ASUHAN
KEPERAWATAN TRAUMA MATA MEKANIK
DISUSUN OLEH :
1. Nur Rahmat R ( 201202039 )
2.
Andriani
Norrita S ( 201202004 )
3.
Riske
Dwi H. ( 201202048
)
4.
Febriansyah
M. P. ( 201202018 )
5.
Beuty Joanita
P. ( 201202010 )
6.
Yoga
Ridho F. ( 201202059
)
7. Renzy Avionita ( 201202044 )
PRODI SI
KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI
HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN
AJARAN 2014/2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Mata
merupakan salah satu indra yang sangat penting untuk kehidupan manusia.
Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka.
Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari tulang orbita, bantalan lemak
retrobuler, kelopak mata dengan bulu matanya, juga dengan telah dibuatnya
macam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi frekuensi kecelakaan masih
sangat tinggi.
Kemajuan
teknologi dan bertambah banyaknya kawasan industri meningkatkan kecelakaan
akibat pekerjaan, kecelakaan akibat kepadatan lalu lintas, belum terhitung
kecelakaan akibat perkelahian, yang kesemuanya dapat mengenai mata. Pada
anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat alat dari permainan yang
biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang
mainan dan lain-lain.
Trauma
tajam mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada dewasa muda.
Kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda,
terutama pria, merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedra tembus
mata. Kecelakaan dirumah, kekerasan, ledakan api, cedera akibat olahraga, dan
kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan
trauma mata.
Struktur
wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata
terdapat di dalam sebuah rongga yang di kelikingi oleh hubungan tulang yang
kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda
asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan.
Trauma tajam dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf
mata dan rongga orbita. Trauma pada mata emerlukan perawatan yang tepat untuk
mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat ataupun kebutuhan.
Perforasi
bola mata merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karena pada keadaan ini
kuman mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat menyebabkan kerusakan susunan
anatomi dan fungsional jaringan intraokuler. Trauma tembus dapat benbentuk
perforasi sklera, prolaps badan kaca maupun prolaps badan siliar.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah
pengertian dari Trauma Mata Mekanik?
2. Bagaimana
Epidemiologi Trauma Mata Mekanik?
3. Bagaimana
Etilogi Trauma Mata Mekanik?
4. Bagaimana
Patofisiologi Trauma Mata Mekanik?
5. Bagaimana
Pathway Trauma Mata Mekanik?
6. Apa
saja kerusakan jaringan mata akibat Trauma Mata Mekanik?
7. Bagaimana
Diagnosa Trauma Mata Mekanik?
8. Bagaimana
Penatalaksanaan Trauma Mata Mekanik?
9. Apa
saja komplikasi yang terjadi pada Trauma Mata Mekanik?
10. Bagaimana
Prognosis Trauma Mata Mekanik?
11. Bagaimana
Pencegahan Trauma Mata Mekanik?
12. Bagaimana
Asuhan Keperawatan Trauma Mata Mekanik?
1.3
TUJUAN
1.3.1
Tujuan Umum
Membahas
mengenai trauma yang terjadi pada mata khususnya trauma tajam / trauma mata
mekanik dan bagaimana penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada Trauma
Mata Mekanik
1.3.2
Tujuan Khusus
Pemenuhan
tugas mata kuliah Persepsi Sensori Prodi S1 keperawatan STIKES BHAKTI HUSADA
MULIA MADIUN.
1.4
MANFAAT
Membahas
mengenai trauma yang terjadi pada mata khususnya trauma tajam / trauma mata
mekanik dan bagaimana penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada Trauma
Mata Mekanik
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
DEFINISI
Trauma
tajam mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran kecil dengan
kecepatan tinggi yang menembus kornea atau sklera. Trauma tajam mata dapat di
klarifikasikan atas luka tajam tanpa perforasi dan luka tajam dengan perforasi
yang meliputi perforasi tanpa benda asing intra okuler dan perforasi benda
asing intra okuler.
Trauma
tembus mata (luka akibat benda tajam), dimana struktur okular dapat mengalami
kerusakan akibat benda asing yang menembus lapisan okular dan juga dapat
tertahan atau menetap dalam mata. Baik trauma tajam yang penetratif atau trauma
tumpul yang mengakibatkan tekanan kontusif fapat menyebabkan ruptur bola mata.
Benda tajam atau benda dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan perforasi
langsung. Benda asing dapat mempenetrasi mata dan tetap berada di bola mata.
Trauma
akibat partikel kecil dengan kecepatan tinggi misalnya yang ditimbulkan dari
proses penggilingan atau pemahatan dapat memberikan manifestasi berupa nyeri
ringan atau penurunan visus. Kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, bilik
mata depan dangkal dengan atau tanpa pupil ekstrinsik, hifema atau perdarahan
vitreous juga dapat terjadi. Tekanan intraokuler dapat rendah, normal atau
sedikit meningkat.
2.2
EPIDEMIOLOGI
United
States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi epidemiologi yang
digunakan secara umum di AS. Menurut data dari SDEIR, rata-rata umur orang yang
terkena trauma tajam okuli adalah 29 tahun, dan laki-laki lebih sering terkena
dibanding dengan perempuan. Menurut studi epidemiologi internasional,
kebanyakan orang yang terkena trauma tajam okuli adalah laki-laki umur 25
sampai 30 tahun, sering mengkonsumsi alkohol dan trauma terjadi di rumah.
Lebih
dari 65.000 trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan, menyebabkan
morbiditas dan disabilitas, dilaporkan di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Lebih dari setengah trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi di
pabrik, dan industri kontruksi. 81 % trauma mata yang berhubungan dengan
pekerjaan terjadi pada pria dan kebanyakan terjadi pada pekerja berusia 25 – 44
tahun.
Aktivitas
olahraga dan rekreasi juga dapat menyebabkan trauma mata. Lebih dari 40.000
trauma mata terjadi setiap tahunnya. Sembilan puluh persen terjadi saat
olahraga. 30 % terjadi pada anak-anak yang berusia di bawah 16 tahun.
Terdapat
sekitar 3 juta kasusu trauma okular dan orbital terjadi di Amerika Serikat
setiap tahun. Diperkirakan 20.000 hingga 68.000 dari angka tersebut merupakan
kasus yang mengganggu visus dan sekitar 40.000 mengalami kehilangan visus yang signifikan.
Trauma merupakan penyebab utama kebutuhan unilateral. Laki-laki lebih sering
terkena dari pada perempuan. Frekuensi trauma mata di Amerika Serikat adalah :
trauma superfisial mata dan adneksa (41.6 %), benda asing pada mata bagian luar
(25.4 %), kontusio mata dan adneksa (16.0 %), trauma terbuka pada adneksa dan
bola mata (10.1 %), fraktur dasar orbita (1.3 %), cedera saraf )0.3 %).
2.3
ETIOLOGI
Penyebab
tersering adalah karena kecelakaan saat bekerja, bermain dan berolaharaga. Luas
cedera ditentukan oleh ukuran benda yang mempenetrasi, kecepatan saat impaksi
dan komposisi benda tersebut, benda tajam seperti pisau akan menyebabkan
laserasi berbatas tegas pada bola mata.
Luas
cedera yang disebabkan oleh benda asing yang terbang ditentukan oleh energi
kinetiknya. Benda tajam seerti pisau akan menimbulkan luka laserasi yang jelas
pada bola mata. Berbeda dengen kerusakan akibat benda asing yang terbang,
beratnya kerusakan ditentukan oleh energi kinetik yang dimilikinya. Cotohnya
pada peluru pistol angin yang besar dan memiliki kecepatan yang tidak terlalu
besar memiliki energi kinetik yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang
cukup parah. Kontras dengan pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil
dengan keceatan tinggi akan menimbulkan laserasi dengan batas tegas dan
beratnya kerusakan lebih ringan dibandingkan kerusakan akibat peluru pistol
angin.
2.4
PATOFISIOLOGI
Benda
asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh laspisan sklera atau kornea
serta jaringan lain dalam bulbus okuli samapi ke segme posterior kemudian
bersarang didalamnya bahkan dapat mengenai os orbita. Dalam hal ini akan
ditemukan suatu tebuka dan biasanya terjadi prolaps (lepasnya) iris, lensa,
ataupun corpus vitreus. Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma
mengwenai jaringan uvea berupa hifema dan henophthalmia.
2.5
MANIFESTASI
KLINIS
|
Gambar
: Lokasi cidera mata tampak dari depan
|
Trauma
yang disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata, maka
akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti tajam penglihatan yang
menurun, laseraswi kornea, tekanan bola mata rendah, bilik mata dangkal, bentuk
dan letak pupil yang berubah, terlihat ruptur pada kornea atau sklera, terdapat
jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau
retina, katarak traumatika dan konjungtiva kemosis.
Pada
perdarahan yang hebat, palpebra menjadi bengkak, berwarna kebiru-biruan, karena
jaringan ikat palpebra halus. Ekimosis yang tampak setelah trauma menunjukkan
bahwa traumanya kuat, sehingga harus dilakukan pemeriksaan dari bagian-bagian
yang lebih dalam dari mata, juga perlua dibuat foto rontgen kepala. Perdarahan
yang timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya fraktur dari dasar
tengkorak. Sebagian besar cedera tembus menyebabkan penurunan penglihatan yang
mencolok, tetapi cedera akibat partikel kecil berkecepatan tinggi yang
dihasilkan oleh tindakan menggerinda atau memalu mungkin hanya menimbulkan
nyeri ringan dan kekaburan penglihatan. Tanda-tanda lainnya adalah kemosis
hemoragik, laserasi konjungtiva, kamera anterior yang dangkal dengan atau tanpa
dilatasi pupil yang eksentrik, hifema atau perdarahan korpus vitreus. Tekanan
intraokuler mungkin rendah, normal atau yang jarang sedikit meninggi.
2.6
PATHWAY
PATHWAY
2.7
BERBAGAI
KERUSAKAN JARINGAN MATA AKIBAT TRAUMA
Luka
akibat benda tajam dapat mengakibatkan berbagai keadaan seperti berikut :
1. Trauma
tembus pada palpebra
Mengenai
sebagian atau seluruhnya, jika mengenai levator apaneurosis dapat menyebabkan
suatu ptosis yang permanen.
2. Trauma
tembus pada saluran lakrimalis
Dapat
merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis sampai ke rongga
hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata.
3. Trauma
tembus pada Orbita
Luka tajam yang mengenai orbita merusak bola mata,
merusak saraf optik, menyebabkan kebutuhan atau merokok oto luar mata sehingga
menimbulkan paralisis dari otot dan diplopia. Selain itu juga bisa menyebabkan
infeksi, menimbulkan selulitis orbita, karena adanya benda asing atau adanya
hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita.
4. Trauma
tembus pada Konjungtiva
Trauma
dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva. Bila robekan konjungtiva ini
kecil atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila
robekan lebih dari 1 cm perlu dilakukan penjahtan untuk mencegah granuloma.
Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan juga robekan sklera yang
biasa disertai robekan konjungtiva. Disamping itu, pemberian antibiotik juga
perlu diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.
5. Trauma
tembus pada Sklera
Bila
ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekanan bola mata dan
kamera okuli jadi dangkal, luka sklera yang lebar dapat disertai prolap
jaringan bola mata, sehingga bisa menyebabkan infeksi dari bagian dalam bola
mata.
6. Trauma
tembus pada Kornea
Bila
luka tembus mengenai kornea dapat menyebabkan gangguan fungsi penglihatan
karena kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea
menyebabkan iris prolaps, korpus vitreus dan korpus ciliaris prolaps, hal ini
dapat menurunkan visus.
Bila
tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes fluoresia
(+). Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga menyebabkan timbulnya ulkus
atau herpes pada kornea. Lakukan pemberian antibiotika atau kemoterapeutika
yang berspektum luas, lokal dan sistemik. Benda asing di kornea diangkat,
setelah diberi anastesi lokal dengan pantokain. Kalau mulai ada
neovaskularisasi dari limbus, berikanlah kortison lokal atau subkonungtiva.
Tetapi jangan diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes
kornea.
Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan
konjungtiva di limbus yang berdekatan, kemudian ditarik supaya menutupi luka
kornea tersebut (flap konjungtiva). Bila luka di kornea luas, maka luka itu
harus dijahit. Kemudian ditutup dengan flap konjungtiva. Jika luka di kornea
itu disertai prolaps iris, iris yang keluar harus dipotong dan sisanya di
repossisi, robekan di kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva. Kalau
luka telah berlangsung beberapa jam, sebaiknya bilik mata depan dibilas
terlebih dahulu dengan larutan penisislin 10.000 U/cc, sebelum kornea dijahit.
Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika dengan spektrum luas dan
sistemik, juga subkonjungtiva.
7. Trauma
tembus pada Uvea
Bila
terdapat luka pada uvea maka dapat menyebabkan pengaturan banyaknya cahaya yang
masuk sehingga muncul fotofobia atau penglihatan kabur.
8. Trauma
tembus pada Lensa
Bila
ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan
daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurunkan daya refraksi dan
sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tidak adekuat.
2.8
DIAGNOSIS
Diagnosis
trauma tajam okuli dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, informasi yang diperoleh dapat berupa mekanisme
dan onset terjadinya trauna, bahan/benda penyebab trauma dan pekerjaan untuk
mengetahui penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman
penglihatan sebelum dan segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan
penglihatan bersifat progresif lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai
adanya benda asing intraokuler apabila terdapat kegiatan memahat, mengasah atau
adanya ledakan. Cedera pada anak dengan riwayat yang tidak sesuai dengan cedera
yang di dertia, harus dicurigai adanya penganiayaan pada anak. Riwayat kejadian
harus diarah secara khusus pada detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan
okuler sebelumnya, riwayat penyakit sebelumnya dan energi.
Pemeriksaan
fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan. Apabila
gangguan penglihatan parah, maka periksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua
titik, dan adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit
periorbita, dan lakukan palpasi untuk mencari defek ada bagian tepi tulang
orbita.
Pemeriksaan
slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior
bola mata. Tes fluoresein dapat digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga
cedera dengan jelas. Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mengetahui
tekanan bola mata. Pemeriksaan fundus yang di latasi dengan oftalmoskop indirek
penting untuk dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila
benda asing yang masuk ckup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui
adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi
anestesi pada mata yang akan di periksa, kemudian diuji pada strip fluorescein
steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan
terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan
mata.
2.9
PENATALAKSANAAN
TRAUMA MATA
Penatalaksanaan pasien
dengan trauma tajam mata adalah :
1. Penatalaksanaan
sebelum tiba dirumah sakit :
a. Mata
tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
b. Tidak
boleh dilakukan menipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
c. Benda
asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
d. Sebaiknya
pasien di puasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
2. Penatalaksanaan
di rumah sakit :
a. Pemberian
antibiotik spektrum luas.
b. Pemberian
obat sedasi, antiemetik dan analgetik sesuai indikasi.
c. Pemberian
toksoid tetanus sesuai indikasi.
d. Pengangkatan
benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata intak).
e. Tindakan
pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
Keadaan trauma tembus pada mata
merupakan hal yang gawat darurat dan harus segera mendapat perawatan khusus
karena dapat menimbulkan bahaya seperti infeksi, siderosis, kalkosis dan
oftalmika simpatika.
Pada setiap tindakan harus dilakukan
usaha untuk mempertahankan bola mata bila masih terdapat kemampuan melihat
sinar atau ada proyeksi penglihatan. Bila terdapat benda asing, maka sebaiknya
dilakukan usaha untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Apabila jelas tampak ruptur bola mata,
maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesia
umum. Sebelum pembedahan jangan diberi obat siklopegik atau antibiotik topikal
karena kemungkinan toksisitas pada jaringan intraokular yang tepejan. Berikan
antibiotik parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung FOX pada mata.
Analgetik, antimiemetik dan antioksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, serta
gizi atau nutrisi yang baik. Sebelum dirujuk mata tidak boleh diberi salep,
karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh diberikan steroid lokal,
dan bebat yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata.
Pada penutupan luka segmen anterior,
harus digunakan teknik-teknik bedah mikro. Laserasi kornea diperbaiki dengan
jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus
siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24 jam dapat
dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik atau dengan memasukkan suatu
spatula siklodialisis melalui insisi tusuk di limbus dan menyapu jaringan
keluar dari luka. Apabila hal ini tidak dapat dilakukan, apabila jaringan telah
terpajan lebih dari 24 jam, atau apabila jaringan tersebut mengalami iskemia
dan kerusakan berat, maka jaringan yang prolaps hrus dieksisi setinggi bibir
luka. Setiap jaringan yang dipotong harus dikirim ke laboratorium patologik
untuk diperiksa. Dilakukan pembiakan untuk memeriksa kemungkinan infeksi
bakteri atau jamur. Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkan dengan aspirasi dan
irigasi mekanis atau vitrektomi. Reformasi kamera anterior selama tindakan perbaikan
dapat di capai dengan cairan intraokuler fisiologis, udara atau viskoelastik.
Luka sklera ditutup dengan jahitan 8-0
atau 9-0 interupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara
sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan. Luka
keluar di bagian posterior sklera pada cedera tembus ganda dapat sembuh
sendiri, dan biasanya tidak dilakukan usaha penutupan.
Bedah vitreoretinal, bila ada luka
kornea yang besar, dapat dilakukan melalui keratoprostesis Landers Foulks
temporer sebelum melakukan penanaman kornea. Enukleasi dan evirasi primer hanya
boleh dipikirkan bila bola mata mengalami kerusakan total. Mata sebelah rentan terhadap
oftalmika simpatetik bila terjadi trauma tembus mata terutama bila ada
kerusakan di jaringan uvea. Untungnya, komplikasi ini jarang terjadi.
2.10
PENCEGAHAN
Trauma
mata dapat dicegah dan diperlakukan penerangan kepada masyarakat untuk
menghindari terjadinya trauma mata, seperti :
1. Trauma
tajam akibat kecelakaan lalu litas tidak dapat dicegah, kecuali trauma tajam
perkelahian.
2. Diperlukan
perlindungan pekerja untuk menghindari terjadinya trauma tajam.
3. Awasi
anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya bagi matanya.
Orang
yang menggunakan lensa dari kaca mata atau plastik yang sedang bekerja dalam
industri atau melakukan aktivitas atletik memiliki resiko terkena pecahan
fragmen lensa. Kaca mata yang paling efektif untuk mencegah cedera terdiri dari
lensa polikarbonat dalam rangka poliamida dengan tepi penahan di posterior.
Sebaiknya digunakan bingkai wraparound (bukan bingkai berengsel) karena lebih
dapat menahan pukulan dari samping. Pada atletik atau aktivitas rekreasi
beresiko tinggi ( misalnya perang-perangan dengan peluru hampa atau cat),
pelindung mata tanpa lensa tidak selalu melindungi mata secara adekuat.
Perlindungan mata yang sesuai terutama diindikasikan bagi mereka yang bermain
bola raket, bola tangan, dan squash. Banyak kebutaan yang terjadi akibat
olahraga ini, terutama akibat trauma kontusio pada mata yang tidak terlindung
dengan baik.
2.11
KOMPLIKASI
Komplikasi
yang dapat terjadi setelahnya trauma tembus adalah endoftalmitis,
panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan oftalmia simpatika.
Endoftalmitis
dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa minggu tergantung pada
jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis dapat berlanjut menjadi
panoftalmitis.
Oftalmia
simpatika adalah inflamasi yang terjadi pada mata yang tidak cedera dalam
jangka waktu 5 hari sampai 60 tahun dan biasanya 90% terjadi dalam 1 tahun.
Diduga akibat respon autoimun akibat tereksposnya uvea karena cedera, keadaan
ini menimbulkan nyeri, penurunan ketajaman penglihatan mendadak, dan fotofobia
yang dapat membaik dengan enukleasi mata yang cedera.
2.12
PROGNOSIS
Prognosis
berhubungan dengan sejumlah faktor seperti virus awal, tipe dan luasnya luka,
adanya atau tidak adanya ablasio retina atau benda asing. Secara umum, semakin
posterior penetrasi dan semakin besar laserasi atau ruptur, prognosis semakin
buruk. Trauma yang disebabkan oleh objek besar yang menyebabkan laserasi kornea
tapi menyisakan badan vitreus, sklera dan retina yang tidak luka mempunyai
prognosis penglihatan yang baik dibandingkan laserasi kecil yang melibatkan
bagian posterior. Trauma tembus akibat benda asing yang sifatnya reaktif
magnetik lebih mudah dikeluarkan dan prognosisnya lebih baik. Pada luka
penetrasi, 50-75% mata akan mencapai virus akhir 5/200 atau lebih baik.
2.13
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Pemeriksaan
Radiologi
Pemeriksaan radiologi
pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa terutama bila ada
benda asing. Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa,
retina.
2. Pemeriksaan
CT (Computed Tomography)
Suatu tomogram dengan
menggunakan komputer dan dapat dibuat “scaning” dari organ tersebut.
3. Pengukuran
10L dengan tonography
Mengkaji nilai normal
tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
4. Pengkajian
dengan menggunakan optalmoskop
Mengkaji struktur
internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
5. Pemeriksaan
Laboratorium seperti :
SDP, leukosit,
kemungkinan adanya infeksi sekunder.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
PENGKAJIAN
Merupakan
langkah dan landasan proses keperawatan yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu
pengumpulan data, analisa data, dan perumusan perawatan.
1.
Pengumpulan
Data
a. Identitas
klien
Meliputi nama, umur,
jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.
Reg, diagnosa medis.
b. Keluhan
utama
Keluhan yang
menyebabkan klien masuk rumah sakit yaitu dengan gangguan persepsi sensorik
penglihatan antara lain pandangan kabur, mata merah, dan perdarahan pada bilik
mata depan.
c. Riwayat
penyakit sekarang
Didapatkan rasa nyeri,
bengkak, mata merah, dan silau kerena terkena pentolan paku.
d. Riwayat
penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah
klien pernah mengalami trauma pada mata sebelumnya, sehingga mempengaruhi
trauma mata saat ini apakah pernah mengalami operasi pernah sakit mata,
kabur/silau.
e. Riwayat
penyakit keluarga
Apakah didalam
keluarganya ada yang pernah mengalami trauma pada mata, penyakit keturunan
seperti DM dan hipertensi.
f. Riwayat
psikososial dan spiritual
Meliputi informasi
mengenai cara hidup, klien merasa cemas karena penglihatannya menurun dan
bagaimana ibadahnya setelah sakit. Apakah klien merasa khawatir atas
kesembuhannya.
g. Pola-pola
fungsi kesehatan
·
Pola persepsi dan
tatalaksana hidup sehat
Dengan adanya penurunan
penglihatan maka klien tidak bisa dengan leluasa untuk merawat dirinya sendiri,
tata laksana hidup sehat klien berkurang.
·
Pola nutrisi dan
metabolik
Umumnya pada klien
dengan trauma mekanik tajam pada mata tidak didapatkan adanya gangguan pada
pemenuhan kebutuhan nutrisi dan metabolisme, baik sebelum dan sesudah sakit,
tidak ada mual, muntah, lidah terasa pahit atau nyeri telan.
·
Pola akitivitas dan
latihan
Klien mengalami
keterbatasan aktivitas karena adanya penurunan tajam penglihatan serta rasa
nyeri yang dirasakn, sehingga klien tidak leluasa dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
·
Pola persepsi kognetif
Klien mengalami
gangguan pada persepsinya terutama pada indra penglihatannya, dengan adanya
penurunan tajam penglihatan, maka klien juga mengalami gangguan pada proses
belajar terutama membaca.
·
Pola tidur dan
istirahat
Terdapat gangguan pada
pola tidur dan istirahatnya karena klien merasa nyeri pada matanya serta klien
gelisah.
·
Pola persepsi diri
Dengan adanya gangguan
penglihatannya maka klien akan merasa kesulitan untuk mengenal dirinya secara
nyata. Klien mengalami keterbatasan dalam komunikasi dengan lingkungan dan ini
bisa menimbulkan rasa takut dan cemas serta rendah diri.
·
Pola eliminasi
Pada klien trauma
mekanik biasanya tidak mengalami gangguan pada kebutuhan eliminasinya baik
defeasi maupun miksi kerena yang terganggu hanya matanya.
·
Pola hubungan dan peran
Pola kebiasaan hubungan
klien dikeluarga dan masyarakat tidak terjadi gangguan peran maupun interaksi.
·
Pola hubungan dan
reproduksi
Pada klien dengan
trauma pada mata jarang sekali mengalami gangguan reproduksi dan seksualnya.
·
Pola penanggulangan
stres
Pada klien dengan
trauma mekanik tajam dalam menghadapi masalah atau mempunyai permasalahan
biasanya klien memecahkan permasalahannya secara positif dan kekeluaragaan.
·
Pola tata nilai dan
kepercayaan
Pada keiasaan
beribahdah umunya klien dengan trauma mekanik tajam tetap konsisten seperti
saat sebelum sakit, tetap mendekatkan diri kepada Tuhan YME.
2.
Pemeriksaan
Fisik
a. Keadaan
Umum
Klien dengan trauma
mekanik tajam kondisinya lemah, nyeri pada mata, kesadaran composmentis.
b. Tanda-tanda
Vital
Tanda-tanda vital
seperti tekanan darahnya akan meningkat ndainya cepat akibat cemas dan kurang
istirahat.
c. Kepala
dan Rambut
Inspeksi kesimetrisan
muka, tengkorak, warna dan distribusi rambut serta kulit kepala apa ada moca,
pembengkakan, nyeri tekan, keadaan tengkorak dan kulit kepala.
d. Mata
Inspeksi gerakan mata,
kelopak mata yaitu bentuk, keadaan kulit dan pertumbuhan rambut, konjungtiva
dan sclera yaitu kemerahan. Kemungkinan adanya perdarahan pada bilik mata.
e. Telinga
Mengamati telinga luar,
bentuk, warna, lesi, dan adanya massa, palpasi kartilago telinga luar adanya
nyeri, pintu masuk lubang teliga adanya peradangan, perdarahan/ kotoran.
f. Hidung
Inspeksi bentuk tulang
hidung, warna kulit hidung, pembengkakan, kesimetrisan lubang hidung, palpasi
adanya nyeri tekan tulang hidung.
g. Mulut
Amati bibir sumbing,
warna bibir, trauma, lesi dan massa, gigi dan gusi, kebersiahan mulut dan ulkus
lidah.
h. Tengkuk
Amati adanya kaku kuduk
dan palpasi nyeri tekan.
i.
Thorak dan abodemen
Thorak : inspeksi
postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi serta keadaan kult, palpasi dinding
dada, nyeri tekan, massa, peradangan kesimetrisan ekspansi.
Abdomen : memeriksa
bentuk, luka, umbilikus, palpasi nyeri tekan, adanya retraksi, auskultasi
bising usus.
j.
Ekstremitas
Memeriksa ukuran otot,
adanya kontraktur, tremor, tonus otot, odem, nyeri tekan, krepitasi.
k. Genetalia
Mengkaji buang air
kecil, frekuensi, adanya kelainan warna urine dan bau.
3.
Pemeriksaan
Diagnostik
Yaitu
pemeriksaan yang ditujukan pada organ tubuh yang diserang sesuai dengan
diagnosa antara lain :
a. Pemeriksaan
tajam penglihatan
b. Dengan
menggunakan snellen chart yaitu untuk mengetahui visus normal 6/6
c. Floresin
tersebut tampak erosi kornea sub konjungtiva fulbimerah
d. Lapang
pandang
Pemeriksaan denga
membandingkan penglihatan perifernya denga penglihatan perifer klien.
e. Gerakan
mata
Pemeriksaan ini
dipengaruhi oleh kontraksi dan relaksasi otot-otot ekstra okuler seperti bergeraknya
mata ketas, kebawah, dan ke lateral.
f. Pemeriksaan
oftalmoskop
Merupakan alat yang
mempunyai sumber cahaya untuk melihat fundus okuli yaitu dengan memeriksa
adanya kemerahan pada media. Penglihatan yang keruh seperti pada kornea, lensa
dan badan kaca, dimana bagian fundus okuli tidak tembus untuk dilihat.
3.2
ANALISA
DATA
Data
yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien,
analisa merupakan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi
mengklasifikasikan data, pengelompokan dan menentukan kesenjangan informasi
membandingkan dengan standart mengintrepestasikan serta skhirnya membuat
kesimpulan.
3.3
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Tahap
akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan, diagnosa
keperawatan adalah merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah
kesehatan kien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.
Dari
hasil anlisa diatas maka dapat dirumuskan suatu diagnosa keperawatan sebagai
berikut:
a. Perubahn
persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
b. Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan efek luka pada kornea
c. Kecemasan
berhubungan dengan adanya penurunan tajam penglihatan.
3.4
INTERVENSI
Tahap
perencanaan ini meliputi menentukan tujuan dan kriteri hasil dan merencanakan
tindakan keperawatan.
Adanya perencanaan yang
dilaksanakan pada diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :
a.
Perubahan
persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan kerusakan penglihatan
|
Tujuan
|
:
|
Tidak
terjadi perubahan pada persepsi semsorinya.
|
|
Kriteria
Hasil
|
:
|
1. Klien
mampu berkomunikasi secara efektif dengan menggunakan ketrampilan yang
dimiliki.
2. Klien
mampu melaksanakan perawatan diri dalam batas kerusakan.
|
|
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
||
|
1.
|
Kaji dan dokumen dasar
penglihatan.
|
1.
|
Untuk
mengetahui sejauh mana klien dapat melihat dengan baik.
|
|
2.
|
Adaptasikan klien dengan
lingkungan sekitar dengan cara tempatkan alat-alat yang sering digunakan
klien dalam jangkauan yang mudah diraih dan diperhatikan perempatan yang
konsisten.
|
2.
|
Dapat mempertinggi kegiatan
secara mandiri dan meningkatkan keselamatan
|
|
3.
|
Sediakan sumber rangsangan yang
sesuai dengan kemauan klien.
|
3.
|
Dapat meningkatkan rangsangan
penglihatan
|
|
4.
|
Dorong dan bantu klien dalam
kemandirian.
|
|
|
b.
Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan efek luka pada kornea
|
Tujuan
|
:
|
Nyeri
berkurang/hilang
|
|
Kriteria
Hasil
|
:
|
1. Klien
mengatakan nyeri berkurang
2. Ekspresi
wajah klien tenang (rileks)
3. Klien
dapat beristirahat dengan tenang
|
|
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
||
|
1.
|
Bina hubungan baik dengan
memberikan penjelasan pada klien tentang penyebab terjadinya nyeri.
|
1.
|
Dengan membina hubungan baik dan
penjelasan yang akurat, klien kooperatif sehingga dapat mengurangi perasaan
terhadap nyeri.
|
|
2.
|
Alihkan perhatian klien pada saat
nyeri timbul dengan hal-hal yang menyenangkan.
|
2.
|
Diharapkan klien tidak berfokus
pada rasa nyerinya sehingga nyeri berkurang.
|
|
3.
|
Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian analgetik.
|
3.
|
Dengan pemberian analgetik
mengubah persepsi dan interpersepsi nyeri dengan menekan syaraf
dihipotalamus.
|
|
4.
|
Kaji respon terhadap pemberian
analgetik.
|
4.
|
Dengan mengkaji respon terhadap
pemberian obat analgetik di ketahuan reaksi dan efek obat.
|
c.
Kecemasan
berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan
|
Tujuan
|
:
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan masalah kecemasan teratasi.
|
|
Kriteria
Hasil
|
:
|
Klien dapat menerima kondisi
matanya.
|
|
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
||
|
1.
|
Gunakan komunikasi terapiutik
dalam pendekatan kepada klien
|
1.
|
Agar lebih terbuka dalam
mengungkapkan perasaan yang klien alami.
|
|
2.
|
Bantu klien untuk mengungkapkan
perasaan cemasnya.
|
2.
|
Mengetahui tingkat kecemasan
serta koping yang digunakan oleh klien.
|
|
3.
|
Menjelaskan pada klien tentang
kegiatan dari perioperatif.
|
3.
|
Klien yang mendapatkan informasi
tindakan yang akan dilakukan.
|
|
4.
|
Melibatkan keluarga dalam
pengambilan keputusan terhadap perawatan yang dilakukan
|
4.
|
Meibatkan keluarga akan
menurunkan tingkat kecemasan klien, klien akan merasa aman.
|
3.5
PELAKSANAAN/IMPLEMENTASI
Adalah
mengelola dan mewujudkan rencana perawatan meliputi tindakan yang direncanakan
oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan didalam rumah sakit.
3.6
EVALUASI
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, evaluasi merupakan kegiatan
yang disengaja dan terus menerus yang melibatkan klien, perawat dan tim
kesehatan lain. Evaluasi juga hanya menunjukkan masalah mana yang telah
dipecahkan yang perlu dikaji ulang rencana kembali dilaksanakan dan rencana
evaluasi kembali.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Trauma
tajam mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran kecil dengan
kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan kornea atau sklera. Benda asing
dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan sklera atau kornea serta
jaringan lain dalam bulbus okuli sampai ke segmen posterior kemudian bersarang
didalamnya bahkan dapat mengenai os orbita.
Penyebab tersering adalah karena kecelakaan saat bekerja,
bermain, dan berolahraga. Luas cedera ditentukan oleh ukuran benda yang
mempenetrasi, kecepatan saat impikasi, dan komposisi benda tersebut.
Manifestasi klinis berupa virus turun, tekanan intra okular
rendah, angulus iridokornealis dangkal, bentuk dan letak pupil berubah,
terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera, terdapat jaringan yang prolaps
(lepas), seperti : iris, lensa, retina, kemosis konjungtiva. Komplikasi dari
trauma tajam okuli adalah endoftalmitis, panoftalmitis, oftalmia simpatika,
hemoragik intraokular.
Penatalaksanaan diberikan antibiotik topikal, mata ditutup, dan
segera dikirim pada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Diberikan
antibiotik sistemik secara oral atu intravena, anti tetanus profilaktik,
analgesik dan sedatif bila perlu. Steroid lokal dan bebat tidak boleh
diberikan. Pengeluaran benda asing sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan
fasilitas yang memadai.
Secara umum, semakin posterior penetrasi dan semakin besar
laserasi atau ruptur, prognosis semakin buruk. Trauma yang disebabkan oleh ojek
besar yang menyebabkan laserasi kornea tapi menyisakan badan vitreus, sklera
dan retina yang tidak luka mempunyai prognosis penglihatan yang baik
dibandingkan laserasi kecil yang melibatkan bagian posterior. Trauma tembus
akibat benda asing yang ersifat inert pun mempunyai prognosis yang baik.
4.2
SARAN
1. Untuk
mencapai asuhan keperawatan dalam merawat klien, pendekatan dalam proses
keperawatan harus dilakukan secara sistematis.
2. Pelayanan
keperawatan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan tetap
memperhatikan dan menjaga privacy klien.
3.
Perawat hendaknya
selalu menjalin hubungan kerjasama yang baik atau kolaburasi baik kepada teman
sejawat, dokter atau para medis lainnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
maupun dalam hal pengobatan kepada klien agar tujuan yang diharapkan dapat
tercapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Bayu. 2013. Trauma Mekanik Tajam Mata. http://www.docstoc.com/docs/150381058/Trauma-Mekanik-Tajam-_mata
/ diakses pada hari Selasa tanggal 20 Mei
2014 jam 19.11 WIB
Fast Raha. 2013. Gangguan Penglihatan. http://www.slideshare.net/septianraha/gangguan-penglihatan
/ diakses pada hari Selasa tanggal 20 Mei
2014 jam 21.52 WIB
Hari Arya. 2012. Makalah Trauma Mata. http://www.scribd.com/doc/124110538/Makalah-Trauma-Mata
/ diakses pada hari Jumat tanggal 16 Mei
2014 jam 14.13 WIB
Muhammad Taqwaa. Bab I Trauma Mata. http://www.scribd.com/doc/50631960/Bab-i-Trauma-Mata
/ diakses pada hari Jumat tanggal 16 Mei
2014 jam 14.13 WIB
Rizky. 2012. Trauma Pada Mata. http://www.slideshare.net/rizky12/trauma-pada-mata
/ diakses pada hari Jumat tanggal 16 Mei
2014 jam 14.41 WIB
Xena Below. Askep Trauma Mata. http://www.scribd.com/doc/116904379/Askep-Trauma-Mata
/ diakses pada hari Jumat tanggal 16 Mei
2014 jam 20.15 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar