ASUHAN KEPERAWATAN PPOK
DISUSUN OLEH :
1.
Nur
Rahmat R ( 201202039 )
2.
Andriani
Norrita S (
201202004 )
3.
Riske
Dwi H. ( 201202048
)
4.
Febriansyah
M. P. (
201202018 )
5.
Beuty
Joanita P. (
201202010 )
6.
Yoga
Ridho F. ( 201202059
)
7. Renzy Avionita (
201202044 )
PRODI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN AJARAN 2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Keperawatan adalah suatu bentuk
peleyanan profesional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan terbentuk
pelayanan bio, psiko, sosial dan spiritual secara kompherensif, ditujukan untuk
individu, keluarga dan masyarakat sehat maupun sakit mencakup siklus hidup
manusia. (Nursalam,2001).
Penykit paru obstruksi kronik merupakan
penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronik atau emfisema, obstruksi
tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan
sebagian bersifat reversibel (Mansjoer Arief, 2001). Penyakit paru obstruksi
kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik,
bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi irevensibel yang berkaitan
dengan dispnea saat aktifitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru. (Google.com).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik sering
menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi insidennya meningkat
sejalan dengan peningkatan usia. Meskipun aspek-aspek fungsi paru tertentu,
seperti kapasitas vital an volume ekspirasi kuat, menurun sejalan dengan
peningkatan usia. (Smelter. C Suzanne).
Berdasarkan informasi yang di dapat dari Medical Record Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi tentang
jumlah penderita PPOK dua tahun terakhir ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1
Jumlah Persentase Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Yang Di Rawat Di Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi
Tahun 2007/2008
|
No
|
Tahun
|
Penderita
Yang di rawat di
Ruang Paru
|
Penderita, PPOK di Ruang Paru
|
Presentase
|
|
1
2
|
2007
2008
|
936
963
|
63
61
|
6,73 %
6,33 %
|
Sumber : Medical Record Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi Tahun 2007/2008
Pada dasarnya dewasa ini penyakit Paru Obstruksi
Kronik dapat dicegah, diobati dan direhabilitasi. Mereka yang mengalaminya
dapat berusaha untuk mengontrol keadaannya lebih dari sebelumnya. Maka dari itu
bagi pasien yang menderita penyakit ini harus segera ditangani dengan baik
karena apabila tidak maka akibat lanjutnya yang didapat apabila penykit ini
tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan gangguan pada sistem
pendengaran, sistem persyarafan dan akibat fatal biasanya menyebabkan kematian.
Mengingat cukup tingginya angka
penderita dan keparahan yang disebabkan Penyakit Paru Obstruksi Kronik maka
penulis tertarik untuk mengambil judul laporan dengan “Asuhan Keperawatan
Pada Klien Tn. M Dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Ruang Paru Rumah
Sakit Raden Mattaher Jambi Tahun 2009”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan urain di atas, maka
permasalahan yang akan diangkat adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pasien
Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Ruang Paru Rumah Sakit Daerah Raden Mattaher
Jambi Tahun 2009,”Serta mampu membandingkan dengan teori.”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Secara umum asuhan keperawatan ini
bertujuan untuk memberikan gambaran dan mengembangkan konsep teori dan praktek
dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. M dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronik di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi Tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
1.
Mampu
melakukan pengkajian pada klien Tn. M dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik di
Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi serta mampu membandingkan dengan
teori.
2.
Mampu
merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Tn. M dengan Penyakit Paru Obstrusi
Kronik di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi serta mampu membandingkan
dengan teori.
3.
Mampu
menyusu rencana tindakan keperawatan pada klien Tn. M dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronik di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi serta mampu
membandingkan dengan teori.
4.
Mampu
melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Tn. M dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronik di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi serta mampu
membandingkan dengan teori.
5.
Mampu
mengevaluasi tindakan yang telah di lakukan pada klien Tn. M dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronik di Ruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi serta
mampu membandingkan dengan teori.
D. Manfaat Penulisan
Penulis berharap agar penulisan laporan
kasus dengan judul Penyakit Paru Obstruksi Kronik pada klien ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak. Adapun mafaat yang dapat diberikan.
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagian bahan masukan, informasi
tambahan, pedoman serta menjadi bahan pembandingan bagi perawat ruangan dalam
penerapan Asuhan Keperawatan yang optimal terhadap klien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronik.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan penambah
referensi bagi pendidikan dalam memperbanyak bahan teori khususnya bagi
perpustakaan dan sebagai perbandingan dalam menerapkan Asuhan Keperawatan yang
telah optimal dalam menuju arah yang lebih baik serta mempermudah para
mahasisiwa untuk membudayakan dan mendayagunakan dan memanfaatkannya.
3. Bagi Penulis
Sebagai perbandingan antara teori yang
didapat di akademik dengan kasus yang ditemukan di lapangan dan sebagai pedoman
dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit paru obstruksi
kronik di lahan praktek.
a. Saluran pernafasan atas
Menurut Niluh Yasmin (2003), saluran pernafasan atas
terdiri dari :
1) Hidung
Hidung merupakan pintu masuk pertama pada udara yang kita hirup, udara
masuk dan keluar sistem pernafasan melalui hidung yang brbentuk dari dua hidung
yang terbentuk dari dua tulang hidung dan brupa kartilogi. Lapisan mukosa
hidung adalahsel epitel bersilia udara yang melewati rongga hidung
dihangatkan dan dilembabkan bakteri dan partikel polusi udara akan akan
terjebak dalam lender, silia pada lapisan mukosa secara kontinu menyapu lender
karah faring sebagian besar lender ini pada akhirnya akan tertekan dan setip
bakteri yang ada akan dihancurkan oleh asam hidroklorida dalam getah lambung (Yasmin
Niluh 2003)
2) Faring
Faring atau tenggorokan adalah tubu muscular yang terletak di
posterior rongga nasal dan oral dan dianterior vertebra sertivasi. Faring dapat
dibagi menjidi tiga segmen nasofaring , bagian paling atas
terletak dibagian rongga nasal, nasofaring merupakan saluran yang hanya dilalui
oleh udara. Bagian faring yang dapa dilihat ketika anda bercermin dengan mulut
mukosa orofaring adalah otopitel skuomuse bertingkat pada
dinding literalnya terdapat tonsil palatin yang juga modulus limfe. Laringo
faring merupakan bagian yang anterior kedalam laring dan kearah
poaterior ke dalam esophagus.
3) Laring
Laring menjadi tempa pita suara, dan menjai sarana pembentukan suara.
Dinding laring di bentuk oleh tuluang rawan (kartilago) bagian dalam di lapisi
oleh membran mukosa bersilia. Kartilagi laring terbesar adalah kartilago tiroid
teraba pada permukaan anterior, terkait di puncang rawan tiroid epiglotis
berupa katup tulang rawan, menutup laring sewaktu orang menelan.
b. Saluran pernafasan bawah
Menurut Niluh Yasmin (2003), saluran pernafasan bawah
terdiri dari :
1) Trakhea
Trakhea atau batang tenggorokan merupakan saluran udara tubular yang
mempunyai panjang sekitar 10 sampai 13 cm dengan lebar 2,5 cm terleak di depan
esophagus. Dinding trankea disangga oleh cincin-cincin kartilago, otot polos
dan serat elastis banyaknya sekitar 16 sampai 20 buah bagian dalam trangkhea di
lapisi oleh membran mukosa berilia.
2) Bronkus
Ujung distal trankhea menjadi bronkus primer kanan dan kiri yang terleak di
dalam rongga dada. Fungsi percabangan bronkia untuk memberikan saluran bagi
udara antara trankhea dan alveoli. Alveoli berjumlah sekitar
300 sampai 500 juta di dalam paru rata-rata orang dewasa. Fungsi alveoli
sebagai tempat pertukaran gas antara lingkungan ekstrenal dan aliran
udara.
3) Paru-paru
Paru-paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan
dikelilingi serta di lindungi oleh sangkar iga. Pada permukaan tengah setip
paru terdapat identitas yang di sebut hilus. Paru kanan terdiri
dari tiga lobus, lapisan yang membatasi lobus di sebut fisura. Dua
lapis membrane sorosa mengelilingi setiap paru sebagai pluara. Lapisan
tertular plaura parietal yang melapisi dinding dada dan mendistirium. Lapisan
dalam pleura visceral mengililingi paru dan melekan pada permukaan rongga
pleura mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel-sel serosa didalam pleura
(Yasmin Niluh, 2003).
2. Defenisi
Penykit Paru Obstruksi menurut Anies (2006) adalah suatu penyumbatan
menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema dan bronchitis
kronis. Sedangkan menurut Sylvia dan Laurence (2006) Penyakit Paru Obstruksi
Kronik merupakan sekelompok penyakit paru yaitu emfisema paru,bronkitisakut dan
asma bronchial yang berlangsung lama ditandai oleh peningkatan resitensi
terhadap aliran udara.
Penyakit
Paru Obstruksi Kronik menurut Jan Tambayong (1999) adalah menghambatnya aliran
udara di dalam paru yang menimbulkan sedikit tahanan pada inspirasi dan lebih
banyak tahanan pada ekspirasi.
Penyakit
Paru Obstruksi Kronik menurut Smaler (2001) merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dipsnea saat ativitas dan penurunan aliran masuk dan keluar
udara paru-paru.
Penyakit
Paru Obstruksi Kronik menurut Susan MartinTucker dkk,(1993) adalah kondisi
kroni yang berhubunan denan riwayat emfisema paru, bronchitis kronik dan asma
bronchial disebabkan oleh perokok akif atau terpajan pada polusi udara,terdapat
sumbatan jalan naas yang secara rogrsif meningkat.
Penyakit
Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff (2002) adalah sekresi mukoid
bronchial bertmbah ecara menetap di sertai dengan keenderungan terjadi infeksi
yang berualang di sertai batuk produktif selama 3 bulan jangka waktu2 tahun
berturut-turut.
Penyakit
Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah kondisi obstruksi
irevisibel progresif aliran udara danekspirasi biasanya ditandai dengan
kesulitan bernafas, batuk produktif, serta intolenransi aktifitas.
Dari
beberapa defenisi diatas maka penulis menyimpulkan bahwa Penyakit Paru
Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitas
kronis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiper aktif
aktivitas bronkus dan bersifat reversible.
3. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief
Mansjoer (2002) adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi Udara
c. Paparan Debu, asap
d. Gas-gas kimiawi akibat kerja
e. Riwayat infeki saluran nafas
f. Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedang penyebab lain Penykit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff
(2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan
kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus
influenza dan strepto coccus pneumonia.
Faktor penyebab dan factor resiko yang paling
utama menurut Neil F Gordan (2002) bagi penderita
PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan penderita penyakit PPOK,
yaitu :
a. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
b. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
c. Merokok
d. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak
dirasakan.
e. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan
debu
f. Polusi udara
g. Infeksi system pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
h. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru
obstuksi kronik
i. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan
suatu enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang
yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,
walau pun tidak merokok.
4. Patofisiologi
Penyakit paru obstrksi kronik dapat terjadi karena
adanya hambatan aliran udar didalam paru, yang menimbulkan sedikit tahanan pada
inspirasi dan lebih banyak tahanan pada ekspirasi ini menimbulkan ekspiasi
pernafasan. (Tambayong Jan, 1999).
Sedangkan menurut David Ovedoff (2002), perjalan
penyakit PPOK yakni seseorang yang berkaitan dengan perokok aktif / polusi
udara sehingga kelenjer mukosa bronkus menjadi hipertropi dan akhirnya akan
terjadi penyempitan saluran udara yang menyebabkan bronchitis kronik obstruksi
yang disertai dengan “Whezzing dan retensi CO2”.
Pada bronchitis kronik maupun emfisema terjadi
penyempitan saluran nafas, penyempitan ini tidak mengakibatkan obstruksi jalan
nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronkiis kronik saluran pernafasan kecil dan
berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi lebih kecil dari sel
globet. Saluran nafas besar juga penyempitan karena hipertopi dan hyperplasia
kelenjer mucus. (Mansjoer Arief , 2002).
5. Menifentasi Klinis
Gejala awal dari penyakit paru obstruksi kronis yang
biasa muncul setelah 5-10 tahun merokok adalah batuk dan adanya lendir, batuk
biasanya ringan dan sering salah diartikan sebagai batuk normal yang di alami
oleh perokok. Walau sebetulnya tidak normal, sering terjadi nyeri kepala dan
pilek, semakin lama gejala tersebut akan sering dirasakan bahkan disertai
mengi/bengek.
Pada umur 60 tahun sering timbul sesak nafas waktu
bekerja dan bertambah parah secara berlahan-lahan dan akhirnya sesak nafas akan
dirasakan pada saat melakukan kegiatan rutin setiap hari-hari. Sepertiga
penderita PPOK mengalami penurunan berat badan. (Anie, 2006).
Tanda dan gejala penderita PPOK biasanya ini timbul
pada usia 54-65 Tahun, batuk menetap dengan sputum yang terutama kental dan
mukoid, sukar bernafas yang progresif dengan wheezing bila terdapat obstruksi
bronkus. Pada pemeriksaan fisik dada mungkin hiper infeksi dengan bunyi nafas
melemah dan renchi yang dapat menghilang pada saat batuk. (David Ovidoff, 2002).
Batuk proktif dan berulang kali mengalami infeksi
pernafasan yang dapat berlangsung selama beratahun-tahun sebelum tampak
gangguan fungsi. Akan tetapi, akhirnya timbul gejala dispnea pada waktu pasien
melakukan kegiatan fisik, masalah ini memperlihakan berkurangnya orongan untuk
bernafas.. (Lauranes dan Sylvia, 2006).
6. Komplikasi
Komplikasi
yang mungkin terjadi pada klien penderia penyakit paru obstuksi kronik menurut
Arief Mansjoer (2001) adalah :
a. Pneumooraks
b. Erito sitosis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar