Selasa, 19 Mei 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PPOK



ASUHAN KEPERAWATAN PPOK



DISUSUN OLEH :
1.      Nur Rahmat R                     ( 201202039 )
2.      Andriani Norrita S              ( 201202004 )
3.      Riske Dwi H.                        ( 201202048 )
4.      Febriansyah M. P.               ( 201202018 )
5.      Beuty Joanita P.                   ( 201202010 )
6.      Yoga Ridho F.                      ( 201202059 )
7.      Renzy Avionita                    ( 201202044 )


PRODI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN AJARAN 2014/2015




BAB I
PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang

Keperawatan adalah suatu bentuk peleyanan profesional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan terbentuk pelayanan bio, psiko, sosial dan spiritual secara kompherensif, ditujukan untuk individu, keluarga dan masyarakat sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia. (Nursalam,2001).
Penykit paru obstruksi kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronik atau emfisema, obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel (Mansjoer Arief, 2001). Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi irevensibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktifitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. (Google.com).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Meskipun aspek-aspek fungsi paru tertentu, seperti kapasitas vital an volume ekspirasi kuat, menurun sejalan dengan peningkatan usia. (Smelter. C Suzanne). 


           
Berdasarkan informasi yang di dapat dari Medical Record Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi tentang jumlah penderita PPOK dua tahun terakhir ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1
Jumlah Persentase Penderita  Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Yang Di Rawat Di Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi
Tahun 2007/2008


No

Tahun
Penderita
Yang di rawat di
Ruang Paru
Penderita, PPOK di Ruang Paru

Presentase

1
2


2007

2008


936

963


63

61


6,73 %

6,33 %
Sumber : Medical Record Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi Tahun 2007/2008

            Pada dasarnya dewasa ini penyakit Paru Obstruksi Kronik dapat dicegah, diobati dan direhabilitasi. Mereka yang mengalaminya dapat berusaha untuk mengontrol keadaannya lebih dari sebelumnya. Maka dari itu bagi pasien yang menderita penyakit ini harus segera ditangani dengan baik karena apabila tidak maka akibat lanjutnya yang didapat apabila penykit ini tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan gangguan pada sistem pendengaran, sistem persyarafan dan akibat fatal biasanya menyebabkan kematian.



Mengingat cukup tingginya angka penderita dan keparahan yang disebabkan Penyakit Paru Obstruksi Kronik maka penulis tertarik untuk mengambil judul laporan dengan “Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. M Dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi Tahun 2009”

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan urain di atas, maka permasalahan yang akan diangkat adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Ruang Paru Rumah Sakit Daerah Raden Mattaher Jambi Tahun 2009,”Serta mampu membandingkan dengan teori.”

C.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Secara umum asuhan keperawatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan mengembangkan konsep teori dan praktek dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. M dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi Tahun 2009.
2.      Tujuan Khusus
1.    Mampu melakukan pengkajian pada klien Tn. M dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi serta mampu membandingkan dengan teori.
2.    Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Tn. M dengan Penyakit Paru Obstrusi Kronik di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi serta mampu membandingkan dengan teori.
3.    Mampu menyusu rencana tindakan keperawatan pada klien Tn. M dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi serta mampu membandingkan dengan teori.
4.    Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Tn. M dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi serta mampu membandingkan dengan teori.
5.    Mampu mengevaluasi tindakan yang telah di lakukan pada klien Tn. M dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi serta mampu membandingkan dengan teori.

D.    Manfaat Penulisan
Penulis berharap agar penulisan laporan kasus dengan judul Penyakit Paru Obstruksi Kronik pada klien ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Adapun mafaat yang dapat diberikan.
1.      Bagi Rumah Sakit
Sebagian bahan masukan, informasi tambahan, pedoman serta menjadi bahan pembandingan bagi perawat ruangan dalam penerapan Asuhan Keperawatan yang optimal terhadap klien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik.


2.      Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan penambah referensi bagi pendidikan dalam memperbanyak bahan teori khususnya bagi perpustakaan dan sebagai perbandingan dalam menerapkan Asuhan Keperawatan yang telah optimal dalam menuju arah yang lebih baik serta mempermudah para mahasisiwa untuk membudayakan dan mendayagunakan dan memanfaatkannya.
3.      Bagi Penulis
Sebagai perbandingan antara teori yang didapat di akademik dengan kasus yang ditemukan di lapangan dan sebagai pedoman dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit paru obstruksi kronik di lahan praktek.

a.          Saluran pernafasan atas
Menurut Niluh Yasmin (2003), saluran pernafasan atas terdiri dari :
1)    Hidung
Hidung merupakan pintu masuk pertama pada udara yang kita hirup, udara masuk dan keluar sistem pernafasan melalui hidung yang brbentuk dari dua hidung yang terbentuk dari dua tulang hidung dan brupa kartilogi. Lapisan mukosa hidung adalahsel epitel bersilia udara yang melewati rongga hidung dihangatkan dan dilembabkan bakteri dan partikel polusi udara akan akan terjebak dalam lender, silia pada lapisan mukosa secara kontinu menyapu lender karah faring sebagian besar lender ini pada akhirnya akan tertekan dan setip bakteri yang ada akan dihancurkan oleh asam hidroklorida dalam getah lambung (Yasmin Niluh 2003)
2)    Faring
Faring  atau tenggorokan adalah tubu muscular yang terletak di posterior rongga nasal dan oral dan dianterior vertebra sertivasi. Faring dapat dibagi menjidi tiga segmen nasofaring , bagian paling atas terletak dibagian rongga nasal, nasofaring merupakan saluran yang hanya dilalui oleh udara. Bagian faring yang dapa dilihat ketika anda bercermin dengan mulut mukosa orofaring adalah otopitel skuomuse bertingkat pada dinding literalnya terdapat tonsil palatin yang juga modulus limfe. Laringo faring merupakan bagian yang anterior kedalam laring dan kearah poaterior ke dalam esophagus.

3)    Laring
Laring menjadi tempa pita suara, dan menjai sarana pembentukan suara. Dinding laring di bentuk oleh tuluang rawan (kartilago) bagian dalam di lapisi oleh membran mukosa bersilia. Kartilagi laring terbesar adalah kartilago tiroid teraba pada permukaan anterior, terkait di puncang rawan tiroid epiglotis berupa katup tulang rawan, menutup laring sewaktu orang menelan.
b.         Saluran pernafasan bawah
Menurut Niluh Yasmin (2003), saluran pernafasan bawah terdiri dari : 
1)    Trakhea
Trakhea atau batang tenggorokan merupakan saluran udara tubular yang mempunyai panjang sekitar 10 sampai 13 cm dengan lebar 2,5 cm terleak di depan esophagus. Dinding trankea disangga oleh cincin-cincin kartilago, otot polos dan serat elastis banyaknya sekitar 16 sampai 20 buah bagian dalam trangkhea di lapisi oleh membran mukosa berilia.
2)    Bronkus
Ujung distal trankhea menjadi bronkus primer kanan dan kiri yang terleak di dalam rongga dada. Fungsi percabangan bronkia untuk memberikan saluran bagi udara antara trankhea dan alveoli. Alveoli berjumlah sekitar 300 sampai 500 juta di dalam paru rata-rata orang dewasa. Fungsi alveoli sebagai tempat pertukaran gas antara lingkungan ekstrenal dan aliran udara.  
3)    Paru-paru
Paru-paru  terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi serta di lindungi oleh sangkar iga. Pada permukaan tengah setip paru terdapat identitas yang di sebut hilus. Paru kanan terdiri dari tiga lobus, lapisan yang membatasi lobus di sebut fisura. Dua lapis membrane sorosa mengelilingi setiap paru sebagai pluara. Lapisan tertular plaura parietal yang melapisi dinding dada dan mendistirium. Lapisan dalam pleura visceral mengililingi paru dan melekan pada permukaan rongga pleura mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel-sel serosa didalam pleura (Yasmin Niluh, 2003).
2. Defenisi
            Penykit Paru Obstruksi menurut Anies (2006) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema dan bronchitis kronis. Sedangkan menurut Sylvia dan Laurence (2006) Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sekelompok penyakit paru yaitu emfisema paru,bronkitisakut dan asma bronchial yang berlangsung lama ditandai oleh peningkatan resitensi terhadap aliran udara.
            Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Jan Tambayong (1999) adalah menghambatnya aliran udara di dalam paru yang menimbulkan sedikit tahanan pada inspirasi dan lebih banyak tahanan pada ekspirasi.
            Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Smaler (2001) merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dipsnea saat ativitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
            Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Susan MartinTucker dkk,(1993) adalah kondisi kroni yang berhubunan denan riwayat emfisema paru, bronchitis kronik dan asma bronchial disebabkan oleh perokok akif atau terpajan pada polusi udara,terdapat sumbatan jalan naas yang secara rogrsif meningkat.
            Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff (2002) adalah sekresi mukoid bronchial bertmbah ecara menetap di sertai dengan keenderungan terjadi infeksi yang berualang di sertai batuk produktif selama 3 bulan jangka waktu2 tahun berturut-turut.
            Penyakit Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah kondisi obstruksi irevisibel progresif aliran udara danekspirasi biasanya ditandai dengan kesulitan bernafas, batuk produktif, serta intolenransi aktifitas.
            Dari beberapa defenisi diatas maka penulis menyimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitas kronis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiper aktif aktivitas bronkus dan bersifat reversible.



3.     Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief Mansjoer (2002) adalah :
a.       Kebiasaan merokok
b.      Polusi Udara
c.       Paparan Debu, asap
d.      Gas-gas kimiawi akibat kerja
e.       Riwayat infeki saluran nafas
f.        Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin

Sedang penyebab lain Penykit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff (2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.
Faktor penyebab dan factor resiko yang paling utama  menurut   Neil F Gordan (2002) bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan penderita penyakit PPOK, yaitu :
a.       Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
b.      Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
c.       Merokok
d.      Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
e.       Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap  rokok dan debu
f.        Polusi udara
g.       Infeksi system pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
h.       Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru obstuksi kronik
i.         Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.

4.    Patofisiologi
Penyakit paru obstrksi kronik dapat terjadi karena adanya hambatan aliran udar didalam paru, yang menimbulkan sedikit tahanan pada inspirasi dan lebih banyak tahanan pada ekspirasi ini menimbulkan ekspiasi pernafasan. (Tambayong Jan, 1999).
Sedangkan menurut David Ovedoff (2002), perjalan penyakit PPOK yakni seseorang yang berkaitan dengan perokok aktif / polusi udara sehingga kelenjer mukosa bronkus menjadi hipertropi dan akhirnya akan terjadi penyempitan saluran udara yang menyebabkan bronchitis kronik obstruksi yang disertai dengan “Whezzing dan retensi CO2”.
Pada bronchitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini tidak mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronkiis kronik saluran pernafasan kecil dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi lebih kecil dari sel globet. Saluran nafas besar juga penyempitan karena hipertopi dan hyperplasia kelenjer mucus. (Mansjoer Arief , 2002).
5.    Menifentasi Klinis
Gejala awal dari penyakit paru obstruksi kronis yang biasa muncul setelah 5-10 tahun merokok adalah batuk dan adanya lendir, batuk biasanya ringan dan sering salah diartikan sebagai batuk normal yang di alami oleh perokok. Walau sebetulnya tidak normal, sering terjadi nyeri kepala dan pilek, semakin lama gejala tersebut akan sering dirasakan bahkan disertai mengi/bengek.
Pada umur 60 tahun sering timbul sesak nafas waktu bekerja dan bertambah parah secara berlahan-lahan dan akhirnya sesak nafas akan dirasakan pada saat melakukan kegiatan rutin setiap hari-hari. Sepertiga penderita PPOK mengalami penurunan berat badan. (Anie, 2006).
Tanda dan gejala penderita PPOK biasanya ini timbul pada usia 54-65 Tahun, batuk menetap dengan sputum yang terutama kental dan mukoid, sukar bernafas yang progresif dengan wheezing bila terdapat obstruksi bronkus. Pada pemeriksaan fisik dada mungkin hiper infeksi dengan bunyi nafas melemah dan renchi yang dapat menghilang pada saat batuk. (David Ovidoff, 2002).
Batuk proktif dan berulang kali mengalami infeksi pernafasan yang dapat berlangsung selama beratahun-tahun sebelum tampak gangguan fungsi. Akan tetapi, akhirnya timbul gejala dispnea pada waktu pasien melakukan kegiatan fisik, masalah ini memperlihakan berkurangnya orongan untuk bernafas.. (Lauranes dan Sylvia, 2006).

6.   Komplikasi
              Komplikasi yang mungkin terjadi pada klien penderia penyakit paru obstuksi kronik menurut Arief Mansjoer (2001) adalah :
a.       Pneumooraks
b.      Erito sitosis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar