkomunikasi.
Mata (ukuran / reaksi pupil);
unisokor atau tidak berespons terhadap cahaya (peningkatan TIK), nistagmus
(bola mata bergerak-gerak terus-menerus).
Ptosis (kelopak mata atau
jatuh). Karakteristik fasial (wajah): perubahan pada fungsi motorik dan
sensorik (saraf kranial V dan VII terkena).
Kejang umum atau lokal (pada
fase abses otak), kejang lobus temporal. Otot mengalami hipotonia / flaksid
paralisis (pada fase akut meningitis), spastik (ensefalitis).
Hemiparese atau hemiplegia
(meningitis / ensefalitis).
Tanda Brudzinski positif dan
atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase
akut).
Rigiditas nukal (iritasi
meningeal).
Refleks tendon dalam:
terganggu, Babinski positif.
Refleks abdominal menurun /
tidak ada, refleks kremastetik hilarg pada laki-laki (meningitis).
NYERI /
KENYAMANAN
Gejala :
Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan
diperburuk oleh ketegangan
leher / punggung kaku; nyeri pada gerakan okular, fotosensitivitas, sakit;
tenggorok nyeri.
Tanda
:
Tampak terus terjaga, perilaku distraksi / gelisah. Menangis /
mengaduh / mengeluh.
PERNAPASAN
Gejala :
Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda
:
Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).
Perubahan
mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
KEAMANAN
Gejala :
Adanya riwayat infeksi saluran napas atas / infeksi lain, meliputi:
mastoiditis, telinga tengah, sinus,
abses gigi; infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan,
fraktur pada tengkorak / cedera kepala, anemia sel sabit.
Imunisasi yang baru saja
berlangsung; terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak, chickenpox, herpes
simpleks, mononukleosis, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
Gangguan penglihatan /
pendengaran.
Tanda
:
Suhu meningkat, diaforesis, menggigil.
Adanya ras, purpura
menyeluruh, perdarahan subkutan.
Kelemahan secara umum; tonus
otot flaksid atau spastik; paralisis atau paresis.
Gangguan sensasi.
PENYULUHAN /
PEMBELAJARAN
Gejala :
Adanya riwayat menggunakan obat (abses otak).
Hipersensitif terhadap obat
(meningitis non-bakteri).
Masalah medis sebelumnya,
seperti penyakit kronis / gangguan umum, alkololisme, diabetes melitus,
splenektomi, implantasi pirau ventrikel.
Pertimbangan
DRG menunjukkan rerata
lama perawatan : 8,4 hari.
Rencana
pemulangan :
Mungkin
membutuhkan bantuan pada semua bidang, meliputi perawatan diri dan
mempertahankan tugas / pekerjaan rumah.
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
INFEKSI, RISIKO TINGGI TERHADAP,
(PENYEBARAN)
Faktor risiko meliputi :
Diseminata hematogen dari patogen.
Stasis cairan tubuh.
Penekanan respons
inflamasi (akibat-obat).
Pemajanan orang lain terhadap patogen.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
(tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda
dan
gejala-gejala membuat diagnosa aktual).
HASIL YANG
DIHARAPKAN /
Mencapai masa penyembuhan tepat waktu,
KRITERIA
EVALUASI
tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau
PASIEN AKAN
:
keterlibatan
orang lain.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
PERFUSI JARINGAN, PERUBAHAN :
SEREBRAL, RISIKO TERHADAP
Faktor risiko
meliputi : Edema
serebral yang mengubah/menghentikan
aliran darah arteri / vena.
Hipovolemia.
Masalah pertukaran pada
tingkat seluler (asidosis).
Kemungkinan
dibuktikan oleh : (Tidak
dapat diterapkan; adanya tanda-tanda
dan gejala-gejala membuat
diagnosa aktual).
HASIL YANG
DIHARAPKAN / Mempertahankan
tingkat kesadaran biasanya /
KRITERIA
EVALUASI
membaik dan fungsi motorik / sensorik.
PASIEN AKAN
:
Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
Melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit kepala.
Mendemonstrasikan
tak adanya perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
:
TRAUMA, RISIKO TINGGI TERHADAP
Faktor risiko meliputi :
Iritasi korteks
serebral mempredisposisikan
muatan neural dan aktivitas
kejang umum.
Keterlibatan area lokal
(kejang lokal).
Kelemahan umum, paralisis
parestesia.
Ataksia, vertigo.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
(TIdak dapat diterapkan, adanya tanda-tanda
dan gejala-gejala membuat
diagnosa aktual).
HASIL YANG
DIHARAPKAN /
Tidak mengalami kejang / penyerta atau
KRITERIA
EVALUASI
–
cedera lain.
PASIEN AKAN
:
DIAGNOSA
KEPERAWATAN :
NYERI, (AKUT)
Dapat dihubungkan dengan :
Agen pencedera biologis, adanya proses
infeksi / inflamasi, toksin
dalam sirkulasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Melaporkan sakit kepala, fotofobia, nyeri otot/
sakit punggung.
Perilaku distraksi : menangis,
meringis, gelisah.
Perilaku berlindung, memilih
posisi yang khas.
Tegangan muskuler; wajah
menahan nyeri, pucat.
Perubahan tanda-tanda vital.
HASIL YANG
DIHARAPKAN /
Melaporkan nyeri hilang / terkontrol.
KRITERIA
EVALUASI –
Menunjukkan postur rileks dan mampu tidur /
PASIEN AKAN
:
istirahat dengan tepat.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN :
MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN
Dapat dihubungkan dengan:
Kerusakan neuromuskuler, penurunan ke
kuatan / ketahanan.
Kerusakan persepsi / kognitif.
Nyeri / ketidaknyamanan.
Terapi pembatasan (tirah
baring).
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Enggan mengusahakan gerakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar