ASUHAN KEPERAWATAN GLAUKOMA
DISUSUN
OLEH :
1.
Nur Rahmat R (
201202039 )
2.
Andriani Norrita S (
201202004 )
3.
Riske Dwi H. (
201202048 )
4.
Febriansyah M. P. (
201202018 )
5.
Beuty Joanita P. (
201202010 )
6.
Yoga Ridho F. (
201202059 )
7. Renzy
Avionita ( 201202044 )
PRODI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN AJARAN 2014/2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Glaukoma adalah penyebab utama
kebutaan dimasyarakat berat. Diperkirakan di Amerika Serikat ada 2 juta orang menderita
glaukoma. Di antara mereka, hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan,
dan hampir 70.000 benar – benar buta, bertambah sebanyak 5500 orang buta tiap
tahun.
Bila glaukoma di diagnosis lebih
awal dan ditangani dengan benar, kebutaan hampir selalu dapat dicegah. Namun
kebanyakan kasus glauma tidak bergejala sampai sudah terjadi kerusakan
ekstensif dan ireversibel. Maka pemeriksaan rutin dan skrining mempunyai peran
penting dalam mendeteksi penyakit ini. Dianjurkan bagi semua yang memiliki faktor
resiko menderita glaukoma dan yang berusia diatas 35 tahun menjalani
pemeriksaan berkala pada oftalmologis untuk mengkaji TIO, lapang pandang, dan
kaput nervi optisi.
Glaukoma mengenai semua usia namun
lebih banyak sesuai bertambahnya usia, mengenai sekitar 2% orang berusia di
atas 35 tahun. Resiko lainya adalah diabetes, orang Amerika keturunan Afrika,
yang mempunyai riwayat keluarga menderita glaukoma, dan mereka yang pernah
mengalami trauma atau pembedahan mata, atau yang pernah mendapat terapi kortikostreroid
jangka panjang.
Meskipun tak ada penanganan untuk
glaukoma, namun dapat dikontrol dengan obat.. kadang diperlukan pembedahan
laser atau konvensional (insisional). Tujuan penanganan adalah untuk
menghentikan atau memperlambat perkembangan agar dapat mempertahankan
penglihatan yang baik sepanjang hidup. Dapat dilakukan dengan menurunkan TIO. (Suzanne C. Smeltzer, 2001 : 2004-2005)
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1.
Apa definisi dari glaucoma?
2.
Apa penyebab dari glaucoma?
3.
Apa saja tanda dan gejala glaucoma?
4.
Bagaimana pencegahan dan penatalaksaaan
glaucoma?
5.
Bagimana konsep asuhan keperawatan
dengan glaucoma?
1.3 TUJUAN
1.3.1
TUJUAN UMUM
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Sistem Persepsi Sensori dan memberikan penjelasan tentang teori dan
konsep Asuhan Keperawatan glaucoma.
1.3.2
TUJUAN KHUSUS
1. Mengetahui
definisi dari glaucoma
2. Mengetahui
penyebab dari glaucoma
3. Mengetahui
saja tanda dan gejala glaucoma
4. Mengetahui
pencegahan dan penatalaksaaan glaucoma
5. Mengetahui
konsep asuhan keperawatan dengan glaucoma
1.4 MANFAAT
1. Mampu
memberikan pengetahuan tentang penyakit glaukoma kepada masyarakat.
2. Mampu memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pada pasien penderita glaukoma.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 DEFINISI GLAUKOMA
Glaukoma adalah Sekelompok kelainan
mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular.( Barbara C Long, 2000 : 262 )
Glaukoma merupakan sekelompok
penyakit kerusakan saraf optik(neoropati optik) yang biasanya disebabkan oleh
efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. Yang menyebabkan defek
lapang pandang dan hilangnya tajam penglihatan jika lapang pandang sentral
terkena.. (Bruce James. et al ,
2006 : 95)
Glaukoma adalah penyakit mata yang
ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang
pandang yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak
normal. (Sidarta Ilyas, 2002 : 239)
Glaukoma adalah suatu keadaan
dimana tekanan bola mata tidak normal (N = 15-20mmHg). (Sidarta Ilyas, 2004 : 135)
Glaukoma adalah kondisi mata yang
biasanya disebabkan oleh peningkatan abnormal tekanan intraokular ( sampai
lebih dari 20 mmHg). (Elizabeth J.Corwin,
2009 : 382)
Glaukoma adalah kelainan yang
disebabkan oleh kenaikan tekanan didalam bola mata sehingga lapang pandangan
dan visus mengalami ganggauan secara progresif. (Vera H . Darling, 1996 : 88 ).
2.2 KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI GLAUKOMA
Glukoma diklasifikasikan dalam 2 kelompok
sudut terbuka dan sudut tertutup. Pada glaucoma sudut terbuka, humor aquos
mempunyai akses bebas ke jaringan trabekula dan ukuran sudut normal. Pada
glaucoma sudut tertutup iris menutup jaringan trebekula dan membatasi aliran
humor aquos keluar kamera anterior. Kategori ini dibagi lebih lanjut menjadi
glaucoma primer (penyebab tak diketahui, biasanya bilateral dan mungkin
diturunkan) dan glaukoma sekunder (penyebab diketahui).
Klasifikasi glaucoma meliputi yang berikut:
I.
Glaucoma sudut terbuka
- Primer
- Tegangan normal
- Sekunder
II.
Glaucoma tertutup
a. Primer
1. Dengan
sumbatan pupil
a. Akut
b. Sub
akut
c. Kronik
2. Tanpa
sumbatan pupil
b. Sekunder
1. Dengan
sumbatan pupil
2. Tanpa
sumbatan pupil
III.
Glaucoma dengan mekanisme kombinasi
IV.
Glaucoma pertumbuhan/kongenital
1.
Glaukoma Primer
a.
Glaukoma Sudut Terbuka
Merupakan
sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya
kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena
humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran
dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan
saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Glaukoma Sudut
terbuka primer ditandai dengan atrofi saraf optikus dan kavitasi mangkuk
fisiologis dan defek lapang pandang yang khas. Glaukoma sudut terbuka, tekanan normal
ditandai dengan adanya perubahan meskipun TIO masih dalam batas parameter
normal.
b.
Glaukoma Sudut Tertutup
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara
anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan
trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan
iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di
ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul
dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata
yang berat,dan penglihatan yang kabur.
Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan
terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
Dilatasi pupil dapat terjadi saat berada diruangan
gelap atau obat yang menyebabkan dilatasi akut pupil. Dilatasi bias pula
terjadi akibat rasa takut atau nyeri, pencahayaan yang kurang terang, atau
berbagai obat topical atau sistemik (vasokontriktor ,bronkodilator, penenang,
anti Parkinson).
Aktifitas seperti membaca yang memerlukan gerakan
ensa kedepan dan terapi miosis juga dapat merupakan factor presipitasi.
2.
Glaukoma sekunder
a. Glaukoma
sudut terbuka
Peningkatan TIO disebabkan oleh peningkatan tahanan
aliran keluar humor akuos melalui jarring-jaring trabekuler,kanalis schlemm,
dan system evissklerar.pori-pori trabekula dapat tersumbat oleh setiap jenis
debri,darah ,pus atau bahan lainnya.peningkatan tahanan tersebut dapat
diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka lama,tumor intra okuler
uveitis akibat penyakit seperti herpes simplek atau herpes zoster,atau
penyumbatan jarring-jaring trabekula oleh material lensa,bahan fispo
elastis(digunakan pada pembedahan katarak),darah atau pigmen.pennggian tekanan
vena episklelar akibat keadaan seperti luka bakar kimia,tumor
retrobulber,penyakit teroid,fistula arteriovenosa,jugularis superior vena kava
atau sumbatan vena pulmonal juga dapat mengakibatkan peningkatan TIO.selain
itu,glaucoma sudut terbuka dapat terjadi setelah ekstraksi katarak,implantasi
TIO (khususnya lensa kamera anterior,)penguncia sclera,viterktomi,kapsulotomi
posterior,atau trauma.
b.
Glaucoma sudut tertutup
Peningkatan tahanan aliran humor akuos disebabkan
oleh penyumbatan jaring-jaring trabekula oleh iris perifer.kondisi ini biasanya
disebabkan oleh perubahan aliran humor akuos setelah menderita penyakit atau
pembedahan.keterlibatan anterior terjadi setelah terbentuknya membrane pada
glaucoma pada neuro vaskuler,trauma,aniridia,dan penyakit endotel.penyebab
posterior terjadi pada penyumbatan pupil akibat lensa atau IQL menghambat
aliran humor akuos ke kamera anterior.
Berdasarkan lamanya :
1. GLAUKOMA
AKUT
a. Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan
oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang
memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua
mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling
banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau
lebih.
c. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa
pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan
emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/ subluksasi lensa,
katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio
pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
d. Manifestasi klinik
1). Mata terasa sangat sakit. Rasa
sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah, kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah, kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3). Tajam penglihatan sangat
menurun.
4). Terdapat halo atau pelangi di
sekitar lampu yang dilihat.
5). Konjungtiva bulbi kemotik atau
edema dengan injeksi siliar.
6). Edema kornea berat sehingga
kornea terlihat keruh.
7). Bilik mata depan sangat
dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
8). Pupil lebar dengan reaksi
terhadap sinar yang lambat.
9). Pemeriksaan funduskopi sukar
dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.
11). Tekanan bola mata antara dua
serangan dapat sangat normal.
e. Pemeriksaan
Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan
peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f.
Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi.
Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak
turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml,
60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan
hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.
2.
GLAUKOMA KRONIK
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c.
Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
d. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan
tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan
dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e.
Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.
2.3 MANIFESTASI KLINIK
GLAUKOMA
A Glaukoma Primer
1.Glaukoma
Sudut Terbuka
a. Mata tampak normal
b. Penderita pun merasa matanya normal
c. Kecuali pada stadium lanjut à Lapang pandang sudah sangat sempit
2.
Glaukoma Sudut Tertutup
a. Hiperemia
silier + konjungtiva à mata merah ++
b.
Kornea suram à
visus ¯¯
c.
Halo disekitar cahaya
d.
Atrofi iris sekitar pupil à
reflek pupil –
e.
Pupil lebar (paralise otot sfingter
pupil)
f.
Nyeri mata dan sekitarnya
g. Mual,
muntah
B. Glukoma Sekunder
a.
Pembesaran bola mata
b.
Gangguan lapang pandang
c.
Nyeri didalam mata
2.4
PATOFISIOLOGI
Tingginya
tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor aquelus oleh badan
siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor aquelus melalui
sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm dan keadaan
tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg
pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan
tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut.
Disebut sudut terbuka karena humor
aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat
oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg
berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Disebut sudut tertutup karena
ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan,
menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke
saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan
vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena
usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya
TIO
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN
Pemeriksaan tajam penglihatan bukan merupakan
pemeriksaan khusus untuk glaukoma.
a. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola
mata. Dikenal empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu
:
o Palpasi atau digital
dengan jari telunjuk
o Indentasi dengan
tonometer schiotz
o Aplanasi dengan
tonometer aplanasi goldmann
·
Nonkontak pneumotonometri
·
Portable electronic applanation (co:
Tonopen)
} TIO
Normal
◦ Berkisar
:10,5 – 20,5 mmHg
◦ Rata-rata
:15,5
+ 2,75 mmHg
} TIO
Tinggi
◦ >
21 mmHg
} Hipotoni
◦ <
6,5 – 7 mmHg
Tonomerti
Palpasi atau Digital
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang
paling tidak cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat
digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan
dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh melihat
kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup mata mengakibatkan tarsus
kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi
adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengann
palpasi : dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian.
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut :
N : normal
N + 1 : agak tinggi
N + 2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
N – 1 : lebih rendah dari normal
N – 2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
2. GONIOSKOPI
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut
bilik mata depan dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma
gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
3. OFTALMOSKOPI
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan
keadaan papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang
kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan
lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat
dari ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.
4. PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG
a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih
berarti kalau glaukoma sudah lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan
lapang pandang akan ditemukan di daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.
b. Pemeriksaan lapang pandang sentral :
mempergunakan tabir Bjerrum, yang meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan –
kerusakan dini lapang pandang ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum. (Sidarta
Ilyas, 2002 : 242-248)
2.6 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan glaucoma adalah menurunkan
TIO ke tingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan.
Penatalaksanaan bias berbeda bergantung pada klasifikasi penyakit dan responnya
terhadap terapi. Terapi obat, pembedahan laser, pembedahan konvensional dapat
dipergunakan untuk mengontrol kerusakan progresif yang diakibatka oleh
glaucoma. (Suddart & Brunner,2002)
1. Farmakoterapi
Terapi obat
merupakan penanganan awal dan utama untuk penanganan glaucoma sudut terbuka
primer. Meskipun program ini dapat diganti, terapi diteruskan seumur hidup.
Bila terapi ini gagal menurunkan TIO dengan adekuat, pilihan berikutnya pada
kebanyakan pasien adalah trabekuloplasti laser dengan pemberian obat tetap
dilanjutkan.
Glaucoma sudut
tertutup dengan sumbatan pupil biasanya jarang merupakan kegawatan bedah. Obat
digunakan untuk mengurangi TIO sebelum iridektomi laser.
Penanganan
glaucoma sekunder ditujukan untuk kondisi yang mendasarinya begitu pula untuk
menurunkan. Misalnya glaucoma yang disebabkan oleh terapi kortikosteroid
ditangani dengan menghentikan pengobatan kortikosteroid. Uveitis dengan
glaucoma diterapi dengan bahan anti inflamasi. Penggunanan obat dilator pupil
(midriatikum) merupakan kontraindikasi pada pasien glaucoma.
Kebanyakan obat
mempunyai efek samping, yang biasanya menghilang setelah satu sampai dua
minggu. Namun pada beberapa kasus obat perlu dihentikan karena pasien tidak
dapat mentoleransinya. Efek samping yang biasa terdapat pada pemakaian obat
topical adalah pandangan kabur, pandangan meremang, khususnya menjelang malam
dan kesulitan memfokuskan pandangan. Kadang-kadang frekuens denyut jantung dan
respirasi juga terpengaruh.
Obat sistemik
dapat menyebabkan rasa kesemutan pada jari dan jari kaki, pusing, kehilangan
nafsu makan, defekasi tidak teratur, dan terkadang terjadi batu ginjal. Pasien
harus diberitahu mengenai kemungkinan efek samping tersebut. Antagonis Beta
adrenergic merupakan obat topical yang paling banyak digunakan karena
efektifitasnya pada berbagai macam glaucoma dan tidak menyebabkan efek samping
yang biasa disebabkan oleh obat lain. Antagonis Beta adrenergic menurunkan TIO
dengan menguragi pembentukan humour aquous. Bahan kolinergik topical (missal pilokartin
hidroklorida, 1%-4%, asetilkolin klorida, karbakol) digunakan dalam penanganan
glaucoma jangka pendek dengan penyumbatan pupil akibat efek langsungnya pada
resptor parasimpatis iris dan badan silier. Sebagai akibatnya, sfingter pupil
akan berkontriksi, iris mengencang, volume jaringan irisan pada sudut akan berkurang.
Dan iris perifer tertarik menjauhi jarring-jaring trabekula. Perubahan ini memungkinkan
humour aquous mencapai saluran keluar dan akibatnya terjadi penurunan TIO.
Pada glaucoma
sudut terbuka digunakan obat golongan agonis adrenergic topical yang berfungsi
menurunkan IOP dengan meningkatkan aliran keluar humour aquous, memperkuat
dilatasi pupil, menurunkan produksi humour aquous, dan menyebabkan kontriksi
pembluh darah konjungtiva. Contoh bahan perangsang adrenerik adalah epinefrin
dan fenileprin hidriklorida. Tetes mata epinefrin (larutan 0,1%) banyak
digunakan untuk menangani glaucoma sudut terbuka. Fenileprin (1%,2,5%) sering
digunakan untuk mendilatasi mata sebelum pemerikasaan fundus ovuli dan
menangani uveitis.
Inhibitor
anhydrase karbonat missal asetalzolamid (Diamox) diberikan secara sistemik
untuk menurunkan IOP dengan menurunkan produksi humour aquos. Digunakan untuk
menangani glaucoma sudut terbuka jangka panjang dan menangani glaucoma sudut
tertutup jangka pendek dan glaucoma yang sembuh sendiri, seperti yang terjadi
setelah tauma. Juga dibutuhkan setelah iridektomi untuk mengontrol glaucoma
residual. Dapat diberikan secara oral atau intravena selama serangan akut
glaucoma.
Diuretika
osmotic. Bahan osmotic oral (gliserol atau intravena) misal manitol dapat
menurunkan TIO dengan meningkatkan osmolaritas plasma dan menarik air dari mata
ke dalam pembuluh darah. Obat hiperosmotik sangan berguna penanganan jangka
pendek glaucoma akut. Digunakan untuk menurunkan TIO preoperative sehingga
pembedahan dapat dilakukan dengan tekanan mata yang lebih normal. Juga dapat
menghindari perlunya pembedahan pada glaucoma transien. (Suddart &
Brunner,2002)
2. Bedah
Laser
Pembedahan laser untuk memperbaiki aliran humour
aquous dan menurunkan TIO dapat diindikasikan sebagai penanganan primer untuk
glaucoma, atau bias juga dipergunakan bila terapi obat tidak bisa ditoleransi,
atau tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat. Laser dapat digunakan pada
berbagai prosedur yang berhubungan dengan penanganan glaucoma. (Suddart &
Brunner,2002)
3.
Bedah Konvesional
Prosedur bedah konvesional
dilakukan bila teknik laser tidak berhasil atau peralatan laser tidak tersedia,
atau bila pasien tidak cocok untuk dilakukan bedah laser (misal pasien yang tak
dapat duduk diam atau mengikuti perintah). Prosedur filtrasi rutin berhubungan
dengan keberhasilan penurunan TIO pada 80-90% pasien.
Iridektomi perifer atau
sektoral dilakukan untuk mengangkat sebagaian iris untuk memungkinkan
aliran humor aqueus dari kamera prosterior ke kamera anterior di indikasikan
pada penanganan glaucoma dengan penyumbatan pupil bila pembedahan laser tidak
berhasil atau tidak tersedia.
Trabulectomi (prosedur
filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran baru melalui sclera.
Dilakukan dengan melakukan diseksi flap ketebalan setengah (half-tickness)
sclera dengan engsel di limbus. Satu sekmen jaringan trabekula diangkat, flap
sclera ditutup kembali, dan konjungtiva dijahit rapat untuk mencegah kebocoran
cairan aqueus. Trabulectomi meningkatkan aliran keluar humor aqueus dengan
memintas struktur pengaliran yang alamiah. Ketika cairan mengalir melalui
saluran baru ini, akan terbentuk bleb (gelembung). Dapat diobservasi pada
pemeriksaan konjungtiva. Komplikasi ditengah prosedur filtrasi meliputi
hipotoni (TIO rendah yang tidak normal), hifema (darah dikamera anterior mata),
infeksi kegagalan filtrasi.
Prosedur seton
meliputi penggunaan berbagai alat pintasan aqueus sintesis untuk menjaga
kepatenan fistula pengaliran. Tabung terbuka diimplementasikan ke kamera anterior
dan menhubungkan ke mean pengaliran episklera. Alat ini sering digunakan pada
TIO tinggi, pada mereka yang prosedur filtrasi gagal. Kemungkinan komplikasi
implant meliputi pembentukan katarak, hipotoni, diskompensasi kornea, dan erosi
alparatus. (Suddart & Brunner,2002)
WOC
(WEB OF CAUTION) GLAUKOMA

BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas
§ Umur,
glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
§ Ras,
kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit
putih (dewit, 1998).
· Pekerjaan, terutama yang beresiko besar
mengalami trauma mata.
2 Riwayat
Kesehatan
A.
Keluhan Utama
Pasien biasanya mengeluh berkurangnya
lapang pandang dan mata menjadi kabur
B.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan matanya kabur dan
sering menabrak, gangguan saat membaca
C.
Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu, riwayat
penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat
menyebabkan Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang mengenai
mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi)
D.
Riwayat Penyakit Keluarga
kaji
apakah ada kelurga yang menglami penyakit glaucoma sudut terbuka primer.
E.
Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial mencakup adanya
ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah berganti topik, sulit
berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena kehilangan penglihatan.
(Indriana N. Istiqomah, 2004)
b.
Pemeriksaan Fisik
A. Neurosensori
Gejala
: Gangguan penglihatan (kabur/ tidak
jelas), sinar terang dapat menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap
penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa diruang
gelap (katarak), tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan
perifer, fotfobia (galukoma akut) bahan kaca mata/ pengobatan tidak memperbaiki
penglihatan.
-
Tanda : pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan, peningkatan
air mata.
- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmaskop untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan dalampada glaukoma akut primer, karena anterior dangkal, Aqueus humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.
- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmaskop untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan dalampada glaukoma akut primer, karena anterior dangkal, Aqueus humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.
-
Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat
menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
-
Pemeriksaan melalui inspeksi, untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera
kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap
cahaya (Indriana N. Istiqomah,2004)
B.
Nyeri atau kenyamanan
Gejala:
ketidaknyamanan ringan atau mata berair ( glaucoma kronis).
Nyeri
tiba-tiba atau berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala
(glaucoma akut)
C.Aktivitas
gejala:
perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
D. makanan atau cairan
D. makanan atau cairan
gejala:mual
atau muntah
c. Pemeriksaan Penunjang
(1) Kartu
mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau
vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke
retina atau jalan optik.
(2) Lapang
penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor
pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
(3) Pengukuran
tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
(4) Pengukuran
gonioskopi: Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
(5) Tes
Provokatif : digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau
hanya meningkat ringan.
(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur
internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina,
dan mikroaneurisma.
(7) Darah
lengkap, LED : Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
(8) EKG,
kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.
(9) Tes
Toleransi Glukosa : menentukan adanya DM.
3.2
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan
persepsi sensori : Penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan dan kejelasan penglihatan.
2. Ansietas yang
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan prognosis.
3. Nyeri
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular.
4. Ansietas yang berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang operasi.
5. Resiko cedera
yang berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, kehilangan vitreus
6. Nyeri
yang berhubungan dengan luka pascaoperasi
7. Gangguan
perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan
3.3
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Penurunan
persepsi sensori : Penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan dan kejelasan penglihatan.
Subyektif
:
Menyatakan
penglihatan kabur, tidak jelas, penurunan area penglihatan.
Objektif
:
- Pemeriksaan
lapang pandang menurun.
- Penurunan
kemampuan identifikasi lingkungan (benda, orang, tempat)
Tujuan :
Klien melaporkan
kemampuan yang lebih untuk proses rangsang penglihatan dan mengomunikasikan
perubahan visual.
Kriteria Hasil :
- Klien
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi penglihatan.
- Klien
mengindentifikasi dan menunjukkan pola-pola alternatif untuk meningkatkan
penerimaan rangsang penglihatan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.
Kaji ketajaman penglihatan klien.
2.
Dekati klien dari sisi yang
sehat.
3.
Identifikasi alternatif untuk
optimalisasi sumber rangsangan.
4. Sesuaikan lingkungan untuk
optimalisasi penglihatan :
- Orientasikan
klien terhadap ruang rawat.
- Letakkan
alat yang sering digunakan di dekat klien atau pada sisi mata yang lebih
sehat.
- Berikan
pencahayaan cukup.
- Letakkan
alat ditempat yang tetap.
- Hindari
cahaya menyilaukan.
5.
Anjurkan penggunaan alternatif rangsang lingkungan yang dapat diterima :
auditorik, taktil.
|
1.
Mengidentifikasi kemampuan visual klien.
2.Memberikan rangsang sensori,
mengurangi rasa isolasi/terasing.
3. Memberi keakuratan penglihatan
dan perawatannya.
4. Meningkatkan kemampuan
persepsi sensori.
5. Meningkatkan kemampuan respons
terhadap stimulus lingkungan.
|
2.Ansietas
yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan prognosis.
Subyektif
:
Klien
mengatakan takut tidak akan dapa melihat lagi setelah dilakukan tindakan
operasi.
Obyektif
:
- Klien
terlihat kebingungan dan selalu bertanya perihal tindakan operasi.
- Tingkat
konsentrasi klien berkurang.
- Terdapat
perubahan pada tanda vital, tekanan darah meningkat.
Tujuan
:
Tidak
terjadi kecemasan.
Kriteria
Hasil :
- Klien
mengungkapkan kecemasan berkurang atau hilang.
- Klien
berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan.
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1. Kaji
derajat kecemasan, faktor yang menyebabkan kecemasan, tingkat pengetahuan,
dan ketakutan klien akan penyakit.
2. Orientasikan
tentang penyakit yang dialami klien, prognosis, dan tahapan perawatan yang
akan dijalani klien.
3.
Berikan kesempatan pada klien
untuk bertanya dengan penyakitnya.
4.
Berikan dukungan psikologis.
5. Terangkan
setiap prosedur yang dilakukan dan jelaskan tahap perawatan yang akan
dijalani, seperti riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, foto toraks, EKG,
diet, sedasi operasi dll.
6.
Bantu klien mengekspresikan
kecemasan dan ketakutan dengan mendengar aktif.
7.
Beri informasi tentang penyakit
yang dialami oleh klien yang berhubungan dengan kebutaan.
|
1. Umumnya
faktor yang menyebabkan kecemasan adalah kurangnya pengetahuan dan ancaman
aktual terhadap diri. Pada klien glaukoma, rasa nyeri dan penurunan lapang
pandang menimbulkan ketakutan utama.
2. Meningkatkan
pemahaman klien akan penyakit. Jangan memberikan keamanan palsu seperti
mengatakan penglihatan akan pulih atau nyeri akan segera hilang. Gambarkan
secara objektif tahap pengobatan harapan proses pengobatan, dan orientasi
pengobatan masa berikutnya.
3.
Menimbulkan rasa aman dan
perhatian bagi klien.
4. Dukungan
psikologis dapat berupa penguatan tentang kondisi klien, peran serta aktif
klien dalam perawatan maupun mengorientasikan bagaimana kondisi penyakit yang
sama menimpa klien yang lain.
5.
Mengurangi rasa ketidaktahuan dan
kecemasan yang terjadi.
6. Memberi
kesempatan klien untuk berbagi perasaan dan pendapat dan menurunkan
ketegangan pikiran.
7. Mengorientasikan
pada penyakit dan kemungkinan realistik sebagai konsekuensi penyakit dan
menunjukan realitas.
|
3. Nyeri
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular.
Subyektif
:
Mengatakan
mata tegang. Nyeri hebat, lebih sakit untuk melihat.
Objektif
:
- Meringis,
menangis menahan nyeri.
- Sering
memegangi mata.
Tujuan
:
Nyeri
berkurang, hilang atau terkontrol.
Kriteria
Hasil :
- Klien
dapat mengidentifikasi penyebab nyeri.
- Klien
menyebutkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan nyeri.
- Klien
mampu melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.Kaji derajat nyeri setiap hari atau sesering
mungkin, jika diperlukan.
2.Terangkan penyebab nyeri dan faktor/ tindakan
yang dapat memicu nyeri.
3.
Anjurkan klien untuk menghindari
perilaku yang dapat memprovokasi nyeri.
4.
Secara kolaboratif, berikan obat
analgetik.
5. Ajarkan tindakan distraksi dan relaksasi pada
klien.
|
1.Nyeri glaukoma umumnya sangat parah terutama
pada glaukoma sudut tertutup.
2.Penyebab munculnya nyeri adalah peningkatan
tekanan intraokular, yang dapat meningkat akibat dipicu oleh :
-
Mengejan (valsalva maneuver)
- Batuk
-
Mengangkat benda berat
-
Penggunaan kafein (rokok, kopi, teh)
-
Gerakan kepala tiba-tiba
-
Menunduk/ kepala lebih rendah dari pinggang
- Tidur
pada sisi yang sakit
-
Hubungan seks
-
Penggunaan obat kortikosteroid.
3.Untuk mencegah peningkatan TIO lebih lanjut.
4.Analgetik berfungsi untuk meningkatkan ambang
nyeri. Biasanya analgetik yang diberikan adalah kelompok narkotik/ sedatif.
5.
Untuk menurunkan sensasi nyeri
dan memblokir sensasi nyeri menuju otak. Teknik ini umumnya efektif saat
nyeri tidak sangat mengganggu klien.
|
4.Ansietas
yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang operasi.
Subyektif
:
- Mengatakan
takut dioperasi
- Sering
menanyakan tentang operasi
Objektif
:
- Perubahan
tanda vital peningkatan nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan
- Tampak
gelisah, wajah murung, sering melamun
Tujuan
:
Tidak
terjadi kecemasan
Kriteria
Hasil :
- Klien
mengungkapkan kecemasan minimal atau hilang.
- Klien
berpartisipasi dalam kegiatan persiapan operasi
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.Jelaskan
gambaran kejadian pre- dan pasca operasi. Manfaat operasi, dan sikap yang
harus dilakukan klien selama masa operasi.
2.Jawab
pertanyaan khusus tentang pembedahan. Berikan waktu untuk mengekspresikan
perasaan. Informasikan bahwa perbaikan penglihatan tidak terjadi secara
langsung, tetapi bertahap sesuai penurunan bengkak pada mata dan perbaikan
kornea. Perbaikan penglihatan memerlukan waktu 6 bulan atau lebih.
|
1.Meningkatkan
pemahaman tentang gambaran operasi untuk menurunkan ansietas.
2.Meningkatkan
kepercayaan dan kerjasama. Berbagi perasaan membantu menurunkan ketegangan.
Informasi tentang perbaikan penglihatan bertahap diperlukan untuk antisipasi
depresi atau kekecewaan setelah fase operasi dan memberikan harapan akan
hasil operasi.
|
Intervensi Pasca-Operatif
5.
Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, kehilangan
vitreus.
Subyektif
:
-
Keinginan untuk memegang mata
-
Menyatakan nyeri sangat
Obyektif
:
-
Perilaku tidak terkontrol
-
Kecenderungan memegang darah operasi
Tujuan
:
Tidak
terjadi cedera mata pascaoperasi
Kriteria
Hasil :
-
Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera
-
Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.Diskusikan tentang rasa sakit,
pembatasan aktifitas dan pembalutan mata.
2.Tempatkan klien pada tempat tidur
yang lebih rendah dan anjurkan untuk membatasi pergerakan mendadak/ tiba-tiba
serta menggerakkan kepala berlebih.
3.Bantu aktifitas selama fase
istirahat. Ambulasi dilakukan dengan hati-hati.
4.Ajarkan klien untuk menghindari
tindakan yang dapat menyebabkan cedera.
5.Amati kondisi mata : luka menonjol,
bilik mata depan menonjol, nyeri mendadak, nyeri yang tidak berkurang dengan
pengobatan, mual dan muntah. Dilakukan setiap 6 jam asca operasi atau
seperlunya.
|
1.Meningkatkan kerjasama dan
pembatasan yang diperlukan.
2.Istirahat mutlak diberikan 12-24 jam
pasca operasi.
3.Mencegah/
menurunkan risiko komplikasi cedera.
4.Tindakan yang dapat meningkatkan TIO
dan menimbulkan kerusakan struktur mata pasca operasi antara lain :
-
Mengejan ( valsalva maneuver)
-
Menggerakan kepala mendadak
-
Membungkuk terlalu lama
-
Batuk
5.Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik
mata depan menonjol, nyeri mendadak, hiperemia, serta hipopion mungkan
menunjukan cedera mata pasca operasi.
|
6. Nyeri
yang berhubungan dengan luka pascaoperasi
Subyektif
:
Mengatakan
nyeri/tegang.
Objektif
:
Gelisah,
kecenderungan memegang daerah mata.
Tujuan
:
Nyeri
berkurang, hilang, dan terkontrol.
Kriteria
hasil :
-
Klien mendemonstrasikan teknik penurunan nyeri
-
Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.
Kaji derajat nyeri setiap hari.
2.
Anjurkan untuk melaporkan
perkembangan nyeri setiap hari atau segera saat terjadi peningkatan nyeri
mendadak.
3.
Anjurkan pada klien untuk tidak
melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat memicu nyeri.
4. Ajarkan
teknik distraksi dan relaksasi.
5. Lakukan
tindakan kolaboratif dalam pemberian analgesik topikal/ sistemik.
|
1. Normalnya,
nyeri terjadi dalam waktu kurang dari 5 hari setelah operasi dan berangsur
menghilang. Nyeri dapat meningkat sebab peningkatan TIO 2-3 hari pasca
operasi. Nyeri mendadak menunjukan peningkatan TIO masif.
2. Meningkatkan
kolaborasi , memberikan rasa aman untuk peningkatan dukungan psikologis.
3. Beberapa
kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri seperti gerakan tiba-tiba,
membungkuk, mengucek mata, batuk, dan mengejan.
4.Mengurangi
ketegangan, mengurangi nyeri.
5.Mengurangi
nyeri dengan meningkatan ambang nyeri.
|
7. Gangguan
perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan
aktivitas pascaoperasi.
Subyektif
:
Mengatakan takut
melaukan aktivitas tertentu.
Objektif :
- Tubuh
tidak terawat, kotor.
- Pergerakan
terbatas, hanya ditempat tidur.
Tujuan:
Kebutuhan perawatan
diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil ;
- Klien
mendapatkan bantuan parsial dalam pememnuhan kebutuhan diri.
- Klien
memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahap
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.Terangkan
pentingnya perawatan diri dan pembatasan aktivitas selama fase pascaoperasi
2.Bantu
klien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
3.Secara
bertahap, libatkan klien dalam memenuhi kebutuhan diri
|
1.Klien
dianjurkan untuk istiraht ditempat tidur pada 2-3 jam peratama pascaoperasi
atau 12 jam jika ada komplikasi. Selama fase ini, bantuan total diperlukn
bagi klien.
2.Memenuhi
kebutuhan perawatan diri
3.Pelibatan
klien dalam aktivitas perawatan dirinya dilakukan bertahap dengan berpedoman
pada prinsip bahwa aktivitas tersebut tidak memprovokasi peningkatan TIO dan
menyebabkan cedera mata, kontrol klinis dilakukan dengan menggunakan
indikator nyeri mata pada saat melakukan aktivitas
|
( Anas Tamsuri, 2010 : 77-86 )
3.4 IMPLEMENTASI
Implementasi
merupakan komponen dari proses asuhan keperawatan adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan
dari intervensi keperawatan. Implementasi yang dilaksanakan meliputi :
1.
Membantu aktivitas klien sehari-hari
2.
Mengonsulnya dan memberikan penyuluhan
kepada klien dan keluarga
3.
Memberi asuhan keperawatan langsung
4.
Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota
staf medis lain
(Perry
& Potter,2005)
3.5 EVALUASI
Berdasarkan
intervensi keperawatan yang telah dibuat maka hasil yang diharapkan adalah :
1.
Klien mendapatkan kemampuan yang lebih
untuk proses rangsang penglihatan dan mengomunikasikan perubahan visual.
2. Tidak
terjadi kecemasan.
3.
Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.
4.
Tidak terjadi kecemasan
5.
Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi
6.
Nyeri berkurang, hilang, dan terkontrol.
7.
Kebutuhan perawatan diri klien
terpenuhi.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak
langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan
semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena
saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat
sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang
berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran
darah sehingga saraf mata akan mati.
Glaucoma diklasifikasikan
berdasarkan etiologi dan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intra
okuler. Penyebab tergantung dari klasifikasi glaucoma itu sendiri tetapi pada
umumnya disebabkan k arena aliran aqueus humor terhambat yang bisa meningkatkan
TIO. Tanda dan gejalanya kornea suram, sakit kepala , nyeri, lapang pandang
menurun,dll. Komplikasi dari glaucoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat
dilakukan pembedahan dan obat-obatan.
4.2 SARAN
Klien yang mengalami glaukoma harus
mendapatkan gambaran tentang penyakit serta penatalaksanaannya, efek
pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang
diberikan harus menekankan bahwa pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi
penglihatan , tetapi hanya mempertahankan fungsi penglihatan yang masih ada.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mansjoer,
2000, Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta : Media Arsculapiks.
Corwin, Elizabeth
J. , Buku saku Patofisiologi, Ed. 3, 2009, Jakarta : EGC.
Darling, Vera H,
1996, Perawatan Mata, Yogyakarta :
Yayasan Esentia Medika.
Ilyas,
Ramatjandra, Sidarta Ilyas, 1991, Klasifikasi
dan Diagnosis Banding Penyakit Mata, 1991, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Ilyas, Sidarta,
2002, Ilmu Penyakit Mata, Ed. 2,
Jakarta : CV. Sagung Seto.
Ilyas, Sidarta,
2004, Ilmu Perawatan Mata, Jakarta :
CV. Sagung Seto.
James, Bruce,
2006, Lecture Notes : Oftalmologi,
Jakarta : Erlangga.
Brunner &
Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doungoes,
marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3,.Jakarta : EGC
Perry
& Potter. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Konsep,Prose, dan Praktik
Edisi 4. Jakarta : EGC
Frida Simanjutak.
2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GLAUKOMA.(online) http://fridasimanjuntak.wordpress.com/2012/01/13/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-glaukoma/ di akses tanggal 16 Mei 2014 jam 11.00 WIB
Lina Ayu Pramatasari.2012. Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Diagnosa Medis Glaukoma. (online) http://linaayupramatasari.blogspot.com.tr/2012/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html/
di akses tanggal 16 Mei 2014 jam 11.00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar