Kamis, 14 Mei 2015

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MATA MEKANIK



ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MATA MEKANIK

 

DISUSUN OLEH :
1.      Nur Rahmat R                     ( 201202039 )
2.      Andriani Norrita S              ( 201202004 )
3.      Riske Dwi H.                        ( 201202048 )
4.      Febriansyah M. P.               ( 201202018 )
5.      Beuty Joanita P.                   ( 201202010 )
6.      Yoga Ridho F.                      ( 201202059 )
7.      Renzy Avionita                    ( 201202044 )


PRODI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN AJARAN 2014/2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Mata merupakan salah satu indra yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari tulang orbita, bantalan lemak retrobuler, kelopak mata dengan bulu matanya, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi frekuensi kecelakaan masih sangat tinggi.
Kemajuan teknologi dan bertambah banyaknya kawasan industri meningkatkan kecelakaan akibat pekerjaan, kecelakaan akibat kepadatan lalu lintas, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang kesemuanya dapat mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan lain-lain.
Trauma tajam mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada dewasa muda. Kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda, terutama pria, merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedra tembus mata. Kecelakaan dirumah, kekerasan, ledakan api, cedera akibat olahraga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.
Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang di kelikingi oleh hubungan tulang yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan. Trauma tajam dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Trauma pada mata emerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat ataupun kebutuhan.
Perforasi bola mata merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karena pada keadaan ini kuman mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat menyebabkan kerusakan susunan anatomi dan fungsional jaringan intraokuler. Trauma tembus dapat benbentuk perforasi sklera, prolaps badan kaca maupun prolaps badan siliar.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian dari Trauma Mata Mekanik?
2.      Bagaimana Epidemiologi Trauma Mata Mekanik?
3.      Bagaimana Etilogi Trauma Mata Mekanik?
4.      Bagaimana Patofisiologi Trauma Mata Mekanik?
5.      Bagaimana Pathway Trauma Mata Mekanik?
6.      Apa saja kerusakan jaringan mata akibat Trauma Mata Mekanik?
7.      Bagaimana Diagnosa Trauma Mata Mekanik?
8.      Bagaimana Penatalaksanaan Trauma Mata Mekanik?
9.      Apa saja komplikasi yang terjadi pada Trauma Mata Mekanik?
10.  Bagaimana Prognosis Trauma Mata Mekanik?
11.  Bagaimana Pencegahan Trauma Mata Mekanik?
12.  Bagaimana Asuhan Keperawatan Trauma Mata Mekanik?

1.3  TUJUAN
1.3.1        Tujuan Umum
Membahas mengenai trauma yang terjadi pada mata khususnya trauma tajam / trauma mata mekanik dan bagaimana penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada Trauma Mata Mekanik
1.3.2        Tujuan Khusus
Pemenuhan tugas mata kuliah Persepsi Sensori Prodi S1 keperawatan STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN.




1.4  MANFAAT
Membahas mengenai trauma yang terjadi pada mata khususnya trauma tajam / trauma mata mekanik dan bagaimana penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada Trauma Mata Mekanik




























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  DEFINISI
Trauma tajam mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran kecil dengan kecepatan tinggi yang menembus kornea atau sklera. Trauma tajam mata dapat di klarifikasikan atas luka tajam tanpa perforasi dan luka tajam dengan perforasi yang meliputi perforasi tanpa benda asing intra okuler dan perforasi benda asing intra okuler.
 










Trauma tembus mata (luka akibat benda tajam), dimana struktur okular dapat mengalami kerusakan akibat benda asing yang menembus lapisan okular dan juga dapat tertahan atau menetap dalam mata. Baik trauma tajam yang penetratif atau trauma tumpul yang mengakibatkan tekanan kontusif fapat menyebabkan ruptur bola mata. Benda tajam atau benda dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan perforasi langsung. Benda asing dapat mempenetrasi mata dan tetap berada di bola mata.
Trauma akibat partikel kecil dengan kecepatan tinggi misalnya yang ditimbulkan dari proses penggilingan atau pemahatan dapat memberikan manifestasi berupa nyeri ringan atau penurunan visus. Kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, bilik mata depan dangkal dengan atau tanpa pupil ekstrinsik, hifema atau perdarahan vitreous juga dapat terjadi. Tekanan intraokuler dapat rendah, normal atau sedikit meningkat.

2.2  EPIDEMIOLOGI
United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi epidemiologi yang digunakan secara umum di AS. Menurut data dari SDEIR, rata-rata umur orang yang terkena trauma tajam okuli adalah 29 tahun, dan laki-laki lebih sering terkena dibanding dengan perempuan. Menurut studi epidemiologi internasional, kebanyakan orang yang terkena trauma tajam okuli adalah laki-laki umur 25 sampai 30 tahun, sering mengkonsumsi alkohol dan trauma terjadi di rumah.
Lebih dari 65.000 trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan, menyebabkan morbiditas dan disabilitas, dilaporkan di Amerika Serikat setiap tahunnya. Lebih dari setengah trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi di pabrik, dan industri kontruksi. 81 % trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi pada pria dan kebanyakan terjadi pada pekerja berusia 25 – 44 tahun.
Aktivitas olahraga dan rekreasi juga dapat menyebabkan trauma mata. Lebih dari 40.000 trauma mata terjadi setiap tahunnya. Sembilan puluh persen terjadi saat olahraga. 30 % terjadi pada anak-anak yang berusia di bawah 16 tahun.
Terdapat sekitar 3 juta kasusu trauma okular dan orbital terjadi di Amerika Serikat setiap tahun. Diperkirakan 20.000 hingga 68.000 dari angka tersebut merupakan kasus yang mengganggu visus dan sekitar 40.000 mengalami kehilangan visus yang signifikan. Trauma merupakan penyebab utama kebutuhan unilateral. Laki-laki lebih sering terkena dari pada perempuan. Frekuensi trauma mata di Amerika Serikat adalah : trauma superfisial mata dan adneksa (41.6 %), benda asing pada mata bagian luar (25.4 %), kontusio mata dan adneksa (16.0 %), trauma terbuka pada adneksa dan bola mata (10.1 %), fraktur dasar orbita (1.3 %), cedera saraf )0.3 %).


2.3  ETIOLOGI
Penyebab tersering adalah karena kecelakaan saat bekerja, bermain dan berolaharaga. Luas cedera ditentukan oleh ukuran benda yang mempenetrasi, kecepatan saat impaksi dan komposisi benda tersebut, benda tajam seperti pisau akan menyebabkan laserasi berbatas tegas pada bola mata.
Luas cedera yang disebabkan oleh benda asing yang terbang ditentukan oleh energi kinetiknya. Benda tajam seerti pisau akan menimbulkan luka laserasi yang jelas pada bola mata. Berbeda dengen kerusakan akibat benda asing yang terbang, beratnya kerusakan ditentukan oleh energi kinetik yang dimilikinya. Cotohnya pada peluru pistol angin yang besar dan memiliki kecepatan yang tidak terlalu besar memiliki energi kinetik yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang cukup parah. Kontras dengan pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil dengan keceatan tinggi akan menimbulkan laserasi dengan batas tegas dan beratnya kerusakan lebih ringan dibandingkan kerusakan akibat peluru pistol angin.

2.4  PATOFISIOLOGI
Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh laspisan sklera atau kornea serta jaringan lain dalam bulbus okuli samapi ke segme posterior kemudian bersarang didalamnya bahkan dapat mengenai os orbita. Dalam hal ini akan ditemukan suatu tebuka dan biasanya terjadi prolaps (lepasnya) iris, lensa, ataupun corpus vitreus. Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma mengwenai jaringan uvea berupa hifema dan henophthalmia.








2.5  MANIFESTASI KLINIS
Gambar : Lokasi cidera mata tampak dari depan
 













 












            Trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata, maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti tajam penglihatan yang menurun, laseraswi kornea, tekanan bola mata rendah, bilik mata dangkal, bentuk dan letak pupil yang berubah, terlihat ruptur pada kornea atau sklera, terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau retina, katarak traumatika dan konjungtiva kemosis.
            Pada perdarahan yang hebat, palpebra menjadi bengkak, berwarna kebiru-biruan, karena jaringan ikat palpebra halus. Ekimosis yang tampak setelah trauma menunjukkan bahwa traumanya kuat, sehingga harus dilakukan pemeriksaan dari bagian-bagian yang lebih dalam dari mata, juga perlua dibuat foto rontgen kepala. Perdarahan yang timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya fraktur dari dasar tengkorak. Sebagian besar cedera tembus menyebabkan penurunan penglihatan yang mencolok, tetapi cedera akibat partikel kecil berkecepatan tinggi yang dihasilkan oleh tindakan menggerinda atau memalu mungkin hanya menimbulkan nyeri ringan dan kekaburan penglihatan. Tanda-tanda lainnya adalah kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, kamera anterior yang dangkal dengan atau tanpa dilatasi pupil yang eksentrik, hifema atau perdarahan korpus vitreus. Tekanan intraokuler mungkin rendah, normal atau yang jarang sedikit meninggi.

















2.6  PATHWAY




















PATHWAY









2.7  BERBAGAI KERUSAKAN JARINGAN MATA AKIBAT TRAUMA
Luka akibat benda tajam dapat mengakibatkan berbagai keadaan seperti berikut :
1.      Trauma tembus pada palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya, jika mengenai levator apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen.
 









2.      Trauma tembus pada saluran lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata.
3.      Trauma tembus pada Orbita
Luka  tajam yang mengenai orbita merusak bola mata, merusak saraf optik, menyebabkan kebutuhan atau merokok oto luar mata sehingga menimbulkan paralisis dari otot dan diplopia. Selain itu juga bisa menyebabkan infeksi, menimbulkan selulitis orbita, karena adanya benda asing atau adanya hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita.






 










4.      Trauma tembus pada Konjungtiva
Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva. Bila robekan konjungtiva ini kecil atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan lebih dari 1 cm perlu dilakukan penjahtan untuk mencegah granuloma. Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan juga robekan sklera yang biasa disertai robekan konjungtiva. Disamping itu, pemberian antibiotik juga perlu diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.
 









5.      Trauma tembus pada Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekanan bola mata dan kamera okuli jadi dangkal, luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, sehingga bisa menyebabkan infeksi dari bagian dalam bola mata.
6.      Trauma tembus pada Kornea
Bila luka tembus mengenai kornea dapat menyebabkan gangguan fungsi penglihatan karena kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpus vitreus dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus.
Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes fluoresia (+). Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga menyebabkan timbulnya ulkus atau herpes pada kornea. Lakukan pemberian antibiotika atau kemoterapeutika yang berspektum luas, lokal dan sistemik. Benda asing di kornea diangkat, setelah diberi anastesi lokal dengan pantokain. Kalau mulai ada neovaskularisasi dari limbus, berikanlah kortison lokal atau subkonungtiva. Tetapi jangan diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes kornea.
Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang berdekatan, kemudian ditarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap konjungtiva). Bila luka di kornea luas, maka luka itu harus dijahit. Kemudian ditutup dengan flap konjungtiva. Jika luka di kornea itu disertai prolaps iris, iris yang keluar harus dipotong dan sisanya di repossisi, robekan di kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva. Kalau luka telah berlangsung beberapa jam, sebaiknya bilik mata depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan penisislin 10.000 U/cc, sebelum kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika dengan spektrum luas dan sistemik, juga subkonjungtiva.








7.      Trauma tembus pada Uvea
Bila terdapat luka pada uvea maka dapat menyebabkan pengaturan banyaknya cahaya yang masuk sehingga muncul fotofobia atau penglihatan kabur.
8.      Trauma tembus pada Lensa
Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tidak adekuat.

2.8  DIAGNOSIS
Diagnosis trauma tajam okuli dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, informasi yang diperoleh dapat berupa mekanisme dan onset terjadinya trauna, bahan/benda penyebab trauma dan pekerjaan untuk mengetahui penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progresif lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokuler apabila terdapat kegiatan memahat, mengasah atau adanya ledakan. Cedera pada anak dengan riwayat yang tidak sesuai dengan cedera yang di dertia, harus dicurigai adanya penganiayaan pada anak. Riwayat kejadian harus diarah secara khusus pada detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan okuler sebelumnya, riwayat penyakit sebelumnya dan energi.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan. Apabila gangguan penglihatan parah, maka periksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit periorbita, dan lakukan palpasi untuk mencari defek ada bagian tepi tulang orbita.
Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata. Tes fluoresein dapat digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera dengan jelas. Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mengetahui tekanan bola mata. Pemeriksaan fundus yang di latasi dengan oftalmoskop indirek penting untuk dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda asing yang masuk ckup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anestesi pada mata yang akan di periksa, kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.

2.9  PENATALAKSANAAN TRAUMA MATA
Penatalaksanaan pasien dengan trauma tajam mata adalah :
1.      Penatalaksanaan sebelum tiba dirumah sakit :
a.       Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
b.      Tidak boleh dilakukan menipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
c.       Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
d.      Sebaiknya pasien di puasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
2.      Penatalaksanaan di rumah sakit :
a.       Pemberian antibiotik spektrum luas.
b.      Pemberian obat sedasi, antiemetik dan analgetik sesuai indikasi.
c.       Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d.      Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata intak).
e.       Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
Keadaan trauma tembus pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti infeksi, siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika.
Pada setiap tindakan harus dilakukan usaha untuk mempertahankan bola mata bila masih terdapat kemampuan melihat sinar atau ada proyeksi penglihatan. Bila terdapat benda asing, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesia umum. Sebelum pembedahan jangan diberi obat siklopegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas pada jaringan intraokular yang tepejan. Berikan antibiotik parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung FOX pada mata. Analgetik, antimiemetik dan antioksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, serta gizi atau nutrisi yang baik. Sebelum dirujuk mata tidak boleh diberi salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh diberikan steroid lokal, dan bebat yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata.
Pada penutupan luka segmen anterior, harus digunakan teknik-teknik bedah mikro. Laserasi kornea diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik atau dengan memasukkan suatu spatula siklodialisis melalui insisi tusuk di limbus dan menyapu jaringan keluar dari luka. Apabila hal ini tidak dapat dilakukan, apabila jaringan telah terpajan lebih dari 24 jam, atau apabila jaringan tersebut mengalami iskemia dan kerusakan berat, maka jaringan yang prolaps hrus dieksisi setinggi bibir luka. Setiap jaringan yang dipotong harus dikirim ke laboratorium patologik untuk diperiksa. Dilakukan pembiakan untuk memeriksa kemungkinan infeksi bakteri atau jamur. Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau vitrektomi. Reformasi kamera anterior selama tindakan perbaikan dapat di capai dengan cairan intraokuler fisiologis, udara atau viskoelastik.
Luka sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan. Luka keluar di bagian posterior sklera pada cedera tembus ganda dapat sembuh sendiri, dan biasanya tidak dilakukan usaha penutupan.
Bedah vitreoretinal, bila ada luka kornea yang besar, dapat dilakukan melalui keratoprostesis Landers Foulks temporer sebelum melakukan penanaman kornea. Enukleasi dan evirasi primer hanya boleh dipikirkan bila bola mata mengalami kerusakan total. Mata sebelah rentan terhadap oftalmika simpatetik bila terjadi trauma tembus mata terutama bila ada kerusakan di jaringan uvea. Untungnya, komplikasi ini jarang terjadi.

2.10        PENCEGAHAN
Trauma mata dapat dicegah dan diperlakukan penerangan kepada masyarakat untuk menghindari terjadinya trauma mata, seperti :
1.      Trauma tajam akibat kecelakaan lalu litas tidak dapat dicegah, kecuali trauma tajam perkelahian.
2.      Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindari terjadinya trauma tajam.
3.      Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya bagi matanya.
Orang yang menggunakan lensa dari kaca mata atau plastik yang sedang bekerja dalam industri atau melakukan aktivitas atletik memiliki resiko terkena pecahan fragmen lensa. Kaca mata yang paling efektif untuk mencegah cedera terdiri dari lensa polikarbonat dalam rangka poliamida dengan tepi penahan di posterior. Sebaiknya digunakan bingkai wraparound (bukan bingkai berengsel) karena lebih dapat menahan pukulan dari samping. Pada atletik atau aktivitas rekreasi beresiko tinggi ( misalnya perang-perangan dengan peluru hampa atau cat), pelindung mata tanpa lensa tidak selalu melindungi mata secara adekuat. Perlindungan mata yang sesuai terutama diindikasikan bagi mereka yang bermain bola raket, bola tangan, dan squash. Banyak kebutaan yang terjadi akibat olahraga ini, terutama akibat trauma kontusio pada mata yang tidak terlindung dengan baik.







2.11        KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi setelahnya trauma tembus adalah endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan oftalmia simpatika.
Endoftalmitis dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa minggu tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis dapat berlanjut menjadi panoftalmitis.
Oftalmia simpatika adalah inflamasi yang terjadi pada mata yang tidak cedera dalam jangka waktu 5 hari sampai 60 tahun dan biasanya 90% terjadi dalam 1 tahun. Diduga akibat respon autoimun akibat tereksposnya uvea karena cedera, keadaan ini menimbulkan nyeri, penurunan ketajaman penglihatan mendadak, dan fotofobia yang dapat membaik dengan enukleasi mata yang cedera.

2.12        PROGNOSIS
Prognosis berhubungan dengan sejumlah faktor seperti virus awal, tipe dan luasnya luka, adanya atau tidak adanya ablasio retina atau benda asing. Secara umum, semakin posterior penetrasi dan semakin besar laserasi atau ruptur, prognosis semakin buruk. Trauma yang disebabkan oleh objek besar yang menyebabkan laserasi kornea tapi menyisakan badan vitreus, sklera dan retina yang tidak luka mempunyai prognosis penglihatan yang baik dibandingkan laserasi kecil yang melibatkan bagian posterior. Trauma tembus akibat benda asing yang sifatnya reaktif magnetik lebih mudah dikeluarkan dan prognosisnya lebih baik. Pada luka penetrasi, 50-75% mata akan mencapai virus akhir 5/200 atau lebih baik.

2.13        PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa terutama bila ada benda asing. Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.
2.      Pemeriksaan CT (Computed Tomography)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scaning” dari organ tersebut.
3.      Pengukuran 10L dengan tonography
Mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
4.      Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop
Mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
5.      Pemeriksaan Laboratorium seperti :
SDP, leukosit, kemungkinan adanya infeksi sekunder.























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1  PENGKAJIAN
Merupakan langkah dan landasan proses keperawatan yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu pengumpulan data, analisa data, dan perumusan perawatan.
1.      Pengumpulan Data
a.       Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, no. Reg, diagnosa medis.
b.      Keluhan utama
Keluhan yang menyebabkan klien masuk rumah sakit yaitu dengan gangguan persepsi sensorik penglihatan antara lain pandangan kabur, mata merah, dan perdarahan pada bilik mata depan.
c.       Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan rasa nyeri, bengkak, mata merah, dan silau kerena terkena pentolan paku.
d.      Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami trauma pada mata sebelumnya, sehingga mempengaruhi trauma mata saat ini apakah pernah mengalami operasi pernah sakit mata, kabur/silau.
e.       Riwayat penyakit keluarga
Apakah didalam keluarganya ada yang pernah mengalami trauma pada mata, penyakit keturunan seperti DM dan hipertensi.
f.       Riwayat psikososial dan spiritual
Meliputi informasi mengenai cara hidup, klien merasa cemas karena penglihatannya menurun dan bagaimana ibadahnya setelah sakit. Apakah klien merasa khawatir atas kesembuhannya.
g.      Pola-pola fungsi kesehatan
·         Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Dengan adanya penurunan penglihatan maka klien tidak bisa dengan leluasa untuk merawat dirinya sendiri, tata laksana hidup sehat klien berkurang.
·         Pola nutrisi dan metabolik
Umumnya pada klien dengan trauma mekanik tajam pada mata tidak didapatkan adanya gangguan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi dan metabolisme, baik sebelum dan sesudah sakit, tidak ada mual, muntah, lidah terasa pahit atau nyeri telan.
·         Pola akitivitas dan latihan
Klien mengalami keterbatasan aktivitas karena adanya penurunan tajam penglihatan serta rasa nyeri yang dirasakn, sehingga klien tidak leluasa dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
·         Pola persepsi kognetif
Klien mengalami gangguan pada persepsinya terutama pada indra penglihatannya, dengan adanya penurunan tajam penglihatan, maka klien juga mengalami gangguan pada proses belajar terutama membaca.
·         Pola tidur dan istirahat
Terdapat gangguan pada pola tidur dan istirahatnya karena klien merasa nyeri pada matanya serta klien gelisah.
·         Pola persepsi diri
Dengan adanya gangguan penglihatannya maka klien akan merasa kesulitan untuk mengenal dirinya secara nyata. Klien mengalami keterbatasan dalam komunikasi dengan lingkungan dan ini bisa menimbulkan rasa takut dan cemas serta rendah diri.
·         Pola eliminasi
Pada klien trauma mekanik biasanya tidak mengalami gangguan pada kebutuhan eliminasinya baik defeasi maupun miksi kerena yang terganggu hanya matanya.
·         Pola hubungan dan peran
Pola kebiasaan hubungan klien dikeluarga dan masyarakat tidak terjadi gangguan peran maupun interaksi.
·         Pola hubungan dan reproduksi
Pada klien dengan trauma pada mata jarang sekali mengalami gangguan reproduksi dan seksualnya.
·         Pola penanggulangan stres
Pada klien dengan trauma mekanik tajam dalam menghadapi masalah atau mempunyai permasalahan biasanya klien memecahkan permasalahannya secara positif dan kekeluaragaan.
·         Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada keiasaan beribahdah umunya klien dengan trauma mekanik tajam tetap konsisten seperti saat sebelum sakit, tetap mendekatkan diri kepada Tuhan YME.

2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan Umum
Klien dengan trauma mekanik tajam kondisinya lemah, nyeri pada mata, kesadaran composmentis.
b.      Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital seperti tekanan darahnya akan meningkat ndainya cepat akibat cemas dan kurang istirahat.
c.       Kepala dan Rambut
Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, warna dan distribusi rambut serta kulit kepala apa ada moca, pembengkakan, nyeri tekan, keadaan tengkorak dan kulit kepala.
d.      Mata
Inspeksi gerakan mata, kelopak mata yaitu bentuk, keadaan kulit dan pertumbuhan rambut, konjungtiva dan sclera yaitu kemerahan. Kemungkinan adanya perdarahan pada bilik mata.
e.       Telinga
Mengamati telinga luar, bentuk, warna, lesi, dan adanya massa, palpasi kartilago telinga luar adanya nyeri, pintu masuk lubang teliga adanya peradangan, perdarahan/ kotoran.

f.       Hidung
Inspeksi bentuk tulang hidung, warna kulit hidung, pembengkakan, kesimetrisan lubang hidung, palpasi adanya nyeri tekan tulang hidung.
g.      Mulut
Amati bibir sumbing, warna bibir, trauma, lesi dan massa, gigi dan gusi, kebersiahan mulut dan ulkus lidah.
h.      Tengkuk
Amati adanya kaku kuduk dan palpasi nyeri tekan.
i.        Thorak dan abodemen
Thorak : inspeksi postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi serta keadaan kult, palpasi dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan kesimetrisan ekspansi.
Abdomen : memeriksa bentuk, luka, umbilikus, palpasi nyeri tekan, adanya retraksi, auskultasi bising usus.
j.        Ekstremitas
Memeriksa ukuran otot, adanya kontraktur, tremor, tonus otot, odem, nyeri tekan, krepitasi.
k.      Genetalia
Mengkaji buang air kecil, frekuensi, adanya kelainan warna urine dan bau.

3.      Pemeriksaan Diagnostik
Yaitu pemeriksaan yang ditujukan pada organ tubuh yang diserang sesuai dengan diagnosa antara lain :
a.       Pemeriksaan tajam penglihatan
b.      Dengan menggunakan snellen chart yaitu untuk mengetahui visus normal 6/6
c.       Floresin tersebut tampak erosi kornea sub konjungtiva fulbimerah
d.      Lapang pandang
Pemeriksaan denga membandingkan penglihatan perifernya denga penglihatan perifer klien.

e.       Gerakan mata
Pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kontraksi dan relaksasi otot-otot ekstra okuler seperti bergeraknya mata ketas, kebawah, dan ke lateral.
f.       Pemeriksaan oftalmoskop
Merupakan alat yang mempunyai sumber cahaya untuk melihat fundus okuli yaitu dengan memeriksa adanya kemerahan pada media. Penglihatan yang keruh seperti pada kornea, lensa dan badan kaca, dimana bagian fundus okuli tidak tembus untuk dilihat.

3.2  ANALISA DATA
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien, analisa merupakan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi mengklasifikasikan data, pengelompokan dan menentukan kesenjangan informasi membandingkan dengan standart mengintrepestasikan serta skhirnya membuat kesimpulan.

3.3  DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan, diagnosa keperawatan adalah merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan kien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.
Dari hasil anlisa diatas maka dapat dirumuskan suatu diagnosa keperawatan sebagai berikut:
a.       Perubahn persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
b.      Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan efek luka pada kornea
c.       Kecemasan berhubungan dengan adanya penurunan tajam penglihatan.





3.4  INTERVENSI
Tahap perencanaan ini meliputi menentukan tujuan dan kriteri hasil dan merencanakan tindakan keperawatan.
Adanya perencanaan yang dilaksanakan pada diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :
a.      Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Tujuan
:
Tidak terjadi perubahan pada persepsi semsorinya.
Kriteria Hasil
:
1.      Klien mampu berkomunikasi secara efektif dengan menggunakan ketrampilan yang dimiliki.
2.      Klien mampu melaksanakan perawatan diri dalam batas kerusakan.

Tindakan/Intervensi
Rasional
1.
Kaji dan dokumen dasar penglihatan.
1.
Untuk mengetahui sejauh mana klien dapat melihat dengan baik.
2.
Adaptasikan klien dengan lingkungan sekitar dengan cara tempatkan alat-alat yang sering digunakan klien dalam jangkauan yang mudah diraih dan diperhatikan perempatan yang konsisten.
2.
Dapat mempertinggi kegiatan secara mandiri dan meningkatkan keselamatan

3.
Sediakan sumber rangsangan yang sesuai dengan kemauan klien.
3.
Dapat meningkatkan rangsangan penglihatan

4.
Dorong dan bantu klien dalam kemandirian.




b.      Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan efek luka pada kornea
Tujuan
:
Nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil
:
1.      Klien mengatakan nyeri berkurang
2.      Ekspresi wajah klien tenang (rileks)
3.      Klien dapat beristirahat dengan tenang

Tindakan/Intervensi
Rasional
1.
Bina hubungan baik dengan memberikan penjelasan pada klien tentang penyebab terjadinya nyeri.
1.
Dengan membina hubungan baik dan penjelasan yang akurat, klien kooperatif sehingga dapat mengurangi perasaan terhadap nyeri.
2.
Alihkan perhatian klien pada saat nyeri timbul dengan hal-hal yang menyenangkan.
2.
Diharapkan klien tidak berfokus pada rasa nyerinya sehingga nyeri berkurang.
3.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
3.
Dengan pemberian analgetik mengubah persepsi dan interpersepsi nyeri dengan menekan syaraf dihipotalamus.
4.
Kaji respon terhadap pemberian analgetik.
4.
Dengan mengkaji respon terhadap pemberian obat analgetik di ketahuan reaksi dan efek obat.







c.       Kecemasan berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah kecemasan teratasi.
Kriteria Hasil
:
Klien dapat menerima kondisi matanya.

Tindakan/Intervensi
Rasional
1.
Gunakan komunikasi terapiutik dalam pendekatan kepada klien
1.
Agar lebih terbuka dalam mengungkapkan perasaan yang klien alami.
2.
Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan cemasnya.
2.
Mengetahui tingkat kecemasan serta koping yang digunakan oleh klien.
3.
Menjelaskan pada klien tentang kegiatan dari perioperatif.
3.
Klien yang mendapatkan informasi tindakan yang akan dilakukan.
4.
Melibatkan keluarga dalam pengambilan keputusan terhadap perawatan yang dilakukan
4.
Meibatkan keluarga akan menurunkan tingkat kecemasan klien, klien akan merasa aman.

3.5  PELAKSANAAN/IMPLEMENTASI
Adalah mengelola dan mewujudkan rencana perawatan meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan didalam rumah sakit.

3.6  EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, evaluasi merupakan kegiatan yang disengaja dan terus menerus yang melibatkan klien, perawat dan tim kesehatan lain. Evaluasi juga hanya menunjukkan masalah mana yang telah dipecahkan yang perlu dikaji ulang rencana kembali dilaksanakan dan rencana evaluasi kembali.

BAB IV
PENUTUP

4.1  KESIMPULAN
Trauma tajam mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran kecil dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan kornea atau sklera. Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan sklera atau kornea serta jaringan lain dalam bulbus okuli sampai ke segmen posterior kemudian bersarang didalamnya bahkan dapat mengenai os orbita.
     Penyebab tersering adalah karena kecelakaan saat bekerja, bermain, dan berolahraga. Luas cedera ditentukan oleh ukuran benda yang mempenetrasi, kecepatan saat impikasi, dan komposisi benda tersebut.
     Manifestasi klinis berupa virus turun, tekanan intra okular rendah, angulus iridokornealis dangkal, bentuk dan letak pupil berubah, terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera, terdapat jaringan yang prolaps (lepas), seperti : iris, lensa, retina, kemosis konjungtiva. Komplikasi dari trauma tajam okuli adalah endoftalmitis, panoftalmitis, oftalmia simpatika, hemoragik intraokular.
     Penatalaksanaan diberikan antibiotik topikal, mata ditutup, dan segera dikirim pada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Diberikan antibiotik sistemik secara oral atu intravena, anti tetanus profilaktik, analgesik dan sedatif bila perlu. Steroid lokal dan bebat tidak boleh diberikan. Pengeluaran benda asing sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang memadai.
     Secara umum, semakin posterior penetrasi dan semakin besar laserasi atau ruptur, prognosis semakin buruk. Trauma yang disebabkan oleh ojek besar yang menyebabkan laserasi kornea tapi menyisakan badan vitreus, sklera dan retina yang tidak luka mempunyai prognosis penglihatan yang baik dibandingkan laserasi kecil yang melibatkan bagian posterior. Trauma tembus akibat benda asing yang ersifat inert pun mempunyai prognosis yang baik.

4.2  SARAN
1.      Untuk mencapai asuhan keperawatan dalam merawat klien, pendekatan dalam proses keperawatan harus dilakukan secara sistematis.
2.      Pelayanan keperawatan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan tetap memperhatikan dan menjaga privacy klien.
3.      Perawat hendaknya selalu menjalin hubungan kerjasama yang baik atau kolaburasi baik kepada teman sejawat, dokter atau para medis lainnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan maupun dalam hal pengobatan kepada klien agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.























DAFTAR PUSTAKA
                                                                                                       

Bayu. 2013. Trauma Mekanik Tajam Mata. http://www.docstoc.com/docs/150381058/Trauma-Mekanik-Tajam-_mata / diakses pada hari Selasa tanggal 20 Mei 2014 jam 19.11 WIB

Fast Raha. 2013. Gangguan Penglihatan. http://www.slideshare.net/septianraha/gangguan-penglihatan / diakses pada hari Selasa tanggal 20 Mei 2014 jam 21.52 WIB

Hari Arya. 2012. Makalah Trauma Mata. http://www.scribd.com/doc/124110538/Makalah-Trauma-Mata / diakses pada hari Jumat tanggal 16 Mei 2014 jam 14.13 WIB

Muhammad Taqwaa. Bab I Trauma Mata. http://www.scribd.com/doc/50631960/Bab-i-Trauma-Mata / diakses pada hari Jumat tanggal 16 Mei 2014 jam 14.13 WIB

Rizky. 2012. Trauma Pada Mata. http://www.slideshare.net/rizky12/trauma-pada-mata / diakses pada hari Jumat tanggal 16 Mei 2014 jam 14.41 WIB

Xena Below. Askep Trauma Mata. http://www.scribd.com/doc/116904379/Askep-Trauma-Mata / diakses pada hari Jumat tanggal 16 Mei 2014 jam 20.15 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar